Oleh: Hujjatul Islam Hashemi Rafsanjani

Lihatlah apa yang telah Islam lakukan 1400 tahun yang lalu saat diskriminasi rasial berada dalam kondisi puncak di Arab, dan ketika tidak ada seorang Arab manapun yang siap jika darahnya bercampur dengan orang-orang Iran, Romawi, Afrika dan lainnya. Nabi Suci saw. menyampaikan bahwa Allah Swt. berfirman: Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa… (QS. Al-Hujurât : 13)

Di sini takwa disebut sebagai poros dan ukuran utama, sedangkan kulit hitam, putih, kuning dan merah tidak ada bedanya satu sama lain. Ideologi Nabi yang ditujukan kepada orang-orang berjalan dengan baik. Dari sudut pandang praktis, Nabi Suci saw. menunjuk seseorang seperti Bilal al-Habasyi sebagai muadzin (seseorang penyeru salat), seseorang yang bertakwa meskipun memiliki wajah kasar Afrika dan suara yang berat.

Ketika untuk pertama kalinya, Bilal yang terhormat, dengan penampilan dan suaranya yang demikian, pergi ke atas Kakbah dan menyerukan azan. Para aristokrat Mekah menutup telinga mereka dan berkata, “Kami menolak segala bencana yang ditimpakan oleh Muhammad. Sekarang, siapa orang ini?” Hal ini bukan berarti bahwa Nabi saw. membenci melodi dan suara indah. Kita tahu bahwa suara yang bagus sangat dihargai.

Ketika Imam Ali bin Husain as-Sajjad a.s. biasa membaca Alquran Suci, pembawa air yang biasa membawa air ke rumah Imam, berdiri mendengarkannya dalam waktu yang cukup lama di depan pintu hingga air yang ada ditangannya menetes hingga habis. Dalam Alquran Suci, terdapat contoh dari suara yang indah dari Nabi Daud a.s., misalnya.

Juga tidak benar jika Nabi Suci saw. meinginkan suara yang buruk, tapi beliau ingin menegaskan sebuah nilai. Beliau menempatkan warna kulit, keindahan fisik, dan suara indah pada urutan kedua. Beliau menilai dengan tinggi sebuah kepribadian, takwa, dan semangat pejuang yang dimiliki Bilal. Dan Bilal menjadi figur yang terkemuka dari Negara Islam. Ini merupakan poros (axis) dari pergerakan Nabi yang Allah Swt. inginkan. Rasulullah saw. telah menuntaskan hal ini pada waktu itu.

Salman al-Farisi, seorang non-Arab, telah Nabi saw. sebutkan sebagai bagian dari ahlulbait a.s. Miqdad, yang merupakan putra dari wanita berkulit hitam, menjadi salah satu orang kepercayaan Nabi saw. Insya Allah, kita akan menempatkan fakta-fakta ini untuk melawan perbuatan orang-orang Eropa yang mengklaim sebagai pembela kemanusiaan, demokrasi, dan hak asasi manusia. Kalian akan melihat, bagaimana Islam memutuskan hal-hal penting ini, dan menjadikan mereka sebagai poros ketakwaan.

Dan kalian semua akan melihat bagaimana dunia sekarang ini menderita akibat masalah rasisme. Hari ini, orang-orang Eropa dan Amerika melakukan semua perbuatan buruk rasisme ketika mengganti nama itu menjadi kebaikan.

Penerjemah: Ali Reza Aljufri © 2009

Satu respons untuk “Rasisme dalam Islam Sudah Selesai

Komentar Anda?

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.