Turbah adalah lempengan tanah yang dipadatkan dan digunakan oleh pengikut mazhab Syiah ahlulbait ketika sujud saat salat. Turbah berasal dari bahasa Arab yaitu turab, yang berarti debu atau lumpur. Bentuknya bisa bermacam-macam; bulat, kubus, segi delapan atau persegi panjang. Beberapa turbah dihiasi ukiran asma Allah swt., ahlulbait, atau bentuk kubah masjid. 

Beberapa turbah zaman sekarang bisa menampilkan jumlah sujud dan rakaat yang telah dilakukan. Di dalamnya terdapat gerakan mekanik cakram yang memutar kertas bersimbol ketika seseorang sujud. Cakram akan kembali seperti awal ketika salat selesai. Nampaknya turbah ini dibuat untuk membantu orang yang mudah lupa (was-was) dalam jumlah sujud dan rakaat. Berkaitan dengan turbah model seperti itu, Ayatullah Khamenei mengatakan, “Jika ia termasuk benda yang sah dijadikan tempat sujud dan tidak bergerak saat meletakkan dan menekan dahi, maka sujudnya tidak terhalang secara syar’i.”

Mengapa Sujud di Atas Tanah?

Sujud secara bahasa berarti al-khudû’, yakni tunduk atau merendahkan diri. Sedangkan sujud dalam salat bermakna meletakkan dahi di atas tanah. Inilah wujud peribadatan dan “penghinaan” seorang makhluk di hadapan Khalik. Sampai-sampai disebutkan dalam riwayat, “Keadaan paling dekat antara seorang hamba kepada Allah adalah ketika sujud.”

Karenanya menurut saya, salat sejatinya bukanlah bacaan surah yang lama atau sengaja diperlama, tapi adalah sujud yang lama. Kepala atau dahi dilambangkan sebagai bagian yang dimuliakan. Padahal hakikatnya manusia hanya diciptakan dari tanah (turâb, ardh) bahkan tanah hitam. Kesombongan manusia itu dihancurkan dengan menaruh lambang kemuliaan (dahi) ke tempat aslinya (tanah) di hadapan Sang Pencipta.

Sujud dalam Fikih dan Sejarah

Dalam fikih Syiah ahlulbait, sujud di atas tanah merupakan perintah Rasulullah dan para imam ahlulbait a.s. Dalam Fiqh Al-Imâm Ja’far diriwayatkan bahwa seseorang bertanya kepada Imam Ja’far tentang tempat yang boleh dijadikan tempat sujud. Lalu dijawab, “Tidak boleh sujud kecuali di atas ardh (tanah, bumi) atau yang tumbuh di bumi, kecuali yang dimakan atau dipakai.”

Orang itu bertanya apa sebabnya, kemudian Imam menjawab, “Sujud merupakan ketundukan kepada Allah, maka tidaklah layak dilakukan di atas apa yang boleh dimakan dan dipakai, karena anak-anak dunia adalah hamba dari apa yang mereka makan dan mereka pakai, sedangkan sujud adalah dalam rangka beribadah kepada Allah…” Hal ini sesuai dengan perintah Nabi Muhammad sebagaimana yang juga dikabarkan oleh Jabir bin Abdillah dalam Shahîh Al-Bukhârî:

أخبرنا جابر بن عبد الله أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: … جعلت لي الأرض مسجداً وطهوراً

“Dijadikannya tanah (bumi) bagiku sebagai tempat untuk bersujud dan suci.” Artinya tanah bukan saja mensucikan untuk bertayamum tapi juga suci sebagai tempat sujud. Jika seseorang memahami riwayat tersebut bahwa seluruh tanah (bumi) adalah masjid, sementara umat lain mengkhususkan ibadahnya hanya di gereja atau sinagog, juga tidak menyimpang dari makna tersebut karena bumi terdiri dari batuan dan tanah.[*] Karena jika tanah (bumi) itu secara mutlak merupakan tempat sujud bagi orang yang mengerjakan salat, maka lazimnya seluruh tanah itu juga layak untuk dijadikan tempat ibadah.

