Teman saya, seorang wanita suni, terlihat panik ketika memberitahu saya sebuah grup di Facebook yang memfitnah, mencaci maki, melaknat dan menghasut orang-orang untuk mewaspadai Syiah. Sebagai seorang suni, dia seperti “tidak nyaman” dengan fitnah dan saling menyebarkan kebencian di antara pengikut Nabi Muhammad saw. Waktu itu, saya sudah meresponnya dengan datar alias biasa.
Termasuk juga hari ini, ketika seorang pengunjung blog yang menggunakan nama palsu (Sagaf Sagabuddin) dan email palsu (yeni.umar130@yahoo.com) berkomentar serampangan dan konyol. Misalnya, dia berkomentar, “halah, orang Syi’ah sok pinter dan sok bijak! hobi mut’ah aja sok ngerti agama. kampret nih sekte gemblung orang2nya tutul semwa………!!!!!!!!!!” atau juga misalnya, “Syi’ah emang sekte sempalan yg lebaaaaaaaaa…………… yyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy.”
Terakhir, melalui laman Contact Me, dia juga mengirimkan email dengan nama palsu (Martha Dewi Kusumastuti) dan email palsu (dewi_1102@yahoo.com). Orang yang sama, berasal dari lidah yang sama:
Ini bukan hal yang baru yang saya terima atau yang mungkin Anda terima sebagai “simpatisan” Syiah ahlulbait. Bukan hal yang baru juga jika banyak dari mereka selalu menggunakan nama palsu, email palsu, atau kalau di Facebook mereka menggunakan foto palsu. Saya mengira kalau mereka punya penyakit ketidakpercayaan diri yang tinggi. Mereka tidak percaya diri karena apa yang mereka sampaikan juga tidak mereka yakini sebagai sebuah kebenaran.
Tapi saya tidak bisa mengira apa yang ada di pikiran mereka ketika mengeluarkan kata-kata seperti itu. Apa mereka merasa sedang berjihad? Apa mereka merasa sedang menegakkan amar makruf nahi mungkar? Atau mereka yakin dengan sangat bahwa Rasulullah saw. rida dengan perbuatan mereka? Atau mereka yakin mendapat surga beserta bidadarinya ketika berhasil menghasut seseorang untuk menjauhi mazhab Syiah dan mencegah seseorang untuk keluar dari mazhabnya?
http://twitter.com/ejajufri/status/21896476672
Mengapa kita jangan bersedih jika menghadapi hal-hal seperti ini? Karena apa yang kita alami pada masa kini jauh lebih ringan dari apa yang dialami pengikut ahlulbait pada masa silam. Kita tidak bisa membandingkan apa yang kita alami dengan apa yang dialami oleh ahlulbait as. itu sendiri, karena apa yang mereka alami tidak pernah bisa diukur dengan manusia biasa. Mereka telah mengalami masa-masa terindah dalam hidup ini dan masa-masa terburuk dalam hidup ini.
Cobaan yang menimpa ahlulbait dan pengikutnya—atau minimal simpatisannya—bisa dalam bentuk psikis maupun fisik. Cobaan dalam bentuk psikis misalkan, Nabi Muhammad saw. dituduh sebagai tukang sihir (QS. 10: 2) atau disebut sebagai udzun (orang yang percaya semua yang didengar) oleh orang munafik di sekeliling nabi (QS. 9: 61). Sedangkan pengikut (simpatasan) ahlulbait diuji dengan tuduh kafir, dilaknat, sehingga pada masa Dinasti Umayyah mengaku sebagai Yahudi dianggap lebih aman dibandingkan dengan mengaku sebagai Syiah Ali.
Cobaan dalam bentuk fisik yang dialami pengikut ahlulbait pada masa itu adalah dikejar-kejar penguasa zalim hingga akhirnya dibunuh. Namun cobaan fisik yang dialami oleh keluarga Nabi saw. jauh lebih dahsyat daripada itu. Di bulan Muharam ini, tentu kita mengenang dan terus mengingat bagaimana cucu Nabi, Husain bin Ali, beserta keluarga dan sahabatnya berjumlah 72 orang dibunuh secara keji dan ditawan. Oleh karena itu, sia-sialah usaha apapun yang mereka lakukan, musuh-musuh ahlulbait, untuk membuat kami sedih karena masa lalu (Imam Husain as.) dan membuat kami takut karena masa depan (Imam Mahdi as.). Wallahualam.
Catatan: Selesai pada tanggal 2 Muharam 1432 H.
Ikhtiar, sabar dan tawakkal adalah suri teladan yang selalu dilakukan Nabi, Ahlulbayt-nya, sahabat-sahabat setia mereka dan para pengikutnya. Segala perlakuan buruk yang dilakukan oleh orang-orang selain Madzhab Ahlulbayt, adalah “bagian dari ibadah kita” menuju ridha-Nya. AllaaH berfirman dalam Surat 41:30, Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu.”
Terima kasih kepada Saudaraku Eja dan yang lain-lain yang selalu wa tawaa shaubil haq wa tawaa shaubish shabri.
