Nasionalisme Bukan Fanatisme

Di Gelora Bung Karno, tim nasional Indonesia menjamu kesebelasan negara lain. Sebelum bertanding, para pemain berbaris untuk kemudian diputarlah lagu kebangsaan masing-masing negara. Ketika lagu kebangsaan negara lawan dimainkan, terdengar teriakan merendahkan dari penonton Indonesia. “Huuu…” Saya sangat terganggu. Apakah dengan merendahkan identitas negara lain berarti kita bersikap nasionalis? Atau justru bersikap fanatik?

Fanatisme adalah sifat psikis yang terwujud dalam bentuk perendahan atau pembelaan terhadap kerabat atau mereka yang miliki kesamaan, baik itu ideologi, tanah air, bahasa, atau warna. Fanatisme atau asabiah merupakan moral buruk yang terlihat seperti membela kebenaran atau agama, tapi sebenarnya bertujuan untuk memperluas pengaruh orang, kelompok, atau agama, saudara, dan teman.

Fanatisme dapat membuat seseorang melakukan kejahatan moral mulai dari memfitnah, merendahkan, sampai dengan membunuh. Oleh karena itu, bukanlah cinta yang membutakan tetapi fanatisme. Seseorang yang hatinya tercerahkan tidak akan memiliki sifat fanatisme. Dia akan mudah tunduk di hadapan kebenaran dan mampu melihat keadaan secara lebih baik dan tahu akan segala konsekuensinya.

Dia berani untuk mengatakan hitam adalah hitam, putih adalah putih; tanpa peduli ada di kelompok mana. Dia tahu bahwa hubungan fanatisme seperti tali kekerabatan atau pembelaan hanya atas dasar jenis kelamin adalah fana. Sementara hubungan dengan kebenaran dan keadilan dari Tuhan adalah kekal. “Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal.”

Memiliki sikap nasionalis tidak harus menjadi fanatik. Imam Ali Zainal Abidin a.s. pernah berkata, “Fanatisme (yang membuat orang berdosa) adalah menganggap orang terburuk dari bangsanya sendiri lebih utama dibandingkan orang terbaik dari lawannya. Bukanlah termasuk fanatisme untuk mencintai bangsa. Namun jika membantu bangsa sendiri untuk melakukan penindasan maka itulah fanatisme.”

http://twitter.com/ejajufri/status/111063263759970304

na·si·o·na·lis·me n 1 paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri; sifat kenasionalan; 2 kesadaran keanggotaan dl suatu bangsa yg secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu; semangat kebangsaan

Lebih lengkap mengenai fanatisme dan penyakit hati lainnya, kunjungi Al-Islam.org.

3 respons untuk ‘Nasionalisme Bukan Fanatisme

  1. hmm.. sejak dahulu kala ini fanatisme ada.
    simpel saja.. suku quraisy jadul suka membanggakan diri.. menganggap sukunya lebih baik dari suku lain.
    yaa jangankan tingkan nasional tingkat RT-RW saja ada..
    begitulah ya hal-hal sepele yg kadang hanya u/ have fun saja malah sebenernya tergolong penyakit hati
    wallahu alam

  2. Itulah yang terjadi, karena kita terlalu bersemangat…mungkin…
    Klo dilihat2 kadang juga terlalu sombong atau percaya diri.. makanya saya tidak terlalu memikirkan pertandingan kemarin…

  3. Saya tidak setuju nasionalisme secara konsep. Mengapa? seharusnya kesetiaan dan kebaikan harus didasari dg perspektif humanisme universal, sedangkan nasionalisme menghendaki pembatasan kekolompokan dalam mengikat kesetiaan dan kepedulian sosial. Saya tidak mengerti mengapa saya harus melebih-pedulikan seseorang hanya karena ia memiliki kesamaan bentuk hidung dan warna kulit? mungkin saya tumbuh besar di lingkungan yang begitu plural dimana saya berteman dan bersuka ria dg org-org dari berbagai latar baik agama dan bangsa, dalam kehidupan pertemanan tsb tentu kepedulian kami timbul karena relasi individual yg terjalin, karena sudah mengenal maka akrab tidak peduli dia bule dia negro dia sunda dia mongol lah.. jadi saya tdk mengerti logika yg mengharuskan ikatan emosional saya yg harus dilebihkan kpd org-org sebangsa yang notabene memiliki rumpun leluhur yg sama karena alasan…nasionalisme?, kenapa harus demikian?, secara emosional manusia tidak harus lebih lebih cinta atau lebih nyambung dg yang satu bangsa, perasaan saya melihat org yg sebangsa atau yg bukan itu rasanya sama saja seperti melihat sekumpulan individu-individu yang sama dimata saya, kecuali keluarga nah baru itu beda secara pandangan. Bisa saja saya lebih akrab dg orang India dan bisa saja bahkan saya jatuh cinta dengan seorang wanita Jerman misalnya.. tentu saya akan lebih mempedulikan mereka dibanding org lain yang saya TIDAK KENAL walau sebangsa. Karena bagaimanapun, kita diciptakan utk saling KENAL-MENGENAL, Islam bukan Nazi yang menghendaki tatanan segregatif dimana Hitler memandang tatanan manusia dg eksistensinya harus saling membatasi diri berdasarkan kekelompokan rasial/bangsa. Sedangkan kawin-mawin lintas bangsa dan kultural TIDAK ditentang dalam Islam kan? dan itu juga bukan hak anda untuk melarang-larang yg menjadi Hak asasi antar manusia. Jadi sekali lg, saya lebih baik mengatakan diri sbg humanis dan kalaulah peduli negara cukup dg terma ‘Patriotisme’, kenapa? Karena patriotisme bukan atas dasar ‘kebangsaan’, namun ‘cinta tanah air’ yang tentu wajar bahwa tiap warga harus menjaga dan memajukan negerinya agar makmur dan tentram. Itu saja

Komentar Anda?

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.