Jika para ulama fikih Syiah memandang hadis nabi saw. tersebut di atas dan hadis-hadis lainnya dengan penafsiran wajibnya sujud di atas tanah atau sesuatu yang tumbuh dari tanah tetapi tidak dimakan atau dipakai bagi para pengikutnya, maka hal itu tidak bermasalah bagi pengikut ahlusunah yang lebih memilih untuk sujud di atas sajadah atau karpet dan alas lainnya yang merupakan bahan sintetis.

Tapi bagaimana pun kita bisa melihat bahwa dalam segala kondisi nabi saw. selalu sujud di atas tanah. Pernah ketika terjadi hujan di bulan Ramadan, masjid nabi yang beratapkan pelepah kurma menjadi basah. Abu Said Al-Khudri dalam riwayat Bukhari berkata, “Aku melihat dikening dan hidung Rasulullah saw. terdapat bekas lumpur.”

Dalam kondisi panas, beberapa sahabat seperti Jabir bin Abdullah Al-Anshari biasanya  akan menggenggam dan membolak-balikkan kerikil agar dingin sebelum digunakan untuk sujud. Sedangkan beberapa sahabat yang lain mengadu kepada Nabi, tapi tidak ditanggapi.

عن خباب بن الأرت قال شكونا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم شده الرمضاء في جباهنا وأكفنا فلم يشكنا

Khabab bin Al-Arat berkata, “Kami mengadu kepada Rasulullah saw. tentang sangat panasnya dahi kami (saat sujud), tapi beliau tidak menanggapi pengaduan kami.” (HR. Al-Baihaqi). Ibnul Atsir mengomentari hadis tersebut dan terkait kata syakwâ:

إنّهم لمّا شكوا إليه ما يجدون من ذلك لم يفسح لهم أن يسجدوا على طرف ثيابهم

“Ketika itu mereka mengadukan kepada nabi (saw.) apa yang mereka rasakan, tapi beliau tidak memperkenankan mereka untuk bersujud di atas ujung baju mereka.” Penjelasan dalam kitab An-Nihâyah tersebut sangat jelas bahwa Rasulullah saw. tidak mengizinkan para sahabat sujud di atas pakaian (tsiyâb) sekalipun kondisi tanah sangat panas.

Meski demikian ada juga sahabat yang mencari-cari kesempatan untuk sujud di atas kain, tetapi tidak diberi izin oleh Rasulullah saw., sebagaimana juga diriwayatkan dalam Sunan Al-Baihaqî:

عن عياض بن عبد الله القرشي قال رأى رسول الله صلى الله عليه وسلم رجلا يسجد على كور عمامته فأوما بيده ارفع عمامتك وأومأ إلى جبهته

Iyad bin Abdullah Al-Quraisyi berkata, “Rasulullah saw melihat seseorang sujud di atas lilitan serbannya. Maka beliau memberi isyarat dengan tangannya untuk mengangkat serbannya sambil menunjuk pada dahinya.” Jika dipahami bahwa dahi harus mengenai tempat sujud sementara alas sujud terbuat dari kain, misalnya, maka tidak ada bedanya antara membuka atau membiarkan dahi dililit oleh serban. Dapat dipahami bahwa tempat sujud haruslah terbuat dari bahan selain daripada kain serban. Karenanya Rasulullah saw. juga memerintahkan tatrîb, yaitu penaburan debu, sebagaimana terdapat dalam Kanz al-‘Ummâl dan Musnad Ahmad:

روى أبو صالح قال: دخلت على أُمّ سلمة، فدخل عليها ابن أخ لها فصلّى في بيتها ركعتين، فلمّا سجد نفخ التراب، فقالت أُمّ سلمة: ابن أخي لا تنفخ، فإنّي سمعت رسول اللّه (صلى الله عليه وآله وسلم) يقول لغلام له يقال له يسار ونفخ: ترّب وجهك للّه

