Ketika masuk ke Masjid Al-Bakrie di sekitar kawasan Epicentrum magrib tadi, saya melihat banyak anak-anak yang sudah lebih dulu menanti di mulainya salat berjemaah. Ketika ikamah dikumandangkan, mereka lebih segera maju ke depan. Saya sengaja hanya bertahan di saf ketiga. Sampai kemudian… saya terkejut melihat seorang tua yang dengan nada keras melarang anak-anak kecil itu untuk salat di saf kedua.

Terpancing, beberapa orang dewasa lain yang berada di saf keempat juga menyuruh anak-anak untuk salat di belakang. Orang tua tadi mengusirnya ke belakang dan meminta saya maju ke depan. Saya menahan sambil tetap mempersilakan anak-anak itu untuk salat di saf kedua. “Tapi jangan berisik, ya!” kata orang tua itu dengan tatapan tajam. Alasan kenapa saya tidak ingin maju ke depan ialah karena kejadian itu mengingatkan saya dengan kisah yang disampaikan Sayid Ali Khamenei pada bulan Juni 1997 tentang bagaimana sebaiknya kita memperlakukan anak muda.

Di masjid tempat saya biasa menjadi imam salat, tidak ada ruang untuk melaksanakan salat di antara waktu terbenam matahari dan dimulainya salat malam. Orang-orang selalu penuh hingga ke luar masjid. Anak muda di sana jumlahnya sekitar delapan puluh persen; dan hal ini karena saya selalu menjaga hubungan dengan mereka. Pada masa itu, jaket bulu [yang digunakan saat musim dingin] menjadi tren, dan banyak anak muda memakainya.

Suatu hari, saya melihat seorang anak muda yang memakai jaket itu duduk di dekat saya di saf pertama. Ada juga seorang pebisnis yang duduk di samping anak muda itu, yang kelihatannya bijak dan saya selalu melihat dia di saf pertama. Saya perhatikan orang itu membisikkan sesuatu ke telinga anak muda, dan tiba-tiba membuat anak muda itu terganggu. Saya menoleh ke pebisnis itu dan bertanya apa yang dikatakannya kepada anak muda itu. Anak muda itu langsung menjawab tidak ada apa-apa. Dari cara bicara anak muda itu, saya sadar kalau anak muda itu diminta untuk tidak berada di barisan pertama karena pakaiannya.

Saya katakan ke anak muda itu untuk tetap di situ dan jangan pindah. Kemudian saya mengeluh kepada pebisnis itu kenapa ia meminta anak muda itu untuk mundur? Saya katakan kepada pebisnis itu bahwa kita harus membiarkan orang-orang menyadari bahwa meskipun anak muda berpakaian seperti itu, ia tetap bisa ikut bergabung dengan salat berjemaah dan tetap bisa salat bersama kita.

Saudaraku, saya ingatkan, sekalipun kita mengalami kekurangan uang dan beberapa kebutuhan sekunder, bahkan sekalipun banyak orang tidak dapat mengakses terjemahan Alquran secara tepat, setidaknya kita tetap harus menjalankan prinsip-prinsip moral. “Salah satu ciri orang beriman adalah kegembiraan mereka nampak di wajah dan kesedihan mereka tersembunyi dalam hati.” Seseorang harus memperlakukan anak muda berdasarkan prinsip moral, dan harus mencoba menyentuh hati dan jiwa mereka dari pada (melihat) penampilan fisik. Hanya dengan cara inilah kita dapat menarik perhatian orang pada agama kita.[1]

Anak-anak kecil—yang belum lagi terkena taklif—yang ketika melaksanakan salatnya mungkin berisik justru menjadi kewajiban kita untuk mengajarkan dan menasehatinya dengan baik. Kita bisa belajar dari nasihat Sayid Ali Khamenei tentang bagaimana menjaga perasaan anak muda agar tidak muncul perasaan tertolak dalam hati mereka, apalagi ketika berada di barisan salat. Karena ketika sudah berada dalam masjid untuk salat, seluruh kedudukan kita sama; tidak ada keunggulan usia, harta, dan jabatan untuk berhak berada di saf terdepan. Karena semua sujud di hadapan-Nya.

8 respons untuk ‘Memperlakukan Anak Muda

  1. memang seharusnya kita bersikap seperti itu, sy jg pernah melihat bapak2 dengan kasarnya menyuruh anak2 berdiri disyaf paling belakang, hingga akhirnya anakitu malas untuk shalat berjama’ah dimesjid itu, padahal bapak2 td adalah seorang haji, bagaimana perasaannya…

  2. Sbd Rosul ”BARANG SIAPA YG TIDAK MENGASIHI ANAK KECIL DAN TIDAK MENGHORMAT ORANG YG TUA MAKA BUKAN GOLONGANKU” hadits ini tentang adabia sesama manusia tapi kalo sholat lain karena menghadap Alloh yg udah balig harus didepan kecuali ga ada lihat itu kitab2 fikih semua ajarkan begitu ini masalah fadzilah sof tapi ga boleh kasar dg anak kecil

  3. Kadangkala apa yang kita fikirkan dan kita perbuat sesuai dengan ajaran namun dibalik hal tersebut terjadi kezhaliman. alangkah tepatnya bila prinsip-prinsip Ajaran Illahi Subhanaka dan RasulNya disampaikan dengan perkataan yang baik, santun beradab, apalagi dengan anak-anak yang belum tertuntut untuk melaksanakan suatu kewajiban.

Komentar Anda?

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.