Kisah Jubah Pemimpin Hizbullah

Semasa perang Hizbullah melawan Israel tahun 2006, seorang wanita memakai kaos kerah V, kacamata hitam, dan bandana merah sedang bejalan menuju sebuah kafe di kota Beirut. Seketika dia diwawancara oleh televisi Al-Manar. “Ketika seluruh kekacauan ini berakhir, saya ingin jubah Sayid Hassan yang berkeringat kala dia membela saya, anak-anak saya, saudara-saudara saya, dan negeri saya. Saya menginginkannya agar dapat mengusapkan sedikit keringatnya pada diri saya dan anak-anak saya. Mungkin potongannya dapat dibagikan kepada masyarakat sehingga mereka bisa mendapatkan sedikit kebaikannya, kehormatannya, dan kemuliaan.”[1]

Sama seperti rakyatnya lainnya, Reem Haidar yakin bahwa kemenangan akan diraih. Tapi yang lebih mengejutkannya adalah Hassan Nasrallah mendengar dan mengingat keinginannya tersebut. Setelah perang berakhir, Reem Haidar mendapat kabar bahwa jubah sudah disimpan dan akan dikirim. “Saya mendapat ribuan telepon dari dalam dan luar Lebanon, meminta untuk diberikan potongan jubah sebagaimana yang saya katakan.” Tapi nyatanya, sangat berat baginya untuk memotong-motong jubah tersebut. “Pintu rumah saya selalu terbuka bagi yang ingin melihatnya.[2] Orang-orang dapat mengunjungi dan mengambil berkah darinya.”

Film dokumenter berjudul Umm al-Abaya pun diproduksi. Dokumenter ini menceritakan tentang seorang wanita Lebanon yang berbicara tentang pentingnya keterikatan dan komitmen timbal balik antara seorang pemimpin dengan rakyatnya. Dalam salah satu adegan di dokumenter tersebut, ketika Reem Haidar sedang berjalan di antara puing-puing, dia menunjuk ke sebuah rumah yang tidak hancur, lalu berkata “Andai rumahku di sini. Mengapa hanya rumah ini yang mendapatkan kehormatan?”

Menurut Lina Khatib (2012), film dokumenter tersebut memang sulit dimengerti karena wanita yang berbicara tentang ikatan emosionalnya dengan Nasrallah. Dalam adegan lain, seorang wanita tua melantunkan puisi dan menggambarkan Nasrallah bagaikan matahari. Ada pula seorang gadis kecil yang berkata: “Apa yang telah dilakukan Sayid Hassan tidak akan dapat dilakukan oleh orang atau pemimpin Arab lainnya.”[3]

Reem Haidar di Tehran (FARS/Hossein Fatemi)
Reem Haidar di Tehran (FARS/Hossein Fatemi)

Kala itu, Reem Haidar menjadi sangat terkenal. Dia sempat diundang ke Tehran untuk sebuah festival sastra. Bahkan, seorang pebisnis Kuwait menawari harga 100.000 dolar untuk jubah Sayid Hassan.[4] Namun setelah bertahun-tahun, Reem Haidar menyadari bahwa dirinya tidak mendapat kesempatan untuk melakukan peran penting. Meski tetap sebagai pendukung perlawanan (muqawamah), Reem Haidar tidak diperbolehkan untuk masuk ke markas Hizbullah karena tidak memenuhi peraturan tertentu.

Anggota parlemen dari faksi pendukung Hizbullah, Ali Fayyad, mengatakan bahwa Hizbullah tidak terganggu oleh fakta bahwa Hizbullah memiliki pendukung yang tak berjilbab karena hal tersebut merupakan urusan pribadi bagi para wanita. Sementara seorang peneliti dan profesor sosiologi, Huda Rizk, mengatakan, “Partai (Hizbullah) memastikan bahwa masyarakat yang secara sosial berbeda darinya tidaklah bermasalah. Tapi jika Anda seorang wanita Syiah yang tidak berjilbab, maka itu lain cerita. Wanita seperti itu tidak dapat dijadikan orang penting di partai karena tidak bisa menjadi panutan.”[5]

Sebenarnya, ada banyak wanita tidak berjilbab seperti Reem Haidar yang mendukung perlawanan dan pemimpinnya. Bagi sebagian dari mereka, alasan utama dukungan mereka adalah terhadap muqawamah, sementara yang lainnya terpikat oleh “mantra” dan kharisma Sayid Hassan Nasrallah. Menurut sebagian dari wanita itu, Sayid Hassan adalah orang yang berbeda jika dibandingkan dengan orang-orang religius di partai yang menolak wanita tidak berjilbab. Nasrallah mewakili image keterbukaan partai dan akan menerima mereka adanya. Tapi tidak peduli seberapa antusias para wanita tersebut dalam mendukung perlawanan, tidak akan ada tempat bagi mereka dalam barisan partai.

Catatan: Film dokumenter Umm al-Abaya yang diunggah SunSet di YouTube di atas hanyalah bagian pertama dari sepuluh bagian terpisah.

Referensi:

[1] Ciezadlo, Annia. “Eau De Hezbollah”Canada.com. CanWest MediaWorks Publications Inc. 31 Januari 2007

[2] “Nasrallah grants a wish as he passes his cloak to supporter.” Gulf News. 20 September 2006

[3] Khatib, Lina (2012). Image Politics in the Middle East: The Role of the Visual in Political StruggleI.B. Tauris. London. ISBN 978 1 784885 281 5. Hal. 55

[4] “ريم حيدر وعباية الامين العام”. Bint Jbeil. 25 Desember 2006

[5] Merhi, Zeinab. “Hezbollah’s Unorthodox Fans”Al-Akhbar English. 19 Mei 2012

Komentar Anda?

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.