Ironi adalah ketika film Iran pertama yang saya lihat di negaranya langsung justru film yang saat ini sudah dilarang. Meskipun film ini ber-genre komedi—bahkan terlalu lucu untuk dikategorikan sebagai komedi—film ini tetap memberikan pesan-pesan bermanfaat, sebagaimana kebanyakan film Iran lainnya. Tidak perlu menampilkan adegan seksual, kekerasan, atau bahasa tidak pantas sebagaimana biasanya dipentaskan film Hollywood, film ini tetap mampu menampilkan tujuan untuk mengotokritik masyarakat Iran.[1] Ketika pertama kali ditayangkan di Festival Film Fajr 2004, penonton rela antri berjam-jam untuk menyaksikan film yang telah mendapatkan berbagai penghargaan. Mengalami penundaan selama beberapa bulan dan sensor, film ini tetap tidak bisa menghindari pelarangan.
PERINGATAN!
Tulisan di bawah ini akan memuat plot atau alur cerita utama dalam film, sehingga dapat merusak pengalaman Anda jika akan menyaksikan film ini.

Marmoulak yang secara bahasa berarti “cicak” menceritakan kisah seorang pencuri yang—di kalangan para kriminal—dikenal ahli memanjat tembok. Sayangnya, di awal film tokoh utama yang bernama Reza Mesghali ini sudah tertangkap polisi. Mojaver, kepala sipir, mengatakan bahwa jika diet makanan bermanfaat untuk kesehatan badan, maka penjaranya adalah tempat untuk diet rohani. “Penjara ini adalah klinik spiritual. Saya akan mengirim kamu ke surga, sekalipun dengan paksaan.” Cara Mojaver yang mengajak orang lain kepada kebaikan—sekalipun ke surga—dengan cara keras dan paksaan tidak membuat diri Reza Mesghali tertarik. Inilah yang membuat Reza Mesghali berusaha untuk bunuh diri.
Tapi usaha Reza Mesghali untuk bunuh diri gagal dan hanya berakhir di rumah sakit. Kepada teman sekamarnya di rumah sakit, Reza memintanya untuk jangan berceramah. Reza tidak percaya dengan para ulama (âkhund), apalagi surga dan neraka. Teman sekamarnya mengatakan bahwa di kalangan ulama ada yang baik dan ada pula yang jahat. Hari berikutnya, Reza Mesghali terkejut karena ternyata teman sekamarnya adalah seorang mullah, yang juga bernama Reza. Tangan Mullah Reza yang kasar membuat Reza Mesghali tidak mengenalinya sebagai ulama. Mullah Reza mengatakan bahwa ulama bukanlah sebuah profesi. “Seseorang tidak dinilai dari pakaian lahiriahnya, tapi dari jiwa dan kemanusiaannya.”
Meski hanya muncul beberapa menit, Mullah Reza menampilkan sosok ulama yang lembut dan jauh dari kesan negatif. Dia tidak mengambil hati ketika Reza Marmoulak menghina ulama, juga tidak marah ketika tahu bahwa Reza Mesghali seorang kriminalis. Bahkan dia memberi semangat dan harapan, tapi tidak dengan ayat suci atau hadis. Mullah Reza justru mengutip dari sebuah novel Perancis berjudul The Little Prince.
“Orang-orang pergi ke toko untuk membeli segala sesuatu. Tapi karena tidak ada satu toko pun yang menjual teman, manusia tidak dapat membelinya dan merasa kesepian. Jika engkau ingin seorang teman, jinakkanlah aku.” Dia bertanya, “Apa maksudnya?” Rubah menjawab, “Buatlah aku mencintamu; sesuatu yang sudah dilupakan manusia pada saat ini.” Dia bertanya lagi, “Bagaimana caranya?” Rubah menjawab, “Engkau harus bersabar. Sangat bersabar.”
Reza Mesghali dan Mullah Reza seperti menjadi teman baik. Mullah juga memberi nasihat yang sangat membekas pada diri Reza Mesghali sepanjang akhir cerita, “Ada begitu banyak jalan menuju Tuhan sebanyak jumlah manusia di muka bumi.[2] Tuhan tidak menutup pintu untuk hamba-Nya. Janganlah kehilangan harapan.” Saya sudah bercerita panjang tentang film ini, namun kisah baru dimulai ketika Mullah Reza akan pergi mandi dan diduga sengaja meninggalkan baju keulamaannya di tempat tidur. Mullah Reza seolah memberi kesempatan dan hendak mengatakan bahwa jalan menuju Tuhan bukanlah dengan cara sang sipir, Mojaver; sekalipun keduanya, baik Mojaver maupun Mullah Reza, sama-sama mengharapkan perubahan pada diri Reza Mesghali.[3]
