Bicara soal nama Umayyah dan Hasyim tidak bisa dipisahkan dari sejarah kenabian dan keislaman. Untuk menyikapinya, kita harus runut dari awal. Rasulullah saw. mempunyai garis nasab sebagai berikut: Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab. Selain Hasyim, Abdu Manaf memiliki tiga putera lainnya: Muthalib, Naufal dan Abdu Syams.

Saat berdagang, Hasyim meninggal dunia. Putranya ditinggalkan bersama kafilah. Muthalib, saudara lelaki Hasyim, pergi menjemput keponakannya dan membawanya tinggal bersama anak-anaknya sendiri. Kemudian putra Hasyim ini dikenal dengan nama Abdul Muthalib. Keturunan Hasyim melalui Abdul Muthalib disebut Hasyimiah. Abdul Muthalib memiliki beberapa putra dari istri berbeda, di antaranya: Abdullah (ayah Nabi Muhammad), Abu Thalib (ayah Ali bin Abi Thalib) dan Hamzah (pemimpin para syahid di masanya).

Di sisi keluarga yang lain, suatu ketika Abdu Manaf membeli dan memberikan seorang sahaya bernama Umayyah kepada Abdu Syams, saudara Hasyim. Umayyah, yang penyembah berhala sejak lahirnya, menghabiskan masa kecilnya di tengah masyarakat Kristiani Romawi. Tuannya, Abdu Syams, karena menyukainya, menjadikannya sebagai anak angkat. Sebelum meninggal, Abdu Manaf menyerahkan tanggung jawab istimewanya, yaitu mengurus dan memelihara Kakbah, kepada Hasyim yang dikenal memiliki karakter mulia.

Namun putera angkat dari Abdu Syams yang bernama Umayyah tidak senang jika kekuasaan turun kepada Hasyim. Melalui sidang kekeluargaan, Umayyah mencoba menyingkirkan Hasyim, namun tidak mendapatkan persetujuan banyak pihak. Akhirnya masalah itu dibawa kehadapan hakim. Sayangnya hakim tersebut justru memutuskan kebenaran berada di pihak Hasyim. Maka jatuhlah keputusan hakim untuk menempatkan Umayyah keluar dari Mekkah selama 20 tahun untuk selanjutnya pergi Syam. Inilah awal dari permusuhan klan Bani Umayyah terhadap Bani Hasyim.

Sejarawan asal Irak, Al-Amini, penulis Al-Ghadîr dan peneliti Iran, Imad Zadeh, memaparkan riwayat dari Ibnu Atsir dan lainnya mengenai Abdu Syams dan Hasyim yang merupakan putra kembar Abdu Manaf yang lahir dengan punggung menyatu, kemudian dipisahkan dengan menunggunakan sebilah pisau. Seorang peramal nasib pada masa itu meramalkan akan terjadi permusuhan abadi antara keturunan dua putra kembar ini.

Kebencian dan pemusuhan antara kedua klan ini semakin kuat. Bani Hasyim memegang amanat sebagai pengawas dan pemelihara Rumah Suci Allah, Kakbah, sebuah posisi yang terhormat dan sangat diinginkan orang-orang, tidak terkecuali Bani Umayyah. Karakter murah hati Bani Hasyim tak memungkinkannya menimbun kekayaan, sedangkan egoisme dan kekikiran Bani Umayyah memberikan jalan baginya untuk menimbun kekayaan.

Api kedengkian Umayyah semakin besar ketika Abdul Muthalib, putra Hasyim, secara menakjubkan menemukan sumber air alami Zamzam yang tersembunyi dan tak pernah diketahui oleh siapapun selama berabad-abad. Penemuan ini menambah rasa hormat dan takzim orang di Jazirah Arab kepada Abdul Muthalib sebagai keturunan Ismail dan menambah kebencian Bani Umayyah.

Abdul Muthalib hanya menyembah Allah dan selalu menerima kehendak Allah tanpa protes. Kualitas imannya kepada Allah terlihat dengan segera dikabulkannya doa-doa yang dipanjatkan kepada-Nya, ketika pangeran Kristiani Abissinia sampai di derah pinggiran kota Mekkah bersama pasukan besar berkendara gajah yang hendak menghancurkan Kakbah. Sejarah mencatat peristiwa ini dalam surah al-Fîl.

Perseteruan keduanya belum juga berakhir hingga munculnya Nabi Terakhir, Muhammad bin Abdullah, yang merupakan bagian keluarga Bani Hasyim. Justru, “pengakuan” diri Muhammad sebagai utusan Allah, membuat Bani Umayyah semakin benci, karena hal itu berarti mereka harus tunduk dan mengikuti ajaran Muhammad.

Kisah-kisah teladan Nabi dalam menyampaikan risalah agama sudah sering kita dengar. Namun ada beberapa kejadian lain yang menimpa Nabi dan Bani Hasyim—mulai dari fisik hingga psikis—yang jarang kita dengar. Kita bisa memulainya dari isolasi atau embargo terhadap klan Bani Hasyim di lembah (syi’ib) Abu Thalib. Tidak boleh menikah, tidak boleh jual-beli, juga tidak boleh keluar lembah selama tiga tahun!