Abu Shalih meriwayatkan: Saya menemui Ummu Salamah lalu seorang anak saudaranya masuk ke rumah. Ia salat dua rakaat di sana. Ketika bersujud, ia meniup at-turâb (di atas tempat sujudnya). Ummu Salamah berkata, “Anak saudaraku, jangan meniupnya! Sungguh saya mendengar Rasulullah saw. berkata kepada seorang budaknya yang bernama Yasar, “Lekatkanlah wajahmu pada tanah karena Allah.” Selain memerintah, Rasulullah saw. juga melarang seseorang untuk membersihkan dengan cara meniup debu atau tanah yang ada di tempat sujud.

Mungkin karena riwayat di atas dan banyak riwayat lainnya sehingga Imam Syafii dalam Al-Umm mengatakan bahwa seseorang harus sujud di atas tanah:

وَلَوْ سَجَدَ عَلَى رَأْسِهِ ، وَلَمْ يُمِسَّ شَيْئًا مِنْ جَبْهَتِهِ الْأَرْضَ لَمْ يَجْزِهِ السُّجُودُ ، وَإِنْ سَجَدَ عَلَى رَأْسِهِ فَمَاسَّ شَيْئًا مِنْ جَبْهَتِهِ الْأَرْضَ أَجْزَأَهُ السُّجُودُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى ، وَلَوْ سَجَدَ عَلَى جَبْهَتِهِ وَدُونَهَا ثَوْبٌ أَوْ غَيْرُهُ لَمْ يَجْزِهِ السُّجُودُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ جَرِيحًا فَيَكُونُ ذَلِكَ عُذْرًا ، وَلَوْ سَجَدَ عَلَيْهَا وَعَلَيْهَا ثَوْبٌ مُتَخَرِّقٌ فَمَاسَّ شَيْئًا مِنْ جَبْهَتِهِ عَلَى الْأَرْضِ أَجْزَأَهُ ذَلِكَ لِأَنَّهُ سَاجِدٌ وَشَيْءٌ مِنْ جَبْهَتِهِ عَلَى الْأَرْضِ

“Apabila seseorang sujud dan dahinya sama sekali tidak menyentuh tanah, maka sujudnya dianggap tidak sah. Tetapi jika seseorang sujud dan bagian dahinya menyentuh tanah (al-ardh), maka sujudnya dianggap cukup dan sah, insya Allah Taala. Bila ia sujud dan pada dahinya terdapat kain atau selainnya belumlah dinyatakan sah kecuali karena terdapat luka, karena itu adalah uzur. Jika ia sujud dan pada dahinya terdapat kain yang robek sehingga bagian dari dahinya menyentuh tanah maka sah karena ia sujud dengan bagian dari dahinya menyentuh tanah.” (Al-Umm, 1/114)

Artinya, menurut mazhab Imam Syafii seseorang ketika sujud dahinya harus menyentuh tanah (yang oleh sebagian orang diartikan secara umum dengan “bumi”) dan dibolehkan menggunakan kain hanya ketika di dahinya terdapat luka dan harus menyisakan bagian dahi yang terbuku untuk tetap terkena tanah. Tapi apakah orang Syiah protes ketika teman-teman bermazhab Syafii sujud di atas sajadah yang terbuat dari kain sintetis? Lalu kenapa ada yang protes (bahkan menyebutnya bidah) ketika orang Syiah sujud di atas tanah padahal itu sesuai dengan fikih mereka yang diajarkan ahlulbait? Bukankah sujud di atas permadani atau sajadahlah yang merupakan bidah?

Meski demikian Rasulullah saw. memberikan keringanan untuk sujud di atas setiap benda yang tumbuh di atas tanah, jika memang cuaca sangat panas atau sangat dingin. Terkadang digunakanlah tikar dari daun kurma (al-hashîr) atau tikar dari bambu (al-bawârî) dan terkadang karena uzur atau darurat beliau mengizinkan sahabat untuk menarik serbannya. Artinya selama bisa sujud di atas tanah, maka Rasulullah akan melarangnya.

