Selain infotainment, tema acara yang belakangan ini sering tampil di televisi adalah acara makan-makan. Mulai dari pagi, sore hingga malam, acara yang memanjakan lidah, perut, dan juga nafsu ini selalu hadir di layar kaca. Ada acara masak-masak dalam porsi kecil bahkan besar, ada juga yang sekedar melihat orang makan sambil membuat penonton ngiler. Acara berita (news) yang seolah kehabisan informasi juga harus diselingi liputan makanan.
Mungkin terkesan sinis, tapi saya merasa porsi untuk acara makan-(me)makan ini sudah terlalu banyak. Satu stasiun televisi bisa memiliki acara dengan genre ini sebanyak… lima, yang semuanya mengeksploitasi makanan dan nafsunya, padahal isi acaranya satu sama lain hampir sama (yang membuat beda hanyalah kemasan dan presenter yang terkadang harus wanita). Porsi acara semacam ini mungkin sudah melebihi jumlah rakyat Indonesia yang masih makan nasi aking.
https://twitter.com/#!/ejajufri/status/94957209389236224
Nabi saw. diriwayatkan pernah bersabda, “Jangan jadikan perut-perut kamu sebagai kuburan binatang-binatang.” Dalam setahun, ada masa di mana kita dan umat-umat terdahulu diperintahkan berpuasa. Ada begitu banyak manfaat puasa yang diungkapkan para ahli, dan lebih banyak lagi yang belum dapat terungkap. Di antara manfaat puasa disebutkan bahwa dengan mengosongkan perut dan mengurangi jumlahnya, maka toksin akan terkuras.
Untuk memahami bagaimana sejatinya filosofi makan, berikut ini saya kutipkan nasihat Imam Jafar Ash-Shadiq a.s. dalam sebuah buku berjudul The Lantern of Path (yang diterjemahkan oleh Rahmani Astuti):
Makan sedikit itu lebih baik dalam setiap kesempatan dan untuk semua orang, sebab hal itu dapat menyehatkan seseorang secara lahiriah maupun batiniah. Makan itu patut dipuji jika dilakukan pada saat dibutuhkan, sebagai suatu sarana dan persediaan, setiap kali secukupnya saja, atau untuk menguatkan badan.
Makan karena dorongan kebutuhan adalah untuk orang yang suci; makan sebagai suatu sarana dan persediaan adalah penunjang untuk orang yang bertakwa; makan setiap kali secukupnya saja adalah untuk mereka yang percaya; dan makan untuk menguatkan badan adalah untuk orang-orang beriman.
Tak ada yang berbahaya bagi hati orang yang beriman daripada menikmati makanan terlalu banyak, sebab hal itu akan menimbulkan dua akibat: kekerasan hati dan bangkitnya nafsu. Rasa lapar adalah laksana bumbu bagi orang-orang beriman, sarana penguat untuk jiwa, makanan bagi hati, dan penunjang kesehatan badan. Nabi saw. bersabda, “Anak Adam tidak dapat makan lebih banyak daripada yang dapat ditampung perutnya.”
Nabi Daud a.s. berkata, “Meninggalkan sepotong makan yang aku perlukan itu lebih baik bagiku daripada tetap terjaga selama dua puluh malam.” Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang beriman makan untuk mengisi satu perut, sedangkan orang munafik tujuh perut.”
Dan di tempat lain beliau bersabda, “Celakalah orang-orang yang terjerumus ke dua tempat!” Ketika ditanya apakah kedua tempat itu, beliau (saw.) menjawab, “Perut dan alat kelamin.”
Nabi Isa a.s. berkata, “Hati tidak akan menderita penyakit yang lebih buruk daripada kekerasan, dan tidak ada jiwa yang dapat lebih mudah dilemahkan kecuali karena tidak pernah dirasanya kelaparan. Keduanya merupakan kendali pembuangan dan kekecewaan.”
Baca Juga:
Barangsiapa yg banyak makan, banyak tidurnya, barangsiapa yg banyak tidur, fa qolil aqluhu… 🙂