Cobaan psikis lain adalah riwayat-riwayat yang menyatakan bahwa Nabi bermuka masam, juga orang tua Nabi dan paman Nabi, yang menjaga dan melindungi Nabi berada di neraka. “Dosa” kedua orang tua Nabi adalah karena mereka orang tua Nabi, dan “dosa” Abu Thalib adalah karena ia ayah dari Ali.

Sebagai tambahan, Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib atau dikenal sebagai Ali Zainal Abidin pernah mendengar orang-orang mengatakan bahwa Abu Thalib adalah kafir. Dalam dadanya terdapat kesedihan dan jeritan bahwa kakeknya dianggap kafir, lalu mengatakan, “Sungguh aneh, sangat aneh. Apakah mereka mencela Abu Thalib ataukah Rasul? Allah telah melarang Rasul membiarkan perempuan mukmin tinggal bersama lelaki kafir dalam banyak ayat Alquran. Tidak seorang pun meragukan bahwa Fatimah binti Asad (istri Abu Thalib) adalah perempuan mukmin terdahulu…”

Imam Zainal Abidin ingin mengatakan bahwa jika Abu Thalib kafir maka tidak mungkin Rasul melawan perintah Allah dengan membiarkan istri Abu Thalib yang mukmin bersama Abu Thalib.

“Dosa” Abu Thalib adalah karena ia ayah dari Ali. Mengapa Ali? Ali, telah membunuh banyak musuh Islam yang terdiri dari pembesar Quraisy di Perang Badr, sekitar 24-36 orang. Di Perang Uhud, ketika para sahabat melarikan diri, Ali tetap setia berada di sisi Nabi. Begitu juga peran Ali di Perang Khandaq dan Perang Ahzab. Di Perang Hunain, ketika sebagian sahabat lari, Ali membunuh sekitar 40 musyrikin. Begitu seterusnya kisah Ali membunuh kaum musyrik.

Setelah apa yang diperbuat Ali, mungkinkah ia menjadi khalifah pengganti Nabi dan “pemimpin” bagi daerah Hijaz? Ali Syariati mengatakan, “Ali adalah ‘korban’ karena kekerabatannya dengan Rasulullah, karena hubungan kesukuan lebih kuat dibanding hubungan keislaman. Mereka masih tetap hidup dalam kesukuan dan tidak mungkin tahan menyaksikan kenabian dan kepemimpinan berada dalam Bani Hasyim.”

Setelah Ali, siapa lagi? Isterinya, Fatimah mengalami ujian berat. Warisan dari ayahnya direbut oleh penguasa dan bahkan rumahnya dikepung hanya agar ia dan keluarganya mengakui penguasa saat itu. Puteranya yang pertama, Hasan menerima stigma buruk oleh musuh Bani Hasyim sebagai orang lemah dan suka berganti istri. Kapan puncak ujian bagi Bani Hasyim?

Karbala; Ajang Balas Dendam

Puncak dari segala kebencian Bani Umayyah kepada Bani Hasyim ditumpahkan pada bulan Muharam. Peristiwa Karbala menjadi ajang balas dendam keluarga Umayyah yang diwakili oleh Yazid bin Muawiyah kepada Imam Husain bin Ali, tidak hanya sebagai cucu Nabi, tapi juga sebagai keturunan Hasyimiah. Salah satu tema besar yang diangkat oleh Yazid adalah dendam atas terbunuhnya leluhur Yazid.

Dendam ini telah tertanam dalam hati para pembesar Umayyah yang tidak bisa ditembus oleh cahaya agama Allah. Imam Husain selalu berusaha mencari jalan agar para musuhnya sadar atas apa yang akan mereka perbuat. Beliau berkata, “Celakalah kalian, atas dasar apa kalian memerangiku? Apakah karena aku mencampakkan kebenaran? Atau karena aku merubah syariat Allah dan meninggalkan sunah?”

Panglima perang Yazid menjawab dengan kalimat yang pasti atas kebenciannya kepada Hasyimiah, “Kami memerangimu karena kebencian kami kepada ayahmu (Ali bin Abi Thalib) dan atas apa yang telah dia perbuat terhadap kakek-kakek kami di Badr dan Hunain!”

Tidak ada jalan lagi. Nasihat sudah tidak mampu merubah niat mereka. Imam pun berteriak, “Aku adalah putra Ali dari keluarga Hasyim. Cukuplah ini sebagai kebanggaanku. Kakekku, Rasulullah, adalah manusia paling mulia di muka bumi. Kami (ahlulbait) adalah pelita Allah di kegelapan dunia. Fatimah ibuku adalah putera Ahmad. Pamanku, Ja’far, dikenal sebagai pemilik sayap di surga. Pada kamilah Alquran diturunkan. Kami adalah sumber kemuliaan wahyu dan petunjuk Ilahi. Kami ahlulbait adalah bahtera keamanan bagi para penduduk bumi. Kami memberitahukan ini kepada umat manusia dalam setiap keadaan. Di hari kiamat, pengikut kami adalah sebaik-baiknya pengikut. Para pembenci kami adalah orang yang paling merugi…”

Panglima perang berusaha membangkitkan semangat anak buahnya dengan berkata, “Celakalah kalian, tahukah kalian siapa yang kalian perangi? Ini adalah anak Ali bin Abi Thalib, pembunuh orang-orang Arab. Serang dia dari berbagai arah!” Pembantaian pun terjadi hingga akhirnya tawanan Bani Hasyim sampai di istana Yazid.

