Judul di atas bukan berarti bahwa mereka yang berbuka puasa sebelum masuk waktu malam menjadi tidak sah. Karena masing-masing mazhab punya alasan fikihnya sendiri dalam menentukan waktu berbuka puasa. Tapi sering kali kesalahpahaman membuat orang mengira bahwa mazhab Syiah ahlulbait memiliki waktu berbuka puasa lebih lama dari muslim umumnya.
Misalkan saja sebuah forum diskusi Al-Fikrah.net. Karena ketidaktahuan dikatakan bahwa Syiah berbuka puasa pada waktu Isya atau munculnya bintang. Pengalaman buka puasa bersama dengan teman-teman ahlusunah, mereka sering mengatakan orang yang menunda tidak mengikut sunah. Seorang teman mengatakan, “Padahal sunahnya kita disuruh bersegera.” Ya, perkataan itu memang benar. Tapi bukankah maksud hadis itu kita dilarang menunda kalau waktunya sudah masuk? Kalau menurut fikih tertentu waktu berbuka belum masuk, apa artinya bersegera?
Tentu hal seperti itu bukan cuma saya saja yang mengalami. Teman-teman bermazhab ahlulbait mungkin juga pernah mengalami dilema yang sama ketika mendapat undangan buka puasa bersama dengan ikhwan ahlusunah. Buka puasa mengikuti yang lain berdasar azan magrib tentu batal karena belum masuk waktunya buka; atau memilih menunda tapi dengan perasaan “tidak enak”.
Fatwa Ayatullah Ali Khamenei
SOAL: Bolehkah mengikuti muslim ahlusunah berkenaan dengan waktu ifthâr (buka puasa) dalam pertemuan-pertemuan umum, forum-forum resmi, dan lainnya? Apa yang wajib dilakukan mukalaf bila ia menganggap hal itu bukan sebagai taqiyah dan tidak ada alasan syar’i untuk menerapkannya?
JAWAB: Mukalaf tidak diperbolehkan mengikuti selain dirinya tanpa memastikan masuknya waktu berbuka puasa (ifthâr). Bila berbuka sebelum waktu Magrib yang diyakininya termasuk dalam situasi taqiyah, maka dia diperbolehkan berbuka tapi wajib mengadanya [qadha]. Ia juga tidak diperbolehkan berbuka puasa atas kehendak sendiri (sesuka hati), kecuali setelah memastikan tibanya waktu malam dan berakhirnya siang dengan menyaksikan sendiri atau berdasarkan bukti syar’i (hujjah syar’iah).
Judul tulisan di atas merupakan potongan ayat 187 dari surah Al-Baqarah: ثم أتموا الصيام إلى الليل (Kemudian sempurnakanlah puasa kalian hingga malam). Ayat tersebut dengan jelas menggunakan kata al-lail (malam). Apakah memang mayoritas umat Islam menganggap lail sama dengan ghurub (terbenam) atau ada perbedaan memahami ghurub?
Rasulullah saw. bersabda, “Bila malam (al-lail) telah datang dari arah sini (timur) dan siang telah pergi dari arah sini (barat) dan telah tenggelam (gharabati) matahari, maka sungguh orang puasa telah berbuka.” (HR. Bukhari). Artinya, matahari harus benar-benar tenggelam dengan sempurna hingga disebut sebagai malam. Tapi apa yang terjadi sekarang, banyak yang sudah berbuka ketika langit masih cerah.
Sedangkan pemahaman ahlulbait dalam Fiqh Al-Imâm Ja’far, Imam Ash-Shadiq as. berkata, “Waktu Magrib adalah bila mega merah telah hilang dari ufuk timur… hal itu karena ufuk timur lebih tinggi daripada ufuk barat.” Imam, sambil mengangkat tangan kanannya di atas tangan kirinya, berkata, “Apabila matahari terbenam di sebelah sana maka hilanglah mega merah di sebelah sini.”
Dengan terbenamnya matahari, benar Magrib sudah masuk. Tapi, keterbenaman ini tidak dapat diketahui hanya dengan hilangnya bola matahari dari pandangan mata, melainkan dengan naiknya mega merah di ufuk timur, karena ufuk timur lebih tinggi daripada ufuk barat. Mega merah di ufuk timur itu sebenarnya merupakan bias cahaya matahari. Semakin dalam terbenam, semakin hilang bias itu.
