Salah satu hal yang mampu menyatukan rakyat Indonesia adalah bola sepak, yang sejak awal 1990-an lebih dikenal sebagai sepak bola. Sejak memasuki masa kuliah, kegemaran saya untuk mengikuti sepak bola, bisa dikatakan, telah berkurang. Sudah nyaris tidak ada lagi membeli tabloid dengan hadiah poster, update berita sampai hafal nama pemain, nonton sampai larut pagi, atau klub favorite. Sekarang ini sudah cukup dengan menikmati pertandingan tim terkenal sambil menanti gol tercipta.
Dalam pertandingan kualifikasi pra Piala Dunia 2014, tim nasional Indonesia akan menghadapi Iran. Meski secara peringkat, timnas Iran berada di atas timnas Indonesia, tapi saya pribadi kurang menyukai permainan timnas Iran. Sementara Indonesia berpeluang mencetak nilai penuh di pertandingan kandang. Well, tulisan ini tidak akan membicarakan analisa pertandingan layaknya komentator bola. Tapi sekedar berbagi sedikit cerita Pemimpin Spiritual Iran tentang sepak bola.
Dalam pertemuannya dengan para pemuda, Ayatullah Sayid Ali Khamenei pernah ditanya apakah beliau memiliki jadwal harian untuk menyaksikan pertandingan olah raga di televisi. Pertanyaan ini memang sederhana, tapi mungkin terasa penting bagi anak-anak muda yang ingin lebih mengenal karakter pemimpin (rahbar) mereka. Ayatullah Khamenei juga bercerita tentang pengalamannya saat pertandingan timnas Iran melawan Amerika Serikat pada Piala Dunia 1998, yang saat itu gol kemenangan Iran dicetak oleh Hamid Estili.
“Saya memeluk Tuan Estili setelah pertandingan itu. Ketika dia datang kepada saya, saya katakan, ‘Sebagai hadiah atas gol itu saya akan cium kening Anda’. Mengenai menyaksikan pertandingan olah raga di televisi, sayangnya, saya tidak punya waktu untuk itu. Terkadang iya, tapi sangat jarang. Saya tidak punya kesempatan untuk duduk di depan televisi.
“Di sisi lain, olah raga yang banyak disiarkan (televisi) adalah sepak bola—dan saya bukan ahlinya dalam olah raga ini. Maksudnya, saya tidak memiliki keterlibatan langsung. Di masa muda saya tidak bermain sepak bola. Di masa kecil saya bermain bola voli, bukan sepak bola. Jadi saya benar-benar tidak mempunyai waktu untuk itu.
“Tapi malam pertandingan Iran melawan Amerika Serikat saya menyaksikannya. Meski sebenarnya saya tidak berniat menyaksikannya. Saya tidak berencana, karena waktu itu sudah terlalu larut dan waktunya bagi saya untuk istirahat. Tapi baru saja saya duduk dan menghidupkan televisi, saya melihat gol Tuan Estili dan saya tidak lagi mengantuk! Saya menyaksikannya sampai habis.”
Setelah pertandingan Iran melawan Amerika Serikat, beliau menyampaikan pesan khusus kepada para pemain timnas Iran.
“Kira-kira beberapa pekan atau satu bulan sebelum pertandingan (Iran-Amerika Serikat), kantor berita antek imperialisme mengiklankan pertandingan ini sebagai pertandingan politik. Padahal semua orang tahu bahwa sepak bola bukanlah pertandingan politik. Tetapi (karena iklan tersebut) setiap orang jadi mengatakan bahwa pertandingan ini adalah pertandingan politik.
“Ada dua tujuan yang terlintas dalam pikiran, salah satunya adalah hubungan antara rakyat Iran dan rakyat Amerika dalam pertandingan ini. Saya tidak tahu bagaimana menjelaskannya kepada Anda tapi kami sadar atas apa yang dikatakan oleh stasiun radio milik Barat seluruh dunia, bahwa semuanya penuh dengan klaim bahwa ini adalah pertandingan politik.
“Masalah lain adalah mengenai prediksi (pertandingan) terutama dari pihak Amerika Serikat. Meski tidak disampaikan secara jelas, tapi terlihat dari apa yang mereka katakan bahwa Iran pasti akan kalah dan tidak mampu mencetak gol. Mereka membayangkan sebuah adegan di mana presiden Amerika dengan kekuasaannya akan datang dan berkata, ‘Pasti kami mencetak gol ke gawang kalian.’
“Gol ini dan sisa pertandingan yang dijalankan pemain kita membalikkan benak di kepala mereka dan menjadi refleksi bagi bangsa Iran dalam menghadapi Amerika. Apa yang saya katakan dalam pesan saya bukan karena ketika orang ini mencetak gol maka ia mencetak gol politik, bukan, ia bermain pertandingan sepak bola. Karena kemampuan dan tekniknya ia mencetak sebuah gol. Siapapun yang ada di posisinya akan mencetak gol dan siapapun yang ada di posisi lawan akan kebobolan. Dia mencetak gol bukan karena masalah politik.
“Tapi gol ini memang benar-benar mengubah situasi yang Amerika Serikat rencana dan inginkan. Mereka marah. Tapi media imperialisme mengatakan bahwa Khamenei yang menjadikannya pertandingan politik. Mereka tidak mengatakan bahwa diri mereka sendirilah yang sebenarnya telah membuat pertandingan politik selama beberapa minggu terakhir (sebelum pertandingan).”
Al Jufri memang banyak jadi Syi’i :(, beb jika di beit sendiri sudah komplit disediakan ilmu, untuk apa mengambil ilmu dari orang lain (Persia)?
Setuju, Bib, rumah kenabian (ahlulbait) itu gudang ilmu. Nabi kota ilmu, Ali pintunya. Tapi nabi tidak membatas-batasinya, sehingga mengatakan, “Sekiranya iman berada di bintang Tsuraiya sekalipun, niscaya lelaki (Salman) dari bangsa ini (Persia) yang akan mencapainya.” (HR. Muslim)
Apakah rumah ilmu kita tidak terasa komplit bagi ente bib shingga harus mendulang ilmu dari orang lain? Sahabat Salman Farisi ra, taklim dari Nabi yg kemudian di abadikan ajaran beliau (SAW) oleh dzuriyahnya.
@Habib Toha, mungkin ada lupa bib..akan Hadits keutamaan orang Yaman…yang teringat selalu keutamaan orang parsi…bahkan ada sebagian dari golongan ini yang rela melihat “negeri ” tujuan Al Imam Ahmad bin Isa, Al Muhajir hijrah menjadi bahan olok2 kan sebagai negara miskin terkebelakang jauh dibandingkan Iran…nauzubillah..ana 100000000000000000…..x lebih mencintai Tarim daripada Qum
Menurut saya, hadis keutamaan terhadap sebuah daerah atau suatu kaum tidak meniscayakan bahwa kaum atau daerah itu menjadi mutlak lebih utama dari kaum yg lain. Hikmah, ilmu, iman bisa diraih di mana saja. Hati-hati terjebak fanatisme.
Ali Reza
on 8 September, 2011 pukul 20:48 said:
Setuju, Bib, rumah kenabian (ahlulbait) itu gudang ilmu. Nabi kota ilmu, Ali pintunya. Tapi nabi tidak membatas-batasinya, sehingga mengatakan, “Sekiranya iman berada di bintang Tsuraiya sekalipun, niscaya lelaki (Salman) dari bangsa ini (Persia) yang akan mencapainya.” (HR. Muslim)….>>>> setuju sekali untuk berhati-hati terhadap fanatisme 🙂