Sering kali kita merasakan sakit—fisik atau nonfisik—yang luar biasa. Seolah-olah menjadi orang yang paling menderita di alam semesta ini. Bahkan terkadang bisa membuat seseorang merasa merasa putus asa dari Tuhan; melupakan seluruh nikmat yang telah diberikan-Nya selama ini dan menuduh-Nya tidak berbuat adil. Na’udzubillâh. Tapi apa benar, sakit yang kita alami adalah derita?
“Rasa sakit” yang manusia alami merupakan alat ukur adanya sesuatu hal yang terjadi dan bisa menjadi langkah awal untuk memperoleh kebahagiaan sebagai ganti penderitaan. Contoh sederhananya, penyakit yang ada di dalam tubuh dapat diketahui dengan adanya penderitaan yang dirasa sebagai gejala akan adanya penyakit. Rasa sakit itu menjadi penanda bagi kita untuk segera mengenali cara untuk menghilangkannya.
Contoh yang sama terjadi dengan cahaya merah yang berkedip ketika bahan bakar kendaraan kita akan habis. Nyala lampu itu seharusnya tidak kita anggap sebagai pertanda buruk, karena cahaya itu memberitahukan pengemudinya tentang adanya masalah yang harus segera diatasi.
Jika tidak ada derita atau rasa sakit, manusia tidak akan mengetahui adanya kekurangan atau penyakit pada dirinya, akibatnya ia tidak bisa mengobati anggota tubuhnya yang sakit. Jadi, derita itu sebenarnya bukanlah hal yang buruk, justru ia menjadi ukuran yang sangat diperlukan. Derita sakit menjadi cambuk kepada manusia untuk melakukan pengobatan. Karenanya, kita selalu dengar orang mengatakan bahwa kesehatan lebih mahal dan rasa sakit mengingatkan kita bahwa kesehatan harus dijaga.
Jadi sebenarnya, seburuk-buruknya penyakit adalah penyakit yang penderitanya tidak merasakan sakit di dalam tubuhnya, tapi dengan diam-diam menggerogoti dari dalam. Sehingga mereka menderita tapi tidak tahu bagaimana cara mengobatinya.
Begitu juga dengan sakit dan derita yang dialami oleh pikiran, misalnya. Derita yang dirasa ketika sakit adalah alat kontrol dan peringatan agar kita merasakan rasa sakit yang hanya diketahui oleh orang yang merasakan. Orang yang terkena penyakitlah yang dapat merasakannya, sedangkan orang yang tidak merasakan sakit ibarat benda mati.
Dalam konteks sosial, kita harus selalu peduli dengan masalah-masalah kemanusiaan dan turut merasakan penderitaan dan persoalan yang dihadapi orang lain. Orang yang tidak memiliki kepedulian akan sibuk dengan dirinya sendiri. Dia tidak mempedulikan apa yang didengarnya karena yang penting baginya hanyalah memuaskan keinginan sendiri; hal ini karena ia tidak merasakan “derita” sekelilingnya).
Amirul Mukminin Ali as. berkata, “Sudah cukup bagi kamu untuk menyadari bahwa kamu memiliki penyakit, apabila kamu tidur dalam keadaan kenyang, sedangkan orang-orang di sekelilingmu sedang tidur dalam keadaan menahan lapar.” Merasakan penderitaan orang lain merupakan bukti interaksi antara satu manusia dengan manusia yang lain. Ia adalah perasaan manusiawi yang menyatu dalam satu tubuh. Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan orang mukmin dalam hubungan cinta, kasih, dan kesetiaannya bagaikan satu tubuh. Ketika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka anggota tubuh yang lain merasa keluh-kesah.”
Imam Husain a.s. bersabda, “Sekiranya tidak ada tiga hal, maka anak Adam akan selalu mengangkat kepala (pertanda sombong): fakir, sakit, dan mati.”
Memang Kenapa dengan Kesehatan?
Maulana Rumi mengatakan bahwa di antara hal yang dapat menghijab diri seseorang dengan Tuhannya adalah kesehatan dan kemakmuran. Patut diakui, banyak orang yang lupa dengan Tuhan ketika meraih kesehatan atau kemakmuran atau keselamatan. Tapi ketika mendapat derita, ia baru ingat dan menyebut nama-Nya. Ada banyak ayat di Quran yang menyinggung hal ini.
Begitu juga kisah seperti Qarun yang mengingkari nikmat Tuhan atau Firaun yang hidup selama 400 tahun tanpa masalah. Dalam Diwân-nya, Rumi pernah bersyair:
“Sulaiman menjadi bosan atas kerajaan,
tetapi Ayub tidak pernah kenyang dengan penderitaan.”
Catatan: Terinspirasi dari Tarbiyatul Islâm karya Syahid Muthahhari dan Fîhi Mâ Fîhi karya Jalaluddin Rumi.
Allah memberikan isyarah/Tanda-tanda pada waktu manusia sakit..tapi banyak jg manusiayg tidak sensitif/cuek akan isyarah itu…mis : kl demam, bisa pasti ada infeksi pd tubuh kita…
akhsantum Eja…mashaAllah…Rasul saww pun memperingatkan bahwa banyak manusia yang tidak bersyukur… bersyukurlah pada apa yang ada pada dirimu , karena itulah yang terbaik yang Allah SWT berikan padamu..Sungguh Allah lah Dzat Yang Maha Tahu..
bersyukur saat mendapat nikmat itu mudah, namun bersyukur saat mendapat ujian itu tidak mudah, semoga kita diberi istiqomah bersyukur baik saat mendapat nikmat atau mendapat ujian.