Suni dan Syiah: “Susyi”?

Saya mendapatkan artikel (menarik) ini di sebuah situs diskusi muslim, Muslim Online. Artikel ini ada di bagian Sectarian Debate. Setelah masuk ke bagian tersebut, kita akan diberi peringatan:

Sebenarnya, ini adalah warning yang penting, karena seseorang yang baru masuk agama Islam dan tidak memiliki pengetahuan banyak tentangnya akan kebingungan menemukan berbagai mazhab di dalamnya. Hanafi, Maliki, Syafii, Hanabilah (suni) atau Ja’fari dan Zaidi (Syiah). Tapi yang lebih penting dari itu, musuh-musuh Islam yang sebenarnya tidak memikirkan mazhab kita. Musuh Islam hanya ingin Islam hancur, apapun mazhabnya. Contoh kecilnya banyak di situs FaithFreedom, misalnya:

Suni dan Syiah: Saya “Susyi”

Oleh: Dr. Hesham A. Hassaballa

Dengan nama Allah, Maha Pengasih dan Maha Penyayang

Salah satu hal paling indah menjadi seorang muslim Amerika adalah realita bahwa saya bisa hidup dengan Islam sejati di sini, Amerika Serikat—Islam sejati, tanpa (pengaruh) kultur, sejarah, dan hal lain dari “negara Islam sebelumnya”. Di sini, kami bisa hidup dengan Islam yang Allah dan nabi-Nya (saw.) harapkan bagi kami. Dan untuk sebagian besar, hal ini terbukti benar. Suni dan Syiah hidup dan bekerja sama. Akhirnya, kami memilih seorang wanita sebagai presiden kami (di ISNAIslamic Society of North America). Kami bisa beribadah kepada Tuhan relatif tanpa gangguan, tidak seperti banyak bagian dunia muslim.

Di Amerika sini, misalnya, saya bisa berenang di kolam renang umum atau taman air dengan kaos dan permintaan saya tidak hanya dihormati petugas kolam, tapi juga dihargai. Di Mesir, tempat leluhur saya berasal, saya secara tegas dilarang untuk melakukan itu di salah satu resor Pantai Utara ketika saya mengunjunginya musim panas lalu. Malah, saya dilihat oleh beberapa muslim dengan aneh karena ingin berenang dengan kaos (karena dianggap di luar rasa sopan). Bayangkan.

Tentu, kita masih jauh dari sebuah masyarakat muslim ideal dan kita harus bekerja meningkatkan diri kita, khususnya keretakkan antara pribumi dan komunitas muslim imigran. Selain itu, sejak peristiwa 11 September, komunitas muslim ditempatkan dalam pengawasan ketat (dan kadang tidak adil). Beberapa aspek yang paling penting dalam ajaran Islam, seperti memberikan sedekah, juga hampir dikriminalisasi. Tapi saya diberkati untuk menjadi seorang muslim di Amerika dan hidup sebagai seorang American Muslim.

Sebagaimana yang sudah dikatakan, ada tanda-tanda mengkhawatirkan akan potensi keretakkan suni-Syiah di Amerika. Menurut beberapa artikel di USA Today, “ada tanda-tanda ketegangan kecil muncul di komunitas muslim Amerika yang meningkatkan keprihatinan di kalangan para pemimpinnya. Mereka khawatir perpecahan pahit yang menyebabkan begitu banyak pertumpahan darah di luar negeri mulai berdampak di sini”. Beberapa contoh yang dikutip artikel itu di antaranya:

Masjid dan pusat bisnis Syiah di wilayah Detroit dirusak pada bulan Januari tahun ini. Masyarakat Syiah mengatakan pada media lokal bahwa mereka percaya kalau suni berada di balik perusakan ini.

Beberapa situs muslim melaporkan, baik suni maupun Syiah, menolak untuk beribadah di masing-masing masjid. Altmuslim melaporkan sebuah insiden di Masjidilharam, Mekkah.

MSA (Muslim Student Association) di Universitas Rutgers dan Universitas Michigan di Dearborn sangat tidak setuju tentang mazhab mana yang memimpin salat.

