Para pemakalah duduk dengan tegang di depan kelas. Teman-teman satu kelas bertanya kepada mereka tentang berbagai persoalan. Begitu sulitnya tema yang diangkat, sesulit memahami pertanyaan yang disampaikan. Pemakalah kemudian menjawab a la kadarnya sambil berdalih dengan kalimat bijak “dari pada tidak sama sekali”. Dosen memotong penjelasan pemakalah dan bertanya, “Kamu ngerti enggak sebenernya? Kalau tidak ngerti jawabannya bilang: TIDAK TAHU.”
Kejadian di atas tidak hanya dialami oleh teman-teman saya, tapi juga saya atau mungkin juga Anda. Ketika kita ditanya tentang suatu masalah dan tidak mengetahui jawabannya—apalagi di hadapan pendengar—kita akan menjawab semampu kita, meskipun terkadang kita sendiri tidak mengerti apa yang kita jawab. Tapi untuk menghindari rasa malu, merasa paling tahu, meningkatkan harga diri, agar tidak malu di depan orang-orang, kita abaikan kebenaran jawaban untuk nekat menjawab pertanyaan.
Karena pemakalah waktu itu membawa tema fikih, maka teguran dosen di atas cukup keras. Jika kita kurang memiliki pengetahuan agama, kemudian masih juga mencoba menjawab maka tempat kita selanjutnya adalah neraka. Dengan mengutip ayat Quran, kata-kata dosen itu membuat suasana kelas menjadi hening. Untuk beberapa hari, di antara kami hampir tidak ada yang berani berbicara banyak saat presentasi depan kelas.
Janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (QS. An-Nahl : 116)
Sejatinya, hal itu memang sesuai dengan apa yang telah dinasihatkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib. Beliau pernah berpesan: وَلا يَسْتَحِين أحد مِنكُم إذَا سُئِلَ عَمّا لا يَعْلَم أن يقوْل: لا أعْلَم “Janganlah seorang pun di antara kalian merasa malu mengatakan, ‘Saya tidak tahu’, apabila ia ditanya tentang sesuatu yang tidak diketahuinya.” (Nahjul Balâghah)
Dalam beberapa hal, nasihat ini memang membuat saya sering menjawab “tidak tahu”. Ada kekhawatiran dalam menafsirkan nasihat ini; yakni berkurangnya daya nalar dan berpikir untuk menjawab persoalan. Menurut saya, tidak ada salahnya bagi kita menjawab dengan kata-kata “menurut saya” jika ditanya tentang suatu hal. Seperti hal yang baru saja saya katakan; tanpa perlu terburu-buru pendapat orang lain yang berbeda.
Penafsiran lain adalah nasihat Imam Ali tersebut berlaku bagi para pendidik, pengajar, guru, dosen dan sebagainya. Yakni mereka yang tugasnya mendidik dan memberi pengetahuan kepada orang lain. Tidak bisa dibayangkan jika ada seseorang bertanya kepada gurunya, lalu kemudian untuk menyelamatkan muka guru di hadapan para murid, maka guru tersebut memberikan jawaban yang salah. Namun jawaban tersebut terlanjur dianggap kebenaran oleh murid-murid yang lain dan akhirnya fungsi guru berbalik menjadi penyesat.
Berbeda jika guru tersebut dengan jujur dan berani mengatakan “Saya tidak tahu. Tapi nanti saya akan coba carikan jawabannya,” misalnya, maka akan terbebaslah ia dari beban kesalahan informasi yang bisa berbahaya bagi masyarakat luas. Ayatullah Husain Mazhahiri pernah mengatakan bahwa para pelajar agama selalu berkata, ‘Mengatakan saya tidak tahu adalah setengah dari ilmu.'”
Tapi nasihat Imam Ali tidak berlaku bagi pemimpin (imâm) dalam Islam, termasuk dirinya sendiri. Bagi pemimpin, tidak ada celah untuk berkata “Saya tidak tahu”. Pemimpin dalam Islam haruslah menguasai seluruh cabang ilmu secara komprehensif tidak hanya berkaitan dengan ilmu agama tapi juga ilmu keduniaan hingga berkaitan dengan masalah kontemporer sampai kepada pemecahannya. Dalam beberapa kesempatan Imam Ali sendiri sering mengatakan, “Tanyakan kepadaku sebelum engkau kehilanganku.”
Apalagi kalau dikaitkan dengan nabi. Dulu ada yang bertanya kepada Nabi Muhammad saw. tentang ruh. Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, “Ruh itu termasuk amr Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al-Isrâ : 85). Jawaban nabi itu bukan jawaban menghindar atau jawaban “ketidaktahuan”. Justru memang itulah jawaban dari nabi bahwa rûh berasal dari alam amr. Saya akan serahkan kepada ahli filsafat-irfan yang membahasnya lebih lanjut.
Di sisi lain menjawab “tidak tahu” membuat kita semakin bersemangat untuk belajar dan mencari tahu. Imam Ali dalam nasihatnya tadi melanjutkan: ولا يستحين أحد إذا لم يعلم الشيء أن يَتعلّمه “Janganlah seseorang merasa malu untuk mempelajari sesuatu yang tidak diketahuinya.” Kalau Anda pernah nonton film The Pursuit of Happyness, ada sebuah kalimat yang diucapkan Chris Gardner (Will Smith) saat sedang interviu pekerjaan. Dia mengatakan, “Can I say something? Um, I’m the type of person that if you ask me a question and I don’t know the answer, I’m gonna tell you that I don’t know. But I bet you what, I know how to find the answer and I will find the answer.”
kk blog na keren bgt
Salam,
Salam kenal mas,sangat indah blog blog anda,banyak ilmu yg saya dapat dari tulisan tulisan anda semoga keberkahan dan kemudahan selalu diberikan Allah untuk semuanya