Yazid berdiri di hadapan Zainab binti Ali bin Abi Thalib dan berkata, “Andai nenek moyangku (yang terbunuh) di Badr menyaksikan pembalasan sebagaimana terhadap suku Khazraj dari pukulan-pukulan pedang. Niscaya nenek moyangku akan menyambut peristiwa Karbala dengan gembira sambil berkata, ‘Rahmat atasmu, wahai Yazid.’ Sebab kita telah berhasil membunuh salah satu tokoh dari pemimpin mereka, sehingga kita sandingkan hal itu sebagai bentuk pembalasan atas tragedi di Badr, maka hal itu akan menjadi impas. Sungguh Bani Hasyim telah dipermainkan oleh kekuasaan yang ada, tanpa hadis dari Nabi atau wahyu yang turun. Kemudian engkau berharap agar Husain tak terbunuh?”

Kalimat terakhir yang diucapkan Yazid tersebut menunjukkan bahwa dia tidak meyakini akan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan hadis-hadis yang diucapkan beliau saw. Lalu Sayidah Zainab menimpali, “Bagaimana kami dapat berharap al-Husain tak terbunuh dihadapan cucu seseorang yang telah memakan hati Hamzah? Bagaimana kami dapat menyimpan harapan terhadap seseorang yang kebencian dan kedengkiannya pada kami telah membusuk dan memenuhi hatinya. Mereka yang selalu memandang kami dengan penuh kebencian dan permusuhan.” Sebagaimana kita tahu, pemakin hati dari Sayidina Hamzah bin Abdul Muthalib adalah Hindun isteri Abu Sufyan, nenek daripada Yazid.

Yazid pun menjawab, “Pembantaian di Perang Badr telah terbalas di Karbala.”

Ini merupakan klimaksnya. Tidak cukup Abu Thalib dicap sebagai kafir dengan riwayat murahan, keturunan Abu Thalib juga dibantai. Siapa saja korban Karbala? Beberapa di antaranya; Abu Bakar bin Ali bin Abi Thalib; Ja’far bin Ali bin Abi Thalib; Ja’far bin Aqil bin Abi Thalib; Abbas bin Ali bin Abi Thalib; Abdullah bin Husain bin Ali bin Abi Thalib; Abdullah bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib; Abdullah bin Muslim bin Aqil bin Abi Thalib; Abdurrahman bin Aqil bin Abi Thalib; Utsman bin Ali bin Abi Thalib; dan tentu saja hampir seluruh keluarga Imam Husain dan Bani Hasyim.

Antiklimaksnya, pada zaman dinasti Umayyah, Ali bin Abi Thalib dan isterinya dicaci maki di mimbar ulama murahan. Pecintanya dan pengikutnya dikejar-kejar dan dibunuh. Hingga sekarang, mereka yang menganggap Abu Thalib sebagai mukmin dan menganggap puteranya, Ali, sebagai imam juga dianggap sebagai sesat dan kafir. Wallahualam.

Catatan: Selesai pada tanggal 6 Muharram 1430 H – 3 Januari 2009 M

30 respons untuk ‘Menyikapi Fakta Sejarah Rivalitas Bani Umayyah versus Bani Hasyim

