Tema kedua dalam seminar Vahdat-e Ummat adalah Religious Basis of Unity yang disampaikan oleh Ahmad Moballeghi. Dalam pembicaraannya, Moballeghi mengatakan bahwa masalah politik telah mengekspolitasi perbedaan yang terjadi di dalam suni, Syiah, maupun di antara keduanya. Perbedaan dan pengkotak-kotakkan ini semakin diperkuat dengan sifat fanatik kesukuan.
Ayat masyhur yang sering didengar ketika berbicara tentang persatuan adalah: Berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai… (3: 103). Ayat ini bersifat afirmatif karena di satu sisi berisikan perintah Tuhan untuk bersatu padu tapi di sisi lain berisikan larangan untuk berpecah. Lanjutan ayat tersebut juga menjelaskan tentang sudah adanya penerangan (bayyinat) di antara umat. Oleh karena itu, perpecahan dapat dikategorikan sebagai dosa besar atau induk segala dosa (ummudz dzunub), karena ia menciptakan kesan buruk dari luar agama Islam.
Ayat lain yang sering kita dengar adalah: Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara… (49: 10). Ayat ini lebih dari sekedar memerintahkan kita untuk bersatu, bahkan lebih tinggi dari itu adalah untuk bersaudara. Sedemikian pentingnya persaudaraan maka dibutuhkan sebuah proses dan mekanisme untuk melindungi persatuan. Damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.
Ayat lain menyebutkan: Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. (49: 13) Ayat ini jelas berbicara bahwa perbedaan suku adalah cara untuk saling mengenal. Tapi saat ini hal yang sebaliknya justru terjadi, di mana permusuhan tercipta karena dasar-dasar seperti suku atau warna kulit.
Sesungguhnya (umat) ini, umat kalian adalah umat yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. (21: 92) Ayat ini dan ayat-ayat sebelumnya dapat menjadi landasan bagi setiap mazhab, termasuk Hanafi, Ja’fari, Zaidi, untuk tetap bersatu. Setelahnya berbicara mengenai umat yang satu, ayat tersebut juga berbicara mengenai ibadah karena ibadah selalu memiliki aspek sosial.
Pertanyaan mendasarnya dari masalah ini adalah apa yang dimaksud dengan persatuan (unity)? Setiap mazhab selalu mengklaim sebagai kelompok yang paling benar, tetapi klaim tersebut tentu harus disertai dengan bukti mengapa mereka laik menjadi yang terbaik. Setiap mazhab harus tetap berbicara sesuai dengan dalil dan logika tanpa harus mencela yang lain. Tapi tentu tidak semata dalil, tetapi kelompok mana yang dapat menciptakan kedamaian di tengah-tengah umat, karena seluruhnya adalah umat nabi. Mazhab hanya berada pada tataran pemikiran sementara persatuan berbicara mengenai praktik. Uni Eropa, misalkan, memiliki banyak perbedaan termasuk kultur dan bahasa, tapi mereka tetap bisa bekerja sama dalam banyak bidang.
Lalu, apa perbedaan antara persatuan dengan pluralisme? Pluralisme bermakna, karena setiap kelompok memiliki pandangannya dan tidak mempercayai metode pemikiran, maka mereka hanya menganggap semua kebenaran itu relatif. Tetapi dalam kasus suni-Syiah, masing-masing percaya bahwa kebenaran hanyalah satu. Sehingga ia harus diiringi dengan sikap toleransi dan menghargai satu sama lain.
Ahmad Moballeghi juga mengatakah bahwa sumber perpecahan bukanlah agama atau mazhab tetapi ego. Seberapa kecil jumlah pengikut sebuah mazhab, persatuan tetap merupakan keharusan karena ia tidak berbicara tentang jumlah. Dalam pembicaraannya, ia sempat dikritik tentang jumlah masjid suni di Tehran. Nmaun dia menjelaskan bahwa istilah “masjid suni” atau “masjid Syiah” hanyalah buatan manusia.