Sekarang, jika hal ini hanyalah insiden di komunitas muslim Amerika yang berjumlah 7-10 juta, maka terlihat bahwa artikel itu seperti membuat gunung di sarang tikus [dibesar-besarkan]. Namun, insiden kecil ini harus menjadi seruan “bangun tidur” bagi muslim di Amerika untuk berhati-hati dan membuang setiap tunas sektarianisme yang mencoba tumbuh di Amerika. Mengapa sektarianisme seperti itu bisa muncul di sini memang sangat membingungkan dan banyak alasan yang telah dijelaskan oleh aktivis dan ulama muslim.

Imam Hamza Yusuf dari Institut Zaytuna, mengatakan di koran, “Kalian adalah orang-orang yang baru saja datang dari tempat lain di mana banyak hal yang sulit dikendalikan. Hanya dibutuhkan satu orang gila yang pulang ke rumah dengan sepupu yang tewas karena bom bunuh diri untuk menciptakan masalah di sini.” Cendikia dan aktivis muslim lain, seperti sosiolog Eboo Patel, menyatakan bahwa hal ini mungkin sebagai akibat dari meningkatnya jumlah dan keanekaragaman muslim Amerika. “Kalau Anda punya sembilan muslim di satu MSA,” kata Patel, “mereka harus akur. Kalau Anda punya 90, maka cukup untuk pecah ke beberapa kelompok.”

Tentu saja, hal ini bisa semakin menjadi mudah karena ada ekstrimis yang ingin mengipas api sektarianisme, “Realitas yang menyedihkan karena adanya ekstrimis, yang dengan selektif menyalahgunakan ajaran Islam untuk membenarkan kekerasan mereka,” kata Dr. Ingrid Mattson. Karena itu, tidak terjadi insiden kekerasan antara suni dan Syiah di Amerika, segala puji bagi Allah.

Dan tidak pernah ada seharusnya…

Maksud saya, apakah kebanyakan umat muslim benar-benar memahami asal-usul “perpecahan” antara suni dan Syiah dalam sejarah Islam? Apakah perbedaan antara suni dan Syiah lebih utama untuk diteriakkan, apalagi menjadi kekerasan? Bukankah suni dan Syiah bersaksi pada keesaan Tuhan dan kerasulan Muhammad saw.? Bukankah hal itu cukup membuat mereka saudara seiman, sebagaimana yang Quran nyatakan? Apa esensi perbedaan antara suni dan Syiah?

Sebagaimana banyak dari Anda (yang mungkin tidak tahu), pada saat wafatnya rasul tercinta saw., terdapat perselisihan di antara para sahabat tentang siapa yang harus memimpin umat muslim. Anshar merasa mereka yang berhak; Muhajirin merasa mereka yang berhak. Perbincangan berlangsung bolak-balik dan akhirnya diputuskan bahwa Abu Bakar yang menjadi penerus Nabi saw. Pada awalnya, Imam Ali tidak menerima ini, namun kemudian menerima keputusan dan membaiat Abu Bakar. Apakah Syiah yang kita tahu sekarang ini dimulai saat itu? Sama sekali tidak.

Bahkan, tidak ada yang namanya “Syiah” atau “suni” di periode khalifah yang empat. Istilah “Syiah” pertama kali digunakan ketika terjadi perang antara Ali dan Muawiyah. Mereka yang mendukung Ali sebagai khalifah dinamai Syiah Ali atau “Partai Ali”. Namun ini bukanlah “mazhab” sebagaimana yang kita pahami hari ini. Karena butuh waktu puluhan tahun, kalau tidak abad, bagi “doktrin”—karena tidak ada istilah yang lebih baik—Syiah dan suni untuk sepenuhnya berkembang.