  1. Hiks, jadi sedih mengenang kekejaman yg menimpa Hasyimi.. Laknat Allah buat bani umayyah ..

  2. Assalamu’alaikum Wr. Wb.
    Saudara Ali Reza yang saya hormati, saya hargai tulisan Anda. Sebagaimana saya juga memahami minimnya referensi yang Anda gunakan dalam tulisan Anda di atas.
    Sebelumnya, izinkan saya untuk mengoreksinya. Mohon maaf, jika saya sudah lancang. Saya ingin Anda lebih adil dalam menulis dan memberikan opini.
    Perseteruan antara Bani Hasyim dan Bani Umayyah memang sudah terjadi sebelum Nabi Muhammad SAW. diutus sebagai Nabi dan Rasul Allah. Namun bukan berarti ketika beliau diutus sebagai Nabi dan Rasul semua anggota Bani Hasyim mempercayai dan beriman kepada beliau, ada di antara mereka yang mengingkari kenabian beliau, salah satunya adalah paman beliau sendiri, Abu Lahab bin Abdul Muththalib bin Hasyim. Dan bukan berarti semua anggota Bani Umayyah membenci dan memusuhi beliau, ada beberapa orang anggota Bani Umayyah yang beriman kepada beliau, salah satunya adalah Utsman bin ‘Affan bin Abul ‘Ash bin Umayyah, salah seorang sahabat kesayangan Nabi Muhammad SAW., menantu beliau dan salah satu anggota dari Khulafa’ Ar-Rasyidin.
    Dalam hal ini, saya tidak bermaksud memojokkan Bani Hasyim dan membela Bani Umayyah. Yang salah harus tetap diingkari, dan yang benar harus dibela.
    Namun, saya ingin Anda berlaku adil dalam menuls dan memberikan opini. Jangan Anda menganggap semua anggota Bani Hasyim itu sama, dan begitu juga sebaliknya. Sekali lagi, saya tidak bermaksud memojokan Bani Hasyim dan membela Bani Umayyah. Namun, ada beberapa orang di antara mereka yang harus dikecualikan. Di kalangan Bani Hasyim ada Abu Lahab bin Abdul Muththalib bin Hasyim yang tidak beriman kepada Rasulullah SAW, bahkan memusuhi beliau. Kecelakaannya diabadikan oleh Allah SWT. dalam Surah Al-Lahab. Di kalangan Bani Umayyah ada beberapa orang shaleh yang beriman kepada beliau. Di antara mereka adalah Utsman bin Affan bin Abul Ash bin Umayyah, shahabat tercinta Rasulullah, dan mendapat gelar Dzun-Nurain, yang artinya mempunyai dua cahaya, karena dia menikahi dua orang putri Rasululllah, Ruqayyah binti Muhammad dan Ummu Kultsum binti Muhammad. Jika seseorang dianggap jelek oleh Rasulullah, bagaimana bisa dia menikahkan dua orang putri beliau kepada orrang tersebut? Selain Ustman bin Affan, ada Mu’awiyyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah. Shahabat Rasululllah pencatat wahyu, walaupun dia baru masuk Islam pada saat penaklukkan kota Mekkah, yang namanya shahabat tetaplah shahabat. Selain itu, dalam pemerintahan Bani Umayyah, ada salah satu khalifahnya yang terkenal keshalehannya dan rasa takutnya kepada Allah SWT., dialah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin al-Hakam bin Abul Ash bin Umayyah.
    Oleh karena itu, saudara Ali Reza yang saya hormati, jika Anda membenci Bani Umayyah, bencilah anggota Bani Umayyah yang membenci Islam dan mencoreng nama Islam. Jika Anda membenci Yazid bin Mu’awiyah, bencilah ia, karena pembunuhan terhadap nyawa orang Muslim tanpa penyesalan dan taubat merupakan dosa besar, terlebih pembunuhan terhadap cucu Rasulullah, makhluk paling mulia. Janganlah Anda membenci ayah, kakek dan neneknya. Karena, walaupun mereka telah melakukukan kejahatan terhadap Islam di masa lalu, namun mereka telah menghapus kejahatan mereka dengan keislaman di hadapan Rasulullah, dan beliau tidak dendam kepada mereka. Ingat, jangan menghukumi baik dan buruk terhadap seseorang hanya karena seseorang tersebut anggota dari kabilah tertentu. Jangan menghukumi baik dan buruk seseorang berdasarkan keturunan, Islam tidak pernah mengajarkan diskriminasi. Dalam Islam, menilai seseorang bukan dilihat dari keturunannya, melainkan dari tingkat ketakwaannya kepada Allah SWT.
    Sekali lagi, saya mohon maaf jika ada yang salah. Pendapat saya ini hanya berdasarkan beberapa riwayat dalam kitab-kitab sirah dan tarikh.

    Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

    1. Waalaikumsalam Wr. Wb.

      Terima kasih. Saya sepenuhnya sependapat bahwa kita tidak dibenarkan menaruh kebencian atas dasar kesukuan. Kalau kita sampai menganggap perjuangan Rasulullah, Hamzah, Ali, Hasan, Husain atas dasar kesukuan, malah kita yang merendahkan mereka. Di antara poin yang disampaikan adalah, justru, kebencian Bani Umayyah kepada Bani Hasyim didasari oleh kesukuan sebagaimana tercatat dalam kitab-kitab sirah dan tarikh. Mereka dendam karena nenek moyang mereka pada awal Islam terbunuh.

      Begitu pula, ketika seseorang mengkritik Muawiyah atau Abu Sufyan atau siapapun, itupun tidak boleh didasari atas kesukuan, tapi memang fakta yang ditulis oleh sejarah. Ketika saya menulis referensi terbatas, bukan berarti tidak merujuk pada kitab sejarah. Insya Allah dalam artikel lain akan dilengkapi.

  3. Yah, terima kasih atas tanggapannya. Tidak dapat dipungkiri lagi, kebencian Bani Umayyah kepada Bani Hasyim memang karena masalah klan, karena memang sejarah berkata demikian. Tetapi sejarah juga mencatat bahwa tidak semua anggota Bani Umayyah dan Bani Hasyim saling memusuhi, ada sebagian di antara mereka yang saling mendukung, bahkan terjadi hubungan perkawinan. Dalam hal ini ada Utsman bin Affan yang menikah dengan dua orang putri Rasulullah, kemudian Ummu Habibah binti Abu Sufyan yang diperistri Rasulullah SAW. Jadi kebencian Bani Umayyah terhadap Bani Hasyim hanya sebagian anggotanya saja.
    Kemudian ada satu hal yang saya belum ketahui dan perlu saya tanyakan kepada Sayyid Ali Reza, sumber dari mana yang mengatakan bahwa Umayyah adalah anak angkat Abdu Syams bin Abdu Manaf, bukan anak kandung? Karena yang saya ketahui dari sumber-sumber yang saya baca Umayyah disebutkan sebagai Umayyah bin Abdu Syams.
    Terima kasih.

