
Tulisan ini bisa dilihat dari dua sisi; perbedaan atau persamaan. Perbedaan karena dari sisi fikih memang beda, tapi maknanya memiliki kesamaan. Tapi saya ingin mengajak kita semua melihatnya dari sisi persamaan. Bagaimana maksudnya?
Selepas salat Jumat di depan masjid kampus, pengurus masjid biasanya mengajak jemaah untuk melakukan salat gaib. Biasanya salat gaib ini dilakukan karena “pesanan” jemaah masjid atau karena ada anggota pengurus masjid atau keluarga dari pengurus kampus yang meninggal. Sudah jelas dari namanya bahwa salat gaib adalah mensalati jenazah yang tidak ada dihadapannya, artinya memang benar-benar gaib.
Para ulama Ahlussunah berbeda pendapat tentang hukumnya. Ada yang mengatakan salat gaib boleh pada setiap yang meninggal baik sudah disalati langsung atau belum, ada yang mengatakan salat gaib hanya dilakukan oleh Rasulullah, ada yang mengatakan salat gaib hanya untuk tokoh terhormat dalam Islam, ada juga yang mengatakan salat gaib hanya untuk yang tidak disalati secara langsung.
Saya sendiri setelah salat Jumat tidak ikut melaksanakan salat ghaib dengan alasan tidak adanya istilah “salat gaib” dalam fikih Ahlulbait. Tapi saya tidak sendirian karena banyak juga teman-teman dan jemaah lain yang tidak ikut salat gaib meski notabene mereka Ahlussunah (karena memang pada dasarnya hukum salat gaib adalah tidak wajib).
Lalu bagaimana dengan fikih Ahlulbait? Salat gaib memang tidak dikenal dalam fikih Ahlulbait meskipun jenazah berada dalam satu kota/negeri. Tapi ada sebuah salat yang (menurut saya) memiliki persamaan dengan salat ghaib yang dilakukan saudara-saudara Ahlussunah, yakni shalat wahsyah. Salat yang juga disebut sebagai salat hadiah ini dikerjakan pada malam hari setelah jenazah dikubur (dengan waktu afdalnya adalah setelah magrib).
Tata cara salat hadiah ini tentu berbeda dengan salat ghaib. Jumlahnya adalah dua rakaat; setelah Al-Fatihah rakaat pertama dilanjutkan dengan surah Al-Ikhlas dua kali dan rakaat kedua surah Al-Kautsar sepuluh kali. Juga bisa ditambahkan dengan dua rakaat terpisah, yakni setelah Al-Fatihah pada rakaat pertama dilanjutkan dengan Ayat Kursi dan rakaat kedua dengan surah Al-Qadr sepuluh kali.
“Tidak akan datang kepada si mayat satu masa yang lebih dahsyat dan mengerikan daripada awal malam setelah mayat dikuburkan. Maka kasihinilah mayat di antara kamu dengan bersedekah, jika kamu tidak memperolehnya, salatlah dua rakaat…” Wallahualam.
“Tidak akan datang kepada si mayat satu masa yang lebih dahsyat dan mengerikan daripada awal malam setelah mayat dikuburkan. Maka kasihinilah mayat di antara kamu dengan bersedekah, jika kamu tidak memperolehnya, shalatlah dua rakaat…” Wallâhua’lam.
Ini hadist atau apa ya…mohon jawabannya.
Saya mengutipnya dari kitab fikih (tanpa sumber), disebutkan sebagai khabar
bagus nih…… ada info seperti ini……. jd lebih tw… islam itu seperti apa? islam itu bukan untuk diperdebatkan.. tp akhlak yg harus diperhatikan……
saya setuju sama mas Adam…..
karna akhlah lah faktor utama yg harus diperhatikan…..
bukannya kita setiap harinya mmperdebatkan islam
khan islam sudah mnjadi agama yg syah , kenapa harus diperdebatkan lagi……. ?? ?
SHALAT dalam bentuk apapun juga namanya….adalah…….. DO’A yaitu Permohonan kepada Allah dengan mengingat Allah swt., baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain siapapun dia, apakah yang masih hidup ataupun mereka yg sudah tiada. Ternyata setiap kita shalat, maka saat duduk tasyahud akhir, WAJIB membaca do’a TAHYAT dimana shalat akan menjadi batal apabila duduk dalam duduk tasyahud akhir tidak membaca Doa Tahyat, yg didalamnya ada do’a selamat bagi para SHOLIHIN dan ” wa ala ‘ali ( bg Keluarga Rasulullah saw. dan Keluarganya Nabi Ibrahim as. ) “. Itu berarti bahwa RAHMAT ALLAH TIDAK PERNAH ADA PUTUSNYA BAGI SELURUH MAKHLUQ MANUSIA CIPTAAN ALLAH, baik bagi yang masih hidup ataupun yang sudah dialam barzahk. Memohon apapun juga kepada Allah lebih aula jika dilakukan dalam shalat, karena didalam shalat ada SUJUD dimana Rasulullah saw. saat/momentum Hamba yg paling terdekat dengan Khaliknya untuk berdo’a.