Namun demikian, pada intinya, perbedaan antara suni dan Syiah adalah yurisprudensi: suni percaya bahwa pemimpin politik (dan dengan perluasan agama) bisa ada dengan siapapun dalam masyarakat luas, selama masyarakat menerima kualifikasi orang tersebut. Bagi Syiah pemimpin politik (dan agama) harus berasal dari ahlulbait nabi saw. Perbedaan penting lain antara suni dan Syiah adalah masalah kejujuran atau ketulusan seluruh sahabat. Karena ini adalah bagian fundamental ajaran suni, sedangkan beberapa Syiah tidak menganggap hal ini. Cuma itu.

Sekarang, seiring waktu, kedua perbedaan “filosofis” ini berkembang menjadi mazhab pemikiran yang meningkat, khususnya berkenaan dengan masalah-masalah hukum Islam. Tapi, sekali lagi, butuh waktu berabad-abad untuk berkembang. Selain itu, banyak orang menghubungkan Syiah dengan kecintaan kuat pada ahlulbait Nabi saw. Namun, bukankah ini juga aspek penting dari keyakinan suni? Bisakah seseorang menjadi muslim tapi tidak mencintai keluarga Nabi Muhammad saw? Baik Imam Malik dan Imam Abu Hanifah, dua penegak masyarakat suni, adalah pendukung keluarga nabi. Bahkan mereka disebut “Syiah (secara) Politik” karena dukungannya.

Sepanjang sejarah Islam, memang benar bahwa banyak Syiah tertindas dan dianiaya oleh mayoritas suni. Memang, ada anggota kedua komunitas ini yang saling memfitnah, yang mengipas api sektarianisme. Ya, beberapa suni menganggap seluruh kaum Syiah sebagai “pembuat bidah” dan “kafir”; beberapa Syiah juga begitu ekstrim hingga memfitnah beberapa sahabat dekat nabi saw. Ini pihak yang menyimpang dari kedua tradisi. Mayoritas suni dan Syiah telah hidup bersama dalam kedamaian dan harmoni selama berabad-abad. Di Arab Saudi, salah satu dewan fikih memasukkan dan memberikan pertimbangan pada posisi fikih Syiah. Dengan membangkitkan ketegangan sektarian antara suni dan Syiah pada hari ini—dengan segala masalah yang dihadapi dunia muslim—berarti menyerah pada kekuatan setan.

Alquran memberitahu kita dengan tegas untuk menghindari sektarianisme:

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, dengan kembali bertobat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah salat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (QS. Ar-Rûm [30]: 30-32)

Pada kenyataannya, ayat tersebut terlihat menyamakan sektarianisme dengan menyembah berhala [mempersekutukan Allah]. Marilah kita selalu ingat untuk tetap dalam satu umat muslim; satu keluarga ikhwan-akhwat, khususnya di bulan puasa ini di mana kita lapar, haus dan beribadah bersama-sama. Saya gemakan perasaan Salam al-Marayati, yang mengatakan kepada USA Today: “Kami tidak ingin didefinisikan dengan penggolongan sejarah dan Timur Tengah. Quran adalah sumber kami.” Dia menyebut dirinya sebagai “Susyi”, kombinasi suni dan Syiah, dan saya rasa istilah ini sangat bagus.

Sekarang, secara teknis, saya seorang suni, dari mazhab Maliki/Hanafi (atau “Malafi”). Tapi saya memiliki kecintaan mendalam kepada keluarga nabi saw. Meski saya tidak memukul dada pada hari Asyura, seperti yang banyak Syiah lakukan, pembunuhan Imam Husain benar-benar menyakitkan bagi saya. Beliau juga imam saya. Seluruh imam-imam keluarga Nabi saw. adalah imam saya. Jadi, saya bangga untuk menyebut diri saya seorang “Sushi” [Sunni-Shia], meski saya tidak suka ikan.

Sumber: The American Muslim
Penerjemah: Ali Reza Aljufri © 2010

16 respons untuk ‘Suni dan Syiah: “Susyi”?

  1. Assalamualaikum…makasih atas artikelnya, sangat menarik. Skarang jd tau arti lain dr Sushi yg jauh dari sekadar makanan, hehehe. 🙂 apakah yg dimaksut di atas itu faithfreedom.org? barusan liat situsnya…sangat menyeramkan…smoga Allah mengampuni mereka smua, amin.

