
Malam tadi (23/01) jika Anda menyaksikan tvOne dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam, ada wawancara dengan juru bicara Hamas, Sami Abu Zuhair. Mungkin bukan cuma saya yang kaget, tapi juga Anda. Dia mengatakan, meskipun dalam perang 22 hari tersebut lebih dari 1.300 warga Gaza menjadi syuhada (tewas), tapi dalam kurun waktu yang sama telah lahir 3.000 generasi baru di Gaza.
Konon pernyataan ini memang baru pertama kali beliau ucapkan, setelah presenter menanyakan mengenai apakah wanita Palestina atau Gaza khususnya diminta untuk melahirkan banyak anak agar dapat mengimbangi jumlah penduduk Israel. Bagaimanapun juga pertanyaan ini memang tidak sepenuhnya disangkal.
Setelah mendengar kabar “mengejutkan” itu soal kelahiran 3.000 generasi baru Palestina, saya sendiri teringat hadis Nabi yang berbunyi, “Kawinilah perempuan yang banyak melahirkan anak dan penuh dengan sifat kasih sayang, sebab aku akan membanggakan kamu di antara sekalian umat pada hari kiamat.” Saya tidak ingin membicarakan kualitas hadis tersebut; silakan pakar hadis yang menilainya. (Saya agak kesulitan dalam mengatur pola pikir tulisan ini), tapi itu poin pertama.

Kedua, waktu sekolah dulu, masihkah Anda ingat Robert Malthus? Ada teori terkenal dari tokoh ekonomi barat ini yang di ambil dari karyanya An Essay on the Principle of Population. Teorinya berbunyi, “Jumlah penduduk dunia akan cenderung melebihi pertumbuhan produksi (barang dan jasa). Oleh karenanya, pengurangan ledakan penduduk merupakan suatu keharusan, yang dapat tercapai melalui bencana kerusakan lingkungan, kelaparan, perang atau pembatasan kelahiran.”
Teori inilah yang konon mendasari program Keluarga Berencana (KB). Masih berupa konon, ternyata ada rencana jahat dalam teori tersebut. Yakni, mengurangi jumlah populasi umat Islam di dunia. Anda boleh percaya boleh juga tidak; boleh setuju boleh juga tidak.
Yang bukan konon adalah—dan hampir semua orang tau—tujuan perang Israel dengan Hamas bukan soal roket, juga bukan membebaskan tentara Israel yang ditawan, apalagi niat “cari muka” partai Kadima untuk pemilu Februari. Tapi ada tujuan lain. Saya tau keyakinan ini bukan ilmiah karena tidak membeberkan data valid, tapi kalau kita membaca lebih mendalam, tujuan lain Israel adalah menghabiskan generasi Palestina.
Ketiga, apakah memang benar pepatah banyak anak banyak rezeki? Sepertinya tidak juga. Ada yang banyak anak tapi kehidupannya semakin sulit. Imam Ali bin Abi Thalib dalam Nahjul Balaghah bahkan berkata, “Keluarga kecil adalah salah satu cara (mendapatkan) kelapangan.” Jadi kira-kira menurut Imam Ali, memperbanyak anak bukan cara agar banyak rezeki, tetapi, “Carilah rezeki dengan memberi sedekah.”
Lalu bagaimana dengan hadis Nabi tersebut? Memang tidak ada larangan untuk mengurangi jumlah anak, sebagaimana—jika hadis tersebut shahih—justru kita dianjurkan memperbanyak anak. Tentu dengan catatan, anak tersebut dan generasi tersebut berkualitas. Tidak ada pendidikan yang lebih utama bagi seorang anak selain pendidikan agama. Tentu saja ini harus diajarkan oleh orang tua dan harus dimiliki setiap anak.
Tidak kalah penting lainnya adalah pendidikan non-agama. Imam Khomeini dalam salah satu wasiatnya mengatakan bahwa, “Pelajarilah ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi umat Islam.” Jika pendidikan agama fardhu ain, maka ilmu “keduniaan” bisa dikatakan fardhu kifayah. Silakan generasi Islam pelajari ilmu kodekteran, ekonomi, politik, dan seterusnya. Alih-alih Nabi SAW akan membanggakan kita, justru akan sedih jika generasi kita tidak berkualitas. Wallâhua’lam.
Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami pasangan-pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang mata hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa (QS. Al-Furqân : 74).