Ummat Islam Madzhab Ahlulbayt selalu memiliki kesabaran yang tinggi (mencontoh kepada para Nabi dan Ahlulbayt) terhadap saudaranya yang berlainan madzhab karena sesungguhnya mereka tidak mengerti, dan tidak pernah memiliki watak teroris sebagaimana madzhab lainnya tersebut. AllaaH berfirman dalam surat 59:13, “Sesungguhnya kamu dalam hati mereka lebih ditakuti daripada AllaaH. Yang demikian itu karena mereka adalah kaum yang tidak mengerti.”
Terima kasih, Pak Ramdhan, atas tambahan penyejuknya. Sebagaimana ayat lain menyebutkan “bagaimana mungkin kamu mengaku beriman sedang kamu tidak diuji?”
@Ramdhan
Nice comment
Allahuma Sholi Ala Muhammad Wa Ali Muhammad
Afwan, saya melihat di FB, ada sebagian dari orang2 Syi’ah juga mngeluarkan kata2 keji dan kotor terhadap para shahabt. Kata2 laknat mereka keluarkan sesuka hati. Apakah Rasulullah, orang yang lembut tutur katanya, santun, dan berbudi pekerti luhur mengajarkan kepada orang2 Syi’ah demikian???…….
Pertama, Syekh Ahmad Deedat pernah mengatakan, “Jika ikhwan suni di suatu tempat melakukan kesalahan, Anda mengatakan ‘Oh, orang itu tidak Islami, dia kafir’. Tapi jika satu orang Syiah melakukan kesalahan, Anda menyalahkan seluruh komunitas Syiah, seluruh negara dan bangsa yang berjumlah jutaan, dan mengatakan mereka semua sampah hanya karena satu orang Syiah berbuat tidak Islami.” Sehingga Habib Rizieq pernah bilang, “Orang awam kan mudah mengeneralisasi.” Misalnya, saya tahu ada koruptor di negara ini yang Islam (suni), tapi kita tidak bisa mengatakan bahwa Islam dan ulama suni mengajarkan korupsi. Clear?
Apakah mereka benar-benar syiah? Apakah kita benar-benar syiah? mari kita introspeksi diri. Kadang dalam mengungkap kebenaran dengan kata-kata yang terjaga dari emosi, memang benar-benar sulit, apa lagi kalau lawan bicara kita pembangkang tulen yang selalu bicara “pokoknya, pokoknya, pokoknya”. Mengutip kitab ‘Shifâtu as- Syiah’ karya Syaikh Shâduq (305-381), mari kita tengok bagaimana semestinya Akhlaq Pecinta Ahlulbait dalam website http://www.alhassanain.com/
Setelah membacanya, semoga kita semua senantiasa dapat menjadikannya pedoman.
La tahzan (jangan bersedih) untuk masa lalu, la takhaf (jangan takut) untuk masa depan
apa yg terjadi pd diri kita, hanyalah setitik dibandingkan pengorbanan dan cinta Imam Husain. Bila ingat beliau dan para Syiah sejati, malu rasanya mau mengeluh.
ijin kopas di blog sy ya ust… tulisannya bagus ..
sy tggu postingn selajutnya 🙂
La Tahzan kayaknya nama buku ya??
pernah dikado sama teman tapi belum sempat baca…
Ha.ha.Iya ja, saya juga baru dicaci maki sama seorang akhwat salafy. Dia bikin tulisan tentang syiah dan Mut’ah dan dikirim ke Istri saya yang seorang Ahl Sunnah.Tujuannya jelas, ia mau memprovokasi Istri saya agar “sadar” bahwa suaminya seorang syiah dan mungkin akan nikah mut’ah.Naudzubillah.Ini bukan yang pertama kali ia berbuat tindakan amoral seperti itu.Sebelumnya tidak terhitung lagi kecaman soal Sesat dan Kafir itu keluar dari tulisannya.Tapi, kuncinya tetap la tahzan.:)
Sepertinya memang wanita yg dijadikan target utama untuk “ditakut-takuti” soal mutah, karena umumnya wanita lebih sensitif (perasa?). Tidak heran sekarang banyak wanita yg juga anti dengan (kehalalan) poligami.
Kalau yg Mencintai Dzuriyyah Rosulullah SAW,Mencintai Imam Ali,mencintai Fatimah Azzahra,di katakan Syi’ah,,,!!! Maka,Wahaii Jin Dan Manusia.Saksikanlah Aku adalah Syi’ah,,,!!!
اَللـّٰـهُــمَّ أَحْيِـنَـا عَلىَ ذَالـِكْ … وَأَمِـتْـنـَـاعَلىَ ذَالـِكْ، وَحْـشـُرْ نـَـا فِيْ زُمْـــرَةِ مَنْ أَحَـبَّ مُحَمَّـــدً وَعَلىَ مُحَـمَّدْ مَـعَ مُـحَـمَّـدٍ وَاٰلهِ يَاكَرِيْـمِ