  2. beberapa paragraf pertama menunjukkan bahwa matahari muncul dari barat (secara filosofis)

    1. Iya Vic, banyak profesor bilang gitu 😀

      Mungkin juga maksud hadis tanda kiamat matahari muncul dari Barat hanya metaforis, yakni kebangkitan Islam muncul dari pemikir dan muslim Barat (makin yakin sekarang akhir zaman).

    2. pertama emang secara filosofis, tapi ntar secara hakiki.. hehehe
      tapi ini semua perkiraan dan pendapat
      lets wait and see

  3. susyi begini juga cukup baik…..dp saling menghujat. berikutnya….lebih baik masing-masing terus meningkatkan kualitas intelektual dan keimanan. tumbuhkan tepo sliro dan empaty dalam berhubungan dengan sesama…hilangkan suudzon, coba pelajari dengan seksama apa yang dianggap anti atau buruk….dari referensi2 yang akurat. karena setiap pemimpin yang arif tidak mengajarkan perang dan kehancuran….tapi perdamaian dan kasih sayang.pdhal setiap diri kita adalah pemimpin……minimal-maksimal buat diri sendiri.

  4. Alur ceritanya bagus tetapi saya rasa tidak seperti itu.
    (Maaf ya saya berbeda sedikit)

    Megenali islam kalau melihat keadaan seperti yang anda bayangkan diatas mungkin semua akan setuju kepada apa yang anda dan pembaca inginkan (persatuan) sesuai alur cerita dengan alasan2 seperti diatas.

    Mari kita kembali kepada pemahaman islam yang murni dan universal.
    Jangan melihat keadaan setelah Islam dalam keadaan sudah terpecah dan terfitnah.

    Islam tak pernah bermazhab, mazhab (aliran, isme dari suatu pemahaman) seperti Hanafi, Maliki, Hambali dan Syafi’i yang dikenal dikalangan sunni itu hanyalah orang-orang yang tak bertanggung jawab yang menggolongkannya.

    Hanafi, Maliki, Hambali dan Syafi’I adalah nama Ulama besar yang sholeh dan dan sangat ahli dibidangnya (alim).
    Mereka hidup tidak dengan lokasi dan masa berbeda juga keadaan berbeda.

    Imam Syafi’i tidaklah pernah bertemu dengan imam hanafi dan maliki dia hanya bertemu dengan Imam Ahmad Hambali, dimana Imam Ahamad Hambali dikenalal sebagai ulama Muhaditsun sebagai Imam Ahmad dan dikenal sebagai ulama mufaqihun (ahli fiqih inilah yang nantinya sebutan ulama Mazhab) sebagai Hambali.
    Begitu juga Imam Hambali tak pernah bertemu dengan dengan Hanafi. Mereka tidak bertemu karena masa hidup atau kelahiran tak pernah bertemu.

    Mereka semua lebih dikenal ulama Mufaqihun dimana mereka dan para ulama lainnya sesuai dengan zamannya dituntut oleh umat pada waktu zamannya untuk memberi kepastian hukum yang timbul dimana perkembangan sosial terus berubah dan komplek.

    Mereka selain Mufaqihun juga dituntut mencari dan mendapatkan Hadits dimana Ulama Muhaditsun Periwayat terkenal seperti Imam Bukhori, Musli, Abu dawud, tamidzi dan lainnya belum lahir.

    Mereka para ulama sholeh Tidak pernah membuat Mazhab apalagi menuntut atau mengajarkan pendapatnya (mazhabnya) harus yang diikuti.

    Begitu juga Syiah awal timbulnya karena masalah politik tentang beda pemahaman kepimpinan antara muawiyah dan Ali, setelah terbunuhnya Khalifah Usman.

    Tetapi Syiah berkembang dan berubah menjadi suatu hal tidak wajar bahkan diluar aqidah islam dengan bersama berkembanya para tashauf sufi Tarekat sesuatu ajaran yang dilarang pada waktu itu.