Turbah al-Husain

Sebuah blog menyebut Syiah sebagai penyembah berhala. Hal itu karena mereka tidak memahami dengan benar makna “muslim”. Ketika seseorang bersyahadat dan menjadi muslim, maka yang disembah adalah Allah. Sedangkan syirik adalah menyembah selain Allah. Bagaimana mungkin menjadi musyrik dan menyembah berhala padahal dalam salatnya ia bertakbir, tahmid, tahlil, selawat dan seterusnya? Tentu kalian tidak ingin disebut sebagai penyembah berhala karena sujud di atas kain sajadah, ‘kan?

Turbah hanyalah sebuah lempengan tanah tempat orang-orang Syiah “sujud di atasnya” (masjûd ‘alaih) bukan “sujud kepadanya” (masjûd lahu). Lalu mengapa tanah Karbala atau turbatul Husain yang dipilih?

Pertama, yang diwajibkan adalah sujud di atas tanah atau yang tumbuh dari bumi kecuali yang dapat dimakan atau dipakai. Jadi menurut saya, tidak ada kewajiban untuk sujud di atas tanah Karbala dan sah walau bukan di atas tanah Karbala, karena tidak membuat perbedaan hukumnya apa ia tanah Mekah, Madinah, atau lainnya karena ia semua tanah di bumi. Justru yang jelas berdasarkan sejarah dan riwayat, pada masa awal Islam masjid tidak memiliki permadani atau sajadah seperti yang sekarang. Bisa dikatakan mereka semua sujud di atas tanah, debu, atau kerikil bebatuan. Lalu, bukankah tanah Karbala adalah bagian dari tanah di muka bumi?

Kedua, menjadikan tanah Karbala sebagai turbah tidak berarti tanah Madinah dekat pusara Nabi saw. tidak memiliki keutamaan. Karena masing-masing memiliki keutamaannya sendiri. Syiah maupun ahlusunah mencatat ucapan Rasulullah saw. yang menjelaskan mengenai keutamaan tanah Karbala. Jika dikatakan bahwa sujud di atas tanah Karbala adalah bidah, padahal Rasulullah saw. sujud di atas tanah, adakah ia lebih bidah jika sujud di atas permadani?

Tanah Karbala adalah tempat terbunuhnya cucu Nabi dan keluarganya untuk membela Islam sejati yang hampir musnah. Tanah tersebut telah dibanjiri darah suci para syuhada yang berjuang di jalan Allah.  Kaum Syiah akan terus mengingat perjuangan Imam Husain a.s. Bukankah segala sesuatu yang berkaitan dengan Allah akan memiliki keutamaan? “Kemuliaan suatu tempat terletak pada siapa yang menempatinya,” kata pepatah. Wallahualam.

Catatan:

[*] Lihat definisi ardh (أرض) dalam istilah fikih di Almaany.

36 respons untuk ‘Alasan Penganut Syiah Sujud di Atas Tanah

    1. Orang Sunni menuduh orang Syi’ah menyembah batu. Lalu orang Syi’ah menjawab tuduhan: “kalian juga menyembah tikar mushalla. Apa bedanya sih antara batu dan tikarmushalla?” Kalau kami menaruh tanah Karbala diatas tikar Mushalla adalah berdasarkan hadist Nabi: “Sujud tidak sah, kecuali diatas tanah”.

      Justeru itulah kami mengambil berkah dengan tanah Karbala (tanah tempat Syahidnya Imam Hussein, cucu kesayangan Rasulullah saww, sebagai ketua pemuda di Surga). So secara tidak langsung kami telah menghubungkan sejarah “benang merah” tersebut, hidup subur dikalangan kami pecinta ahlulbayt.

      Darimana munculnya persoalan diatas?

      Dari kelirunya ketika menterjemah kan “a’budu” kepada menyembah”. Arti yang tidak melenceng daripada “a’budu” adalah: “memperhambakan diri, mengikuti atau tundukpatuh”.