Tentang tuduhan bahwa Syiah menunda Magrib sampai bintang-bintang bermunculan adalah fitnah semata, sebagaimana ribuan fitnah lain telah menimpa Syiah. Imam Shadiq as. pernah diberitahu bahwa penduduk Irak menunda Magrib sampai bintang-bintang bertebaran. Imam as berkata, “Ini adalah perbuatan musuh Allah, Abul Khattab.” Wallahualam.
fresh news !!
pagi2 abis sahur blm tdr eehh liat di tv ada penyergapan markas teroris !!
terpaksa jadwal tidur jd molor da
moga2 gakda lagi teror di negriku ini….amin.
saya baru tahu kalau syiah berbuka puasa bukan pd wkt maghrib.
Karena Quran memerintahkan untuk menyempurnakan puasa hingga malam.
mohon bantuan ustaz, kiranya kita boleh berbuka puasa jika melihat sendiri di langit adalah sehingga tiada lagi mega merah, maknanya telah gelap keseluruhan. mohon penjelasan, wasallam.
Saya bukan ustaz.
Menurut saya, kalau melihat dengan mata sendiri dan tidak ada lagi mega merah tempat matahari terbenam maka sudah masuk (ini bukan fatwa lho…)
bearti selama ini jadwal berbuka puasa salah y..???? 😕
Sepengetahuan saya penandanya bukan hilangnya mega merah di tempat matahari terbenam (barat) tapi hilangnya mega merah di timur (lawan dari barat). Biasanya terjadi 10-15 menit pasca azan magrib yang “resmi” di Indonesia
Maaf atas kesalahan ketik dan terima kasih atas ralatnya. Benar sebagaimana yg tertulis di atas ucapan Imam Jafar, “Waktu Magrib adalah bila mega merah telah hilang dari ufuk timur…”
Jadi benar ya mas kalo waktu berbuka itu sama dengan Maghrib “sejati”, yakni (dengan mengutip komen Mas Yudi) biasanya terjadi 10-15 menit pasca azan Maghrib di Indonesia?
mengapa pada saatshalat zuhur dan ashar baca alfatihah dan ayatnya ngga di besarkan suaranya, mohon penjelasan (dengan hadist)
Subhanallah…terima kasih inf0-nya. Saya baru tahu ada saudara muslim kita berbuka bukan pas maghrib tapi mungkin hampir isya.
Semoga puasa orang2 yang berbeda pendapat itu semuanya diterima Allah…amiin..
Tidak sampai hampir Isya kok, Mas. Hanya selang perkiraan waktu 10-15 menit setelah ghurub matahari, sesuai ayat Quran hingga lail (malam).
yang menarik adalah menggali lebih dalam apa yang membuat mayoritas ahlus sunnah seantero dunia memiliki keyakinan waktu berbuka pasca adzan maghrib, sedangkan mayoritas/seluruh ahlul bait dimundurkan 15-20 menit dengan berpegang pada alquran…
dan rasanya saling memahami perbedaan ini tidak melahirkan saling klaim mana yang paling benar, dan juga membuat saling melecehkan satu sama lain….
udah lewat yah masa2 berbeda pendapat dan saling memusuhi nya… pengetahuan di atas tentu mengajarkan kita untuk bijak dan saling memahami…
luar biasa
perbedaannya 6 derajat saudara2…. 1 derajat 4 menit, berarti sekitar 24 menit.
minta linknya mas yg membahas tentang beda ufuk barat dan timur itu adalah 6 derajat dan gerak matahari terbenam per derajatnya adalah 6 menit
Urun rembug, tambahan judul postingan “bukan adzan maghrib” rasanya kurang pas. 🙂
Terima kasih. Usul yang bagus.
Selalu menarik untuk dibahas..Trims
salamunalaikum wr wb
Alhamdulillah sy mendapatkan pencerahan yang menegaskan apa yg sering sy baca dalam Quran (1:187) ini. Terkait dgn waktu berbuka ini saya mempraktekkan buka sesudah magrhib (artinya mendahulukan shalat magrib kemudian diikuti buka puasa. bagaimana pandangan akhi ttg hal ini?