    Jadi Mazhab, syiah dan Tarekat adalah project penghancuran persatuan Islam.
    Cobalah secara Realita antum semua tak akan pernah mendapatkan persatuan bahkan toleransi pada mereka semua.
    (Bahkan antum percaya mereka lebih berbeda dari kaum Yahudi dan Nasrani)
    Ini adalah project adu domba dan perpecahan yang sangat Luar biasa sejak runtuhnya Persia (bangsa Aria juga).

    Jalan keluar untuk bersatu adalah ajak mereka saudara-saudara kita dari kaum Syiah dan para Tarekat ke jalan Islam yang fitrah tinggalakan kesesatan mereka.

    Masalah mazhab di sunni (sebenarnya juga ini adalah istilah orang di luar syi’ah, sunni juga disebut Allusunnah wal Jamaah).
    Ini adalah kebodohan kita mengikuti yang mereka mau untuk dipecah belah.
    Perbedaan Mazhab hanyalah dibidang fiqih yang furu’iyah (cabang kecil) bukan aqidah.

    Mohon maaf sebelumnya

    1. Poin tanggapan:

      1. Imam Syafii (konon) juga bertemu dan belajar Muwattha kepada Imam Malik di Madinah dan hafal dalam waktu 9 malam.
      2. Setuju bahwa keempat ulama tidak pernah mewajibkan untuk diikuti dan perkembangan pemikiran selanjutnya dilakukan oleh murid-murid beliau.
      3. Ketiga, bahwa saya pun tidak sepenuhnya sependapat 100 persen dengan artikel di atas, seperti kasus kemunculan pertama Syiah. Penulis artikel mencatat dari sudut pandang seorang Suni.
      4. Islam jalan yang fitrah adalah benar, namun jalan tersebut juga bergantung pada pemahaman manusia.
      5. Secara realita banyak ulama yang mengusahakan persatuan
      6. Suni di sini menjadi istilah khusus bagi mereka yang mengikuti mazhab Ahlussunah, bukan berarti Syiah tidak mengikuti sunah.
      7. Perbedaan tidak sekedar furuk, karena ternyata di Ahlussunah ada Asyariah dan Maturidiah. Bahkan bisa jadi fikihnya adalah mazhab yang empat, tapi fikih teloginya Muktazilah, misalnya mufasir Zamakhsyari.

      Terima kasih sesudahnya.

  5. mmaf saya menganggap bahwa syiah adalah benar . bukan suatu project penghancuran persatuan Islam .jika pada waktu sesaat setelah nabi meninggal tidak terjadi pengangkatan abubakar sebagai khalifah . maka islam tidak akan terpecah sampai seperti ini .
    mmaf bukan maksud berdebat haya memberikan pandangan lain 🙂

  6. betuuuuul banget,saya setuju banget dengan kata2mu,kalo pada setelah wafatnya Rasulullah sallallahualaihi wa`alihi wasallam tidak terjadi pengangkatan Omar dan Abu bakkar sebagai khalifah,mungkin semua ini tidak akan terjadi.

  7. Benarkah suni cinta kepada Ahlul bait juga perlu dipertanyakan, saya dulu juga suni… tidak pernah tuch diceritakan oleh ulama2 suni (guru2 ngaji saya) tentang Ahlul Bait…,

  8. @Nuralih:
    “Begitu juga Syiah awal timbulnya karena masalah politik tentang beda pemahaman kepimpinan antara muawiyah dan Ali, setelah terbunuhnya Khalifah Usman.”

    Munculnya Sunni dan Syi’ah bukan karena perbedaan politik, tetapi karena faktor agama terkait khilafah setelah Nabi saw wafat, dimana Sunni menganggap jabatan khalifah Nabi tdk berbeda dg penguasa biasa shg bisa dipilih oleh umat. Sementara Syi’ah menganggap khalifah Nabi ditunjuk oleh Nabi (nash) mengingat jabatan khilafah Nabi tdk sekedar jabatan dunia, tetapi juga sbg otoritas agama disamping sbg pengawal/penjaga kesucian agama sampai Hari Kiamat. Dan oleh karena itu diperlukan figure2 yg maksum.