    1. Beberapa literatur menyebutkan bahwa Umayyah merupakan anak angkat dari budak Romawi, seperti dalam الاستغاثة (j. 1, h. 76) dan جواهر التاريخ (j. 2, h. 82). Adat pada masa jahiliah, anak angkat dianggap anak sendiri dan dinisbatkan kepada orang tua angkat. Disebutkan, karena fisiknya yang berbeda dengan orang Arab (rambut coklat pirang, mata cerah) membuat Abdu Syams tertarik membelinya.

      Ada beberapa buku menyebutkan bahwa faktor genetik berpengaruh kepada watak seseorang (jika orang tua buruk ada pengaruh membentuk kepribadian buruk kepada anak). Tapi mungkin pada tulisan yang lain, insya Allah, dan tulisan di atas juga akan lebih diperdalam.

      Untuk lebih dalam tentang perselisihan Bani Hasyim dan Bani Umayyah lihat النزاع والتخاصم بين بني أمية وبني هاشم karya Taqiuddin Ahmad Al-Maqrizi Asy-Syafii. Terima kasih.

  4. Yah, terima kasih atas info-infonya. Riwayat tersebut mungkin ada benarnya. Jika memang begitu, dengan demikian maka sesungguhnya Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah, Utsman bin Affan, Mu’awiyah bin Abu Sufyan, Abdul Malik bin Marwan, Umar bin Abdul Aziz dan semua anggota Bani Umayyah dan keturunan mereka pada hakekatnya mereka semua bukan termasuk Bangsa Quraisy, dan lebih jauh lagi bisa dikatakan mereka bukan Bangsa Arab karena nenek moyang mereka sesungguhnya hanya seorang budak Romawi. Wallaahu A’lam…

  5. dan menurut mas Reza, keturunan siapa yang masih memusuhi orang2 yang masih mencintai Rasulullah beserta keluarganya dan pengikut setia nya. ? sampai sekarang, Makam2 di bongkar, sejarah di kangkangi,….?

  6. terlepas dari itu semua sampai sekarang pun jika masih ada keturunan bani hasyim akan di habisi oleh bani umayah, contoh coba lihat susunan Al Quran sampai sekarang siapa yang buat??? karena dibalik itu semua ada yg disembunyikan oleh bani umayah ttg Islam ini

  7. Dendam ini telah tertanam dalam hati para pembesar Umayyah yang tidak bisa ditembus oleh cahaya agama Allah. Imam Husain selalu berusaha mencari jalan agar para musuhnya sadar atas apa yang akan mereka perbuat. Beliau berkata, “Celakalah kalian, atas dasar apa kalian memerangiku? Apakah karena aku mencampakkan kebenaran? Atau karena aku merubah syariat Allah dan meninggalkan sunah?”

    Panglima perang Yazid menjawab dengan kalimat yang pasti atas kebenciannya kepada Hasyimiah, “Kami memerangimu karena kebencian kami kepada ayahmu (Ali bin Abi Thalib) dan atas apa yang telah dia perbuat terhadap kakek-kakek kami di Badr dan Hunain!”

    Tidak ada jalan lagi. Nasihat sudah tidak mampu merubah niat mereka. Imam pun berteriak, “Aku adalah putra Ali dari keluarga Hasyim. Cukuplah ini sebagai kebanggaanku. Kakekku, Rasulullah, adalah manusia paling mulia di muka bumi. Kami (ahlulbait) adalah pelita Allah di kegelapan dunia. Fatimah ibuku adalah putera Ahmad. Pamanku, Ja’far, dikenal sebagai pemilik sayap di surga. Pada kamilah Alquran diturunkan. Kami adalah sumber kemuliaan wahyu dan petunjuk Ilahi. Kami ahlulbait adalah bahtera keamanan bagi para penduduk bumi. Kami memberitahukan ini kepada umat manusia dalam setiap keadaan. Di hari kiamat, pengikut kami adalah sebaik-baiknya pengikut. Para pembenci kami adalah orang yang paling merugi…”

    Panglima perang berusaha membangkitkan semangat anak buahnya dengan berkata, “Celakalah kalian, tahukah kalian siapa yang kalian perangi? Ini adalah anak Ali bin Abi Thalib, pembunuh orang-orang Arab. Serang dia dari berbagai arah!” Pembantaian pun terjadi hingga akhirnya tawanan Bani Hasyim sampai di istana Yazid.

    Yazid berdiri di hadapan Zainab binti Ali bin Abi Thalib dan berkata, “Andai nenek moyangku (yang terbunuh) di Badr menyaksikan pembalasan sebagaimana terhadap suku Khazraj dari pukulan-pukulan pedang. Niscaya nenek moyangku akan menyambut peristiwa Karbala dengan gembira sambil berkata, ‘Rahmat atasmu, wahai Yazid.’ Sebab kita telah berhasil membunuh salah satu tokoh dari pemimpin mereka, sehingga kita sandingkan hal itu sebagai bentuk pembalasan atas tragedi di Badr, maka hal itu akan menjadi impas. Sungguh Bani Hasyim telah dipermainkan oleh kekuasaan yang ada, tanpa hadis dari Nabi atau wahyu yang turun. Kemudian engkau berharap agar Husain tak terbunuh?”

