Lihat Dong Cincin Kawinnya!

Oleh: Madiha Zaidi

“Selamat ya…! Lihat dong cincin kawinnya!” – Kalimat ini biasanya terucap atau terdengar ketika seorang wanita mengatakan kepada temannya bahwa ia telah bertunangan dan segera menikah. “Cincin” sebagai tanda pernikahan adalah sebuah tradisi yang universal sebagai cara untuk “menandai” pasangannya. Di dunia Barat, cincin adalah sebuah keharusan, seperti juga ikatan pertunangan.

Dari mana asal-usulnya? Tradisi pemberian cincin dimulai di Romawi Kuno, dan sangat mungkin jauh sebelumnya, sebagai hadiah terakhir dalam serangkaian hadiah pernikahan. Disebutkan juga bahwa secara historis, cincin bukan hanya sebuah tanda pernikahan dan cinta, tapi juga uang. Ia lebih kepada cara untuk menunjukkan pertukaran nilai dan jaminan bahwa keluarga akan mampu untuk menjaga pasangan muda tersebut.

Di India, cincin kaki diberikan sebagai tanda pernikahan, dan biasanya di seluruh kultur Asia Selatan, sebuah gelang atau satu set gelang diberikan kepada pengantin wanita.

Ada begitu banyak tradisi dan asal-usulnya. Hari ini, kita melihat tren yang sangat umum di seluruh kultur dan agama yang mengenakan cincin berlian. Seiring dengan banyaknya tradisi, muncul juga beragam pendapat. Di beberapa keluarga, cincin berlian dipandang sebagai tanda materialisme dan hampir membuang-buang uang. (Di beberapa kultur, pertukaran cincin berlian ini telah dihentikan sebagai bentuk komitmen untuk menolak kekerasan dalam perdagangan berlian). Di sisi lain, bagi beberapa kultur, cincin berlian digunakan untuk menunjukkan cinta di antara pasangan…

Sayangnya, banyak wanita mulai menghabiskan waktu penting sebelum pernikahan hanya untuk memilih cincin apa yang akan dibeli, bukannya menanyakan pertanyaan yang diperlukan atau mencari informasi penting tentang pasangan masa depan mereka untuk menjamin pernikahan yang bahagia dan langgeng. Menjadi umum untuk melihat kecemburuan atau perasaan kurang dicintai oleh suami ketika melihat teman memiliki cincin berlian yang lebih besar daripada milik kita. Apakah muslimah muda kita hari ini yang sudah siap menikah memikirkan tentang hal yang benar ketika mendengar temannya bertunangan? Atau bahkan ketika mereka sendiri bertunangan? Cobalah lakukan percobaan kecil dan tanya wanita muda di komunitas Anda tentang apa yang mereka inginkan ketika mereka akan menikah.

Lalu apa pendapat Islam tentang masalah ini? Sejauh penelitian yang saya lakukan, tidak ada masalah dengan pertukaran cincin saat pernikahan. Tapi cukup penting untuk melakukan penelitian dan memastikan bahwa setiap tradisi yang kita lakukan atau terlibat di dalamnya, selama pernikahan kita tidak bersumber dari sesuatu yang berlawanan dengan prinsip atau keyakinan Islam. Hal lain yang perlu diingat saat memakai cincin kawin di hadapan publik, sebagai hiasan, adalah memastikan fatwa marjak taklid (otoritas keagamaan) tentang memperlihatkan perhiasan, keharusan menutupinya, dan sebagainya. Sebagai contoh, beberapa marjak mengatakan bahwa seorang wanita harus menutup perhiasan, sekalipun cincin akik, atau tidak memakainya di depan publik sama sekali. Kita tidak ingin pernikahan baru kita dimulai dengan salah langkah, yakni melakukan hal terlarang.

Cincin hanyalah satu tradisi kecil yang berlangsung selama pernikahan. Kita tidak bisa melupakan busana, tempat duduk acara, lokasi, mas kawin, dan daftar panjang lainnya. Kita harus tetap ingat bahwa pernikahan adalah acara satu-hari (di beberapa kultur, satu-minggu) dalam hidup kita. Sering kali kita melihat orang-orang mengorbankan nilai-nilai keagamaan mereka untuk satu hari itu. Ya, acara itu spesial dan diharapkan sekali seumur hidup, tapi tidak ada yang patut mengabaikan (hukum) Allah hanya karena kita tidak ingin menjawab pertanyaan tentang mengapa pernikahan kita dipisah? Atau mengapa pengantin wanitanya mengenakan hijab? Atau bahkan mengapa tidak ada suara musik? Apakah itu benar-benar berharga pada akhirnya?

Apapun itu, kita harus ingat bahwa pernikahan dalam Islam adalah penyempurnaan separuh dari iman seseorang—ia adalah awal dan kesempatan bagi dua orang muslim untuk kembali fokus serta merenungkan kehidupan dan tujuan hidupnya. Jika niat kita menikah hanya untuk tampil cantik dan memiliki “pernikahan yang dikenang orang lain”, (sesuatu yang sulit bagi perempuan untuk tidak merasakannya) maka kita perlu selalu melihat teladan kita, ahlulbait a.s.

Kita salah jika menginginkan kemewahan atau bahkan memimpikan hal-hal yang secara teknis tidak penting dalam kehidupan spiritual kita. Terkadang saya bertanya-tanya, apakah Sayidah Fatimah a.s. sebelum pernikahannya memikirkan tentang bulan madunya? Atau tentang jenis cincin apa yang Imam Ali a.s. akan berikan untuknya? Terkadang saya memikirkan apakah salah satu dari imam dan nabi kita a.s. memikirkan tentang bagaimana mereka bisa menikahi wanita cantik dan sempurna? Apa makna kecantikan bagi mereka? Apa makna pernikahan bagi mereka? Apa tujuannya bagi mereka?

Meningkatnya tingkat perceraian, bahkan di komunitas dan keluarga muslim, membuat kita menjadi sedih. Tapi kita tidak bisa menyalahkan siapapun kecuali kita sendiri. Semakin kita menekankan tentang hal-hal detail fisik dalam pernikahan kita, semakin kurang kita memperhatikan hal-hal seperti amal apa yang dilakukan pada malam pernikahan, atau persiapan apa yang anak laki-laki dan perempuan bisa lakukan untuk memilih pasangan yang tepat. Kita harus bekerja sebagai masyarakat untuk mendorong kritik diri (autokritik) melalui berpikir kritis di antara mereka yang siap untuk menikah sehingga mereka sadar mengapa Islam menyatakan bahwa pernikahan adalah menyempurnakan separuh iman. Sparuh dari Islam kita pastinya tidak senilai dengan cincin berlian—ia tak ternilai harganya.

Penerjemah: Ali Reza Aljufri © 2011

Baca Juga:

Komentar Anda?

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.