SHALAT HADIAH adalah ” shalat untuk mendo’akan mereka yang sudah meninggal agar dapat diringankan / dibebaskan dari azab kubur “. ‘Ulama menamakannya shalat hadiah karena dalam penjelasan tentang shalat hadiah ini dijabarkan bahwa : ” Allah akan mengirimkan 1.000 Malaikat ( ke liang lahat alam barzahknya si mayit ) membawa NUR dan HADIAH kepada si Mayit yang amat sangat berguna bagi mayit hingga ditiupnya sangkakala “.
Bagi yang tidak yakin dan tidak mau mengerjakan shalat hadiah ini, ya sudah saja, jangan repot2 melarang
Itu berarti doa secara bahasa. Beberapa poin yang Mas sebutkan tetap berlaku pengecualian di salat jenazah/gaib. Terakhir, tidak ada yang melarang 😀
Semoga kita semua mendapat petunjuk akan kebenarannya! Amiin
Mas…. Baru minggu kemaren ana ngebahas masalah shalat ghaib sejenis shalat hadiyah. Sebagian orang menyebutnya dg ‘shalat unsil qabr’ yakni shalat yg didirikan untuk membekali si mayit pd saat minggu pertama dlm alam barzakh sana. Cuma saat itu ana, menyampaikan pertanyaan yg tetap up to date bhw bukankah orang wafat sudah putus amalnya? Gmn koment antum …? Syukran jaziila
Meski tidak semua amal terputus, tapi bukankah salat yang diberikan sebagai hadiah tidak berhubungan dengan amal orang yang sudah wafat? Memang ada pendapat yang mengatakan bahwa doa yang dikirimkan tidak sampai, tapi ada juga yang berpendapat doa yang kita kirimkan sampai kepada yang wafat (juga berdasar riwayat). Doa yang kita kirimkan akan sampai juga bergantung dengan hubungan ruh kita. Wallahualam.
Tentang sholat hadiah,,mhon jlskan dalil yg mensyari’atkannya..dan dalam kitab apa???
manusia di ciptakan berbeda”,
di dalam satu forum pasti ada saja yg berbeda pendapat,bukan begitu gan?
kembalilah pada keyakinan diri anda masing”…
Mengingat itu, kita yang masih hidup mesti mengambil satu langkah agar dapat meringankan siksa kubur mayit. Lebih istimewa lagi, kita lakukan terhadap orang yang kita kenal, cintai atau yang sangat berjasa dalam kehidupan kita, orang tua, guru, atau kiai.
Diantaranya dengan memberikan hadiah kepada mayyit. Hadiah itu bisa berupa shalat dua rakaat atau berupa sedekah yang pahalanya ditujukan kepada mayyit. Seperti yang diterangkan Rasulullah SAW dalam sabdanya;
روي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال لا يأتى على الميت أشد من الليلة الأولى, فارحموا بالصدقة من يموت. فمن لم يجد فليصل ركعتين يقرأ فيهما: أي في كل ركعة منهما فاتحة الكتاب مرة, وآية الكرسى مرة, وألهاكم التكاثر مرة, وقل هو الله أحد عشر مرات, ويقول بعد السلام: اللهم إني صليت هذه الصلاة وتعلم ما أريد, اللهم ابعث ثوابها إلى قبر فلان بن فلان فيبعث الله من ساعته إلى قبره ألف ملك مع كل ملك نور وهدية يؤنسونه إلى يوم ينفخ فى الصور.
Diriwayatkan dari Rasulullah, Ia bersabda, “Tiada beban siksa yang lebih keras dari malam pertama kematiannya. Karenanya, kasihanilah mayit itu dengan bersedekah. Siapa yang tidak mampu bersedekah, maka hendaklah sembahyang dua raka‘at. Di setiap raka‘at, ia membaca surat Alfatihah 1 kali, Ayat Kursi 1 kali, surat Attaktsur 1 kali, dan surat Al-ikhlash 11 kali. Setelah salam, ia berdoa, ‘Allahumma inni shallaitu hadzihis shalata wa ta‘lamu ma urid. Allahummab ‘ats tsawabaha ila qabri fulan ibni fulan (sebut nama mayit yang kita maksud),’ Tuhanku, aku telah lakukan sembahyang ini. Kau pun mengerti maksudku. Tuhanku, sampaikanlah pahala sembahyangku ini ke kubur (sebut nama mayit yang dimaksud), niscaya Allah sejak saat itu mengirim 1000 malaikat. Tiap malaikat membawakan cahaya dan hadiah yang kan menghibur mayit sampai hari Kiamat tiba.” [Syekh Nawawi Albantani, Nihayatuz Zain,
allhamdulillah bayak silatuh rahim bayak ilmu
syukron katshiron, Tuan Mas’ud