    (Bapak penulis, saya meminta rujukan dari ucapan-ucapan diatas. Tercantum di buku mana?)

    1. نقاتلك بغضا منا لأبيك! وما فعل بأشياخنا يوم بدر وحنين

      مقتل الحسين ومصرع أهل بيته: الصفحة ١٣٢

      هذا ابن قتال العرب فاحملوا عليه من كل جانب

      مناقب آل أبي طالب: ج ٣, الصفحة ٢٥٨

      لَعِبَتْ هاشمُ بالملكِ فلا, خبرٌ جاء ولا وَحْىٌ نَزَلْ

      تاريخ الطبري : ٨/١٨٧ ـ ١٨٨

  8. bagi yg berakal, cukup sikap para ahlul bait thd sahabat Rasul dan bani umayah yg menjadi jawaban buat peran antagonis yg di tampilkan dalam buku buku rafidy seperti artikel diatas,
    diantara nya adalah perkawinan keluarga Rasul Saw dg sahabat dan turunan mrk.

    1. Ummu Kultsum putri Ali bin Abi Thalib, dari ibu Fatimah bintu Rasulullah
    shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ummu Kultsum dinikahi oleh Umar bin Khatab
    2 .pernikahan Fatimah binti Ali dengan al-Mundzir bin Ubaidah bin Zubair bin
    Awam (cucu zubeir bin awam)
    3. pernikahan Ramlah bintu Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin arwan
    bin Hakam dari bani Umayah..
    4. Pernikahan Sukainah binti Husain dengan Mus’ab bin Zubair:
    Sukainah adalah putri Husain bin Ali dari istri Rabab bintu Umru’ al-Qois
    al-Kalbiyah. Beliau dinikahi Mus’ab bin Zubair dan melahirkan Fatimah.
    Kemudian Mus’ab dibunuh oleh penduduk Kufah (Irak).
    Sukainah binti Husein pernah mengatakan kepada penduduk Kufah,

    يتمتموني صغيرة وأيمموني كبيرة، قتلتم جدي وأبي وعمي وأخوتي وزوجي

    “Kalian membuatku yatim ketika aku kecil, dan kalian membuatku janda ketika sudah besar. Kalian membunuh kakekku, ayahku, pamanku, saudara-saudaraku, dan suamiku.”

    Kakeknya (Ali bin Abi Thalib) dibunuh orang Kufah
    Ayahnya (Husain bin Ali) dibunuh di Karbala oleh orang kufah.
    wow….penduduk kufah yg baik hati thd ahlul bait ?
    Setelah suami pertama meninggal, beliau menikah dengan Abdullah bin Utsman. Setelah Abdulah bin Utsman meninggal, beliau menikah dengan Zaid bin Umar bin Utsman (cucu Utsman bin Affan). (Al-Muntaqa min an-Nasab, hlm. 57).

    5.. pernikahan Fatimah bintu Husain dengan Abdullah bin Amr bin Utsman
    bin Affan.dan melahirkan anak Muhammad ad-Dibaj, al-Qosim, dan
    Ruqayah.
    6. Ja’far as-Shodiq adalah putra dari Muhammad al-Baqir. Muhammad
    al-Baqir merupakan imam kelima dan Ja’far merupakan imam ke-6,
    menurut syiah. Beliau hidup sezaman dengan Imam Malik. Siapakah
    orang tua Ja’far?
    Jalur Ayah beliau keturunan Ali bin Abi Thalib: Muhammad al-Baqir bin
    Ali Zainul Abidin bin Husain bin Ali.

    Kakek dan nenek beliau dari jalur ibu, keduanya adalah cucu Abu Bakr
    as-Shidiq radhiyallahu ‘anhu. Ada satu ungkapan beliau yang sangat
    terkenal,
    “Abu Bakr melahirkanku dua kali.” (al-Muntaqa min an-Nasab, hlm. 61)

    7. , pernikahan Ali ar-Ridha dengan Ummu habib, putri khalifah al-Makmun
    bin Harun ar-Rasyid.

    pasti masih banyak lagi cerita fiksi yg berisi kebencian thdp semua sahabat Rasul bahkan thd istri istri Rasul saw. dlm khazanah syiah.

    atau mungkin ada juga riwayat ttg putra putri imam imam ahlulbait yg berkawin dg tokoh tokoh syiah dimasa itu,…monggo di tampilin mas tuk menambah khaazanah dan wawasan akan sejarah para imam bagi pengikut syiah masa kini dan masa datang

    1. Sebagaimana pengunjung bisa membaca kronologi tulisan dan komentar adalah benar bahwa tidak semua manusia dari Bani Umayyah memiliki permusuhan mendalam terhadap Bani Hasyim, sebagaimana sejarah mencatat tidak semuanya adalah romantis.