lalu bagaimana dengan shaur yang juga diatur dlm ayat tersebut dimana waktunya yaitu fajar saat dimana bintang2 terbenam (QS 52:49, QS 53:1)? dimana selama ini sebagian sdr senantiasa mendahulukan sahur dan shalat subu (fajar) dari waktu yang diterangkan dalam ayat tsb). saya sendiri senantiasa mempraktekkan waktu sahur (haram makan/minum) yaitu setelah shalat subuh/fajar yang kira2 tanda2 alam bisa dilihat sebagimana penjelasan dalam ayat2 tsb. mohon pandangan akhi sekalian
Wassalamunalaikum Wrwb. semoga kebaikan dan keberkahan senantiasa dari Allah diberikan kepada tiap umatNYA yang istiqamah pada petunjukNYA. inshaAllah
Waalaikumsalam. Waktu sahar adalah sebelum fajar.
makasih. wassalamunalaikum
sebaiknya kita belajar bahasa arab dululah….baru nanti mengerti dan paham apa yang dimaksud ayat tersebut….jangan mengambil terjemahan sebagi hukum….
Assalamualaikum Mas
Izin menambahkan
Kebetulan saya juga berpuasa sampai malam, sesuai ayat yang tertulis.
Definisi malam bisa dilihat di :
Adh Dhuha ayat 2
Ath Thaariq ayat 1-3
Terima kasih
Semoga Allah membuka pintu hidayah kita semua
Definisi waktu buka puasa dgn hilangnya warna merah di ufuk timur kurang definite (tdk eksak secara astronomis) karena tergantung kondisi awan. Sekiranya terdapat awan yg menutupi ufuk barat, maka saat matahari terbenam, ufuk timur akan terlihat sudah gelap. Apalagi jika kondisi awan menutup pandangan ke langit dgn lebih luas.
Seingat saya, Syekh Makarim Al-Syirazi berfatwa bhw awal masuk waktu maghrib yg merupakan waktu utk berbuka puasa adalah setelah terbenam matahari; sedangkan hilangnya warna terang / mega merah di ufuk timur adalah dalam rangka ikhtiyath (kehati-hatian).
Pantas saya merasa sangat ragu jika berbuka puasa pada setelah adzan maghrib, yang masih ada cahaya matahari/mega, terima kasih ya allah sudah memberi petunjuk.
saran bagi yang suka memecah belah islam, yang semangat juangnya besar tapi kata-katanya kasar, mohon sholat yg khusyu, baca Al-Fatihah yg serius, karena di surat itu kita dalam sholat minta petunjuk kepada allah, dan inget orang pintar,genius sekalipun bisa tersesat, tp orang yang diberi petunjuklah yang tidak tersesat
Tumben yang komennya adem-adem hehehe. Secara dalil memang lebih kuat dan sederhana dari mazhab Ahlul Bait. Tapi bagusnya, para tasyayu tidak pernah keberatan dengan saudara Sunni untuk membatalkan puasa duluan sesuai dengan mazhabnya. Cakep bener kan kalo begini….
saya bukan ustadz, dan penulis juga bukan ustadz.
mari sama sama tanyakan pada ustadz.
menurut ustadz yg saya tanyakan tentang waktu afdal berbuka puasa.
di jaman rasulullah shalallahu alaihi wasalam juga berbuka itu gak nunggu gelap gulita.
baca riwayat tentang berpuasa saat Nabi dan para sahabat sedang dalam perjalanan,
para sahabat bertanya kenapa berbuka sementara mega belum sore (gelap).
Nabi shalallahu alaihi wasalam menjelaskan dengan menunjuk arah timur sudah gelap, dan arah barat sudah tak terlihat matahari, bisa lihat hadits riwayat Bukhari 4/199, Muslim 1101, Ahmad 4/381, Abu Daud 2352
seperti hadits yg dipakai penulis.
melihat matahari tenggelam itu mudah gak perlu kalkulasi matematika rumit supaya tau matahari sudah sempurna tenggelam atau belum, lihat saja bulatan sinarnya.
jaman dulu orang cuma perlu ketempat tinggi atau perbukitan.
jaman sekarang tinggal naik ke lantai atas.
agama Islam itu agama bagi semua kalangan, dan ia memilih yang mudah utk semua hal. jika semua kalangan pakai kaidah kemudahan ini, istilah Islam rahmat bagi semesta alam itu jadi sangat logis.
saya bukan ahli tafsir, dan penulis juga bukan.
jika menafsirkan hadits tentang ucapan Nabi tenggelam matahari saja sudah sulit / dibikin rumit, bagaimana bisa menafsirkan ayat Al Qur’an.