    Perpecahan umat Islam menjadi Sunni dan Syi’ah pada hakekatnya sdh ada bibitnya sejak Nabi saw masih hidup dan mencapai puncaknya ketika Nabi wafat yg dikenal dg peristiwa Saqifah.

    @Nuralih:
    “Tetapi Syiah berkembang dan berubah menjadi suatu hal tidak wajar bahkan diluar aqidah islam dengan bersama berkembanya para tashauf sufi Tarekat sesuatu ajaran yang dilarang pada waktu itu.”

    Yg anda maksud Syi’ah yg mana ? Kalau yg anda maksud Syi’ah Ghuluw (berlebihan) sekarang ini sdh punah. Sekarang yang ada hanya Syi’ah Itsna Asy’ariah/Imamiyah, Zaidiyah dan Ismailiyah dimana kelompok Syi’ah Itsna Asy’ariah/Imamiyah merupakan mayoritas.

    Untuk anda ketahui bahwa dari segi akidah baik Sunni maupun Syi’ah menempatkan rukun Keimanan kpd Allah/Tauhid sbg dasar utama dari arkanul Iman disusul dg Nubuwwah dan Ma’ad. Itulah tiga kerangka utama akidah Sunni dan Syi’ah. Sementara Iman kpd para malaikat, kitab2-Nya dll hanya merupakan derivasi atau konsekwensi logis dari 3 kerangka utama diatas. Jadi yg mana yg berada di luar akidah Islam ?

    Justru sebaliknya kalau saya perhatikan akidah Sunni dlm hal Ketuhanan terjebak dlm pemahaman Jabariyah dan Qadariyah bahkan Tajsim dan Tasybih. Dan ini sangat bertentangan dg prinsip Tauhid yg murni.

    @Nuralih:
    Jadi Mazhab, syiah dan Tarekat adalah project penghancuran persatuan Islam

    Apa tdk sebaliknya ? Dlm sejarah terbukti bahwa sebagian besar sahabat tidak melaksanakan wasiat Nabi saw yg tercantum dlm hadis Tsaqalain shg terjadilah perpecahan umat Islam. Dlm hadis tsb Nabi saw mewasiatkan agar umat berpegang kpd Kitabullah dan Ahlul Bait. Tetapi kenyataannya sebagian umat berpegang kpd Kitabullah dan “sunnah” sahabat yg notabene banyak bertentangan dg Sunnah Rasul yg sebenarnya.

    Jadi Islam itu sdh mulai hancur sejak khalifah pertama dan benar2 hancur mulai munculnya Dinasti Umayyah.

    Perlu anda ketahui juga bahwa Syi’ah tdk mengenal Tasawuf atau Tarekat2. Ajaran Tasawuf/Tarekat muncul di kalangan Sunni sbg reaksi atas gaya hidup para penguasa dan masyarakat pada masa Dinasti Abbasiyah yg sangat mengutamakan keduniaan (hedonisme).

  9. intinya kita kembalikan lagi semuanya pada al-qur’an dah ah hadits.. sekiranya melenceng ataw mendustakan keduanya.. tidak perlu mencari alasan untuk membenarkannya… sudah benarkah kewajiban kita menjadi seorang muslim??
    ^_^

  10. Video ini mengajak perpaduan antara Sunni & Syiah dan membongkarkan unsur – unsur (WAHABI) yang memecah belahkan perpaduan umat islam ..

  11. maaf, saya hanya orang bodoh gak ngerti islam kecuali dangkal…, semua menceritakan pertikaian jaman dulu dimana pertama pertamakali terjadi pergantian kepemmimpinan, pada menyesalkan kenapa tidak Ali Ra. kenapa harus Abu Bakar Ra. ………, bagi saya kenapa Nabi Muhammad Rasullah Harus meninggal sebelum sempat menunjuk langsung di depan para sahabat dan umat islam hingga tidak menimbulkan perpecahan Islam yang di Ridhoi Allah ini kenapa????? saya tidak mengeti sejarah dan saya tidak ada dalam sejarah itu….., yang saya tahu islam itu Indah…..

Komentar Anda?

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.