      Baca komentar Zainab binti Ali terhadap penduduk Kufah di sini. Orang yang bukan pengikut Syiah, jahil tentang Syiah, sama sekali tidak tahu tentang Syiah, akan mengatakan bahwa seluruh makhluk di Kufah adalah pengikut Syiah 🙂

  9. Tahukah Anda siapa itu Syits bin Rab’i? Dia adalah seorang Syiah tulen, pernah menjadi duta Ali radhiyallahu anhu di dalam peperangan Shiffin, dan senantiasa bersama Husain radhiyallahu ‘anhu.
    Dialah juga yang menjemput Husain radhiyallahu anhu ke Kufah untuk mencetuskan pemberontakan terhadap pemerintahan pimpinan Yazid, tetapi apakah yang telah dilakukan olehnya?
    Sejarah memaparkan bahwa dialah yang mengepalai 4.000 orang bala tentara untuk menentang Husain radhiyallahu anhu, dan dialah orang yang mula-mula turun dari kudanya untuk memenggal kepala Husain radhiyallahu anhu. (Jilaau al-Uyun dan Khulashatu al-Mashaaib, hal. 37).

    Lihatlah pula kepada Qais bin Asy’ats, , yang tidak diragukan tentang Syiahnya tetapi apa kata sejarah tentangnya? Bukankah sejarah menjelaskan kepada kita bahwa itulah orang yang merampas selimut Husain radhiyallahu anhu dari tubuhnya selepas pertempuran? (Khulashatu Al Mashaaib, halaman 192).

    apa kata Husein Ra, pada mrk2 itu ?
    Husain radhiyallahu anhu berkata dengan menujukan kata-katanya kepada orang- orang Syiah Kufah yang saat itu tengah siaga bertempur melawan beliau,

    “Wahai orang-orang yang curang, zalim, dan pengkhianat! Kamu telah menjemput kami untuk membela kamu di waktu kesempitan, tetapi ketika kami datang untuk memimpin dan membela kamu dengan menaruh kepercayaan kepadamu, maka sekarang kamu justru menghunuskan pedang dendammu kepada kami dan kamu membantu musuh-musuh di dalam menentang kami.” (Jilaau al-Uyun, halaman 391).

    Beliau juga berkata kepada Syiahnya, “Binasalah kamu! Bagaimana mungkin kamu menghunuskan pedang dendammu dari sarung-sarungnya tanpa adanya permusuhan dan perselisihan yang ada di antara kamu dengan kami? Mengapa kamu akan membunuh Ahlul Bait tanpa adanya sebab?” (Jilaau al-Uyun, halaman 391).

  10. Blog orang syi’ah goblok, menulis tanpa referensi dan tanpa akal sehat

    Sayyidina Utsman bin Affan radhiyallahu anhu adalah menantu Rasulullah Sallallahu Alaihi Wassalam, bahkan hingga 2x, yaitu Ruqayyah dan Ummi Kultsum (setelah wafatnya Ruqayyah). Bahkan seandainya Nabi masih memiliki putri yg belum menikah maka akan beliau nikahkan juga dengan Utsman setelah wafatnya Ummi Kultsum.

    Maka menghujat Bani Umayyah di mana Utsman termasuk di dalamnya adalah sebuah kebodohan yg nyata karena sama saja dengan menuduh Nabi yg ma’shum melakukan kesalahan, yaitu menikahkan putri2nya dg ‘musuh’

    Ada pun Abu Thalib di neraka pastinya bukan karena beliau Ayah dari Sayyidina Ali radhiyallahu anhu, tapi karena beliau tidak beriman sampai akhir hayatnya (wallahu a’lam). Apalagi Islam tidak mengenal dosa ditanggung atau dialihkan kepada orang lain. Entahlah kalo agama Syi’ah mengajarkannya… 😀

  11. begitupun Zainal Abidin mengatakan kepada para syi’ah yg meratapi mereka di khufah “Mereka ini menangisi kami. Bukankah tidak ada orang lain yang membunuh kami selain mereka?” (Al-Ihtijaj karya At Thabarsi, halaman 156).

    1. secara tidak langsung memang penduduk kufah punya andil….tapi faktanya memang pasukan Yazidlah yang membunuh Husein bin Ali bin abi thalib secara langsung…

  12. Pada halaman berikutnya Thabarsi, seorang ulama Syiah terkenal menukilkan kata-kata Imam Ali Zainal Abidin kepada orang-orang Kufah. Kata beliau, “Wahai manusia (orang-orang Kufah)! Dengan nama Allah aku bersumpah untuk bertanya kepada kamu, ceritakanlah! Tidakkah kamu sadar bahwa kamu mengirimkan surat kepada ayahku (mengundangnya datang), kemudian kamu menipunya? Bukankah kamu telah memberikan perjanjian taat setia kamu kepadanya? Kemudian kamu membunuhnya, membiarkannya dihina. Celakalah kamu karena amalan buruk yang telah kamu dahulukan untuk dirimu.”

    Sayidina Husain radhiyallahu anhu mendoakan keburukan untuk golongan Syiah yang sedang berhadapan untuk bertempur dengan beliau, “Ya Allah! Tahanlah keberkatan bumi dari mereka dan cerai-beraikanlah mereka. Jadikanlah hati-hati pemerintah terus membenci mereka karena mereka menjemput kami dengan maksud membela kami tetapi sekarang mereka menghunuskan pedang dendam terhadap kami.” (Jilaau Al Uyun, halaman 391).