      Tidak seorangpun mampu menyembah Allah swt. Jangankan menyembah, melihat saja manusia tidak mampu. Ingatlah peristiwa Nabi Musa as minta Allah memperlihatkan Diri kepadanya. Hal ini dapat disaksikan dalam Qur-an surah al A’raf ayat 143.

      Ketika Nabi masih di Dunia, pernah duduk diatas pasir bersama para sahabat. Beliau membuat sebuah garis lurus dengan ranting yang ada ditangannya. Beliau berkata: “Ini adalah jalanku yang lurus” (Shiratulmustaqim).

      Lalu beliau membuat sebuah garis lagi yang juga lurus tetapi besar dan didalamnya beliau buat garis kecil berkelok-kelok. (Macam dahan petai yang lurus, dililit oleh tumbuhan yang menjalar).

      Kata Rasulullah saww selanjutnya, itu adalah jalan syaithan (memang lurus juga tetapi bagi orang yang benar imannya mampu membedakan dengan jalan yang lurus murni) (Shiratul mustaqim). Sesekali kurva kelihatan muncul atas-bawah, persis macam tumbuhan menjalar, lagi melilit pohon petai.

      Betapa banyak system yang menamakan diri “negara Islam” tetapi sesungguhnya bukan “negara Islam” tetapi negara orang Islam, disebabkan mayoritas penduduknya mengaku beragama Isklam sementara systemnya tidak Islami tetapi itu adalah system “Taghut sekuler”

  1. Syukron atas pencerahannya ya akhi… Saya benar2 bersyukur atas informasi ini… semoga Allah mengampuni kesalahan sholatku slama ini…
    Allahumma sholli ‘alaa Muhammad wa aali Muhammad…

  2. Alhamdulillah, Allohumma shalli ala Muhammad Wa Ala Aali Muhammad, saya juga sependapat bahwa salah satu bentuk kehinaan kita kepada Ilahi, saya juga sujud di atas turbah. Ya akhi, bisakah anda berbagi pengalaman kepada saya, karena pernah ketika shalat di masjid kampus, seorang teman yang iseng memindahkan turbah itu sehingga saya mau tidak mau sujud diatas sajadah… bagaimana kiat yang baik dari anda untuk saya…., terakhir turbah saya dilempar dari lantai empat sehingga jatuh hancur berantakan, padahal itu turbah satu2nya, alhamdulillah ada ikhwan yang mengirimkan dari Surabaya, mohon saran ya akhi…

    1. Antum menggunakan turbah dalam keadaan salat berjemaah dengan ikhwan ahlusunah atau munfarid?

      Kalau pakai turbah malah menimbulkan permusuhan atau perpecahan, sebaiknya dihindari, atau menggantinya dengan sujud di lantai atau tisu. Meskipun sujud di atas sajadah ketika bermakmum dengan teman-teman ahlusunah dengan tujuan persatuan Islam, maka hal itu cukup (fatwa Rahbar)

  3. salam…

    Allahumma Shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad…
    artikel yang mencerahkan…saya masih blon yakin ttg sholat saya, karena selama ini yg saya lakukan dalam sholat selalu sujud di atas punggung kedua tangan saya (blon mempunyai turbah)..mohon kiranya untuk informasi ttg turbah ( penjual turbah ), saya sekarang tinggal di Surabaya…terimakasih, wassalam.

    1. Waalaikassalam.

      Setau saya tidak masalah, tp selama belum ada turbah bisa menggunakan kertas/tisu.

      Saya bukan berasal dari Surabaya jadi belum tahu info tempatnya. Semoga Anda teman yg baca dan memberi tahu. Kalo saya sudah tahu, akan saya update komentar ini. Insya Allah.

    1. Atau di pin BB bani hasyiemi
      2760CA2B

      Allahuma shaali ‘ala muhammad wa Aali Muhammad

  4. salamm…..

    allahuma salhi ala muhamad wa ala ali muhamad.
    terima kasih akhi atas artikel nya ini sangat bermanfaat sekali.

  5. Aduhhhhh, ente belajar bahasa arab aja deh yg bener! G usah kopas sana sini trus dibikin artikel.Bisanya cuma taqqiyah sama subhat aja seh!!!!

  6. Ya udah sis kalo gitu kita nikah mut’ah aja yuk? Saya tunggu ya besok km di metropolitan mall bekasi, dari situ kita langsung check-in di horison. Ntar mas kawinnya saya kasih di dalam kamar ya!!! Btw, dah berapa kali sis nikah mut’ah??

  7. Makin baca tulisan nya orang syiah makin esmosis ya…memutar balikkan kata2….. Hadeeeeh, kalo kayak gini mah kasihan orang2 yang baru belajar islam atau pemahamannya minim…Jadi bisa menyesatkan…,,Sudahlah,..STOP BER TAKIYAH..!!!!!

  8. Sujud itu diatas 7 anggota badan, salah satunya adalah dahi…. kalo hanya berdasarkan analogi dan hadis yg dhaif seperti artikel di atas… maka seorang perempuan yang sedang shalat juga harus membuat lubang di baju shalatnya di bagian lutut,karena lutut termasuk anggota sujud (masak anda sujud dgn dahi thok…) dan turbahnya tidak cukup satu, tapi ada 7… yg bener aja… aneeehhh pemahaman syiah ini…

    1. Sujud di atas 7 anggota badan? Ummu lucu deh 😉

      Jangan aplikasikan pemahaman fikih mazhab Anda dengan pemahaman fikih mazhab yang lain. Lagi pula tidak ada yang mengatakan bahwa seluruh anggota tubuh saat sujud harus mengenai tanah.

  9. وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آَيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

    Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.Qs.3:103

  10. Memang nabi pernah sujud diatas turbah karbala?
    Syia’h dan Sunni masuknya bareng ke Indonesia, tapi ada yg laku dan ada yg nggak laku.

  11. (untuk ahmed ahsan)
    assalammualaikum
    sungguh TIDAK nyambung sekali argument saudara,jelas tidak memahami cerita,korban demokrasi laku dan tidak laku. saya disini lahir dikeluarga sunni dan kakek saya keturunan arab yaman.untuk saat ini saya melihat ajaran Syiah paling rasional dan saya Mecintai Ahlul bait Insya allah.

  12. Assalammualikum Ali Reza
    Bagaimana pendapat saudara dengan artikel yang di posting oleh saudara HARRY.
    ini bukan masalah hati menyangkut kecintaan kita bersama terhadap nabi muhammad saw dan ahlul bait.
    ini masalah fiqih dalam mazhab nya. terimakasih

    1. kalau maunya “Lakum dinukum waliyadin” .. berarti agama kita berbeda
      kalau maunya “Ukhuwah Islamiyah”.. berarti agama kita sama

  13. Kalau mau komentar tuh silahkan baca uraiannya dulu sampai tuntas… bila dirasa kurang jelas boleh tanya kpd yg buat uraian…
    Tdk mesti melawan nabrak-nabrak…
    Spy tdk aneh komentnya… jd terlihat lucu…
    Td dijelaskan nabi menganjurkan sujud diatas tanah… titik..
    Tanah Karbala, tanah Mekah, tanah Indonesia… atau bagian dr tumbuhan atau bagaian benda dr tumbuhan yg tdk dimakan… titik…
    Dan kita manusia yg berfikir… jabarkan…!!
    Ada sehabat yg mengeluh kepada Nabi panasnya tanah ketika sujud, nabi tfk fi haeil artinya sdh mutlak…tdk ada toleran… hrs diatas tanah…
    Jd kita mesti memahami ats sikap Nabi yg saklek tersebut dlm hal bersujud..

  14. Laknatullah syiah ,ingat kata nabi ada dmn masanya orang yg membnci sahabat2 ku, janganlah ada diantara kalian menshatkannya,shalat bersamanya,dan dan duduk disampingnya dan hak hak nya sbg muslim tlh gugur untuknya.

Komentar Anda?

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.