    Ternyata, nasib Syiah yang sentiasa diuber-uber di beberapa daerah dan negara-negara Islam di sepanjang sejarah membuktikan terkabulnya kutukan dan laknat Sayyidina Husain di medan Karbala atas Syiah.

    Beliau juga berdoa, “Binasalah kamu! Tuhan akan membalas bagi pihakku di dunia dan di akhirat… Kamu akan menghukum diri kamu sendiri dengan memukul pedang-pedang di atas tubuhmu dan mukamu akan menumpahkan darah kamu sendiri. Kamu tidak akan mendapat keberuntungan di dunia dan kamu tidak akan sampai kepada hajatmu. Apabila kamu mati, kelak sudah tersedia adzab Tuhan untukmu di akhirat. Kamu akan menerima azab yang akan diterima oleh orang-orang kafir yang paling dahsyat kekufurannya.” (Mullah Baqir Majlisi – Jilaau Al Uyun, halaman 409).

    Peringatan hari Asyura pada tanggal 10 Muharram oleh orang-orang Syiah, di mana mereka menyiksa badan dengan memukuli tubuh mereka dengan rantai, pisau, dan pedang sebagai bentuk berkabung yang dilakukan oleh golongan Syiah, sehingga mengalir darah dari tubuh mereka sendiri juga merupakan bukti diterimanya doa Husain radhiyallahu anhu. Upacara ini dengan jelas dapat dilihat hingga sekarang di dalam masyarakat Syiah.

    Sayidatuna Zainab, saudara perempuan Husain radhiyallahu anhu yang terus hidup selepas peristiwa itu juga mendoakan keburukan untuk golongan Syiah Kufah. Katanya, “Wahai orang-orang Kufah yang khianat, penipu! Kenapa kamu menangisi kami sedangkan air mata kami belum kering karena kezalimanmu itu. Keluhan kami belum terputus oleh kekejamanmu. Keadaan kamu tidak ubah seperti perempuan yang memintal benang kemudian diuraikannya kembali. Kamu juga telah mengurai ikatan iman dan telah berbalik kepada kekufuran… Adakah kamu meratapi kami, padahal kamu sendirilah yang membunuh kami? Sekarang kamu pula menangisi kami. Demi Allah! Kamu akan banyak menangis dan sedikit tertawa. Kamu telah membeli keaiban dan kehinaan untuk kamu. Tumpukan kehinaan ini sama sekali tidak akan hilang walau dibasuh dengan air apapun.” (Jilaau Al Uyun, halaman 424).

    Kutukan dan laknat ini pun dapat kita saksikan saat ini. Syiah yang terus memperingati tragedi Karbala setiap 10 Muharram (Asyura) menjadikan hari tersebut sebagai hari berkabung. Mereka membacakan kisah terbunuhnya Husain, syair-syair sedih tentang kematian Husain, lalu mereka menangis, meratap pilu, dan seterusnya.

  13. Tragedi pembantaian terhadap ahlul bait tentu memilukkan hati setiap muslim yang beriman. Marilah kita mengambil hikmah dari apa yang telah terjadi. Sesama muslim tidak dibenarkan untuk saling menuduh, apalagi mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh. kita semua tidak tahu secara pasti apa yang sebenarnya terjadi saat itu.

    Umat Islam (Syi’ah maupun Sunni) sama-sama melaknat para pembantai ahlul bait, termasuk siapa saja yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Allah pasti melaknat mereka dan menempatkan mereka ke dalam neraka jahannam selama-lamanya, amin.

  14. Saya rasa yg bikin ini tulisan orang Syiah. Tolong kalau bikin tulisan sesuai referensi yg jelas, jgn buat tulisan secara subjektif, yaitu lewat kacamata Syiah saja, lihat juga referensi ulama ahlussunah wal jamaah jg. Wassalam

    1. Saat Husein di undang kemudian di bunuh oleh pasukan Yazid yg haus kekuasaan, para pengundang semua diam ditempat tdk datang jihad melawan pasukan bayaran yazid , para pengundang(yg sekarang menyatakan diri syiah) tdk mati2an untuk membantu membiarkan Imam Husen dan keluarganya sendirian dibantai kemudian syiah dg sedihnya mengatakan mereka lemah dan sekarang mereka meratapi,…jadi ingat yahudi yag diajak Musa perang nyuruh Musa pergi sendiri sehingga Allah menetapkan mereka 40 tahun tdk masuk kota palestine….maka sy melihat tulisan ini hanya di satu sisi syiah saja sedang disisi lain kita harus mengerti bagi yg haus kekuasaan yg takut kekuasaannya akan di ambil alih Husen maka dg segala cara kata dan kekejian dikeluarkan /dibuat itu lah manusia haus kekuasaan.

    2. abahsorban beranikah anda mengatakan Habib Riezek sebagai wahabi, sedangkan husein adalah nenek moyang beliau??? bukan nnek moyang semua syiah

  15. Oalaah, ternyata artikel ini lebih condong ke pemikiran Syi’ah toh. Hampir kena fitnah aku

  16. Mau tanya, apakah benar akidah dan syariah islam sekarang adalah rekomendasi Muawiyah, Ka’ab Al Ahbar dan Abu Hurairah ?.

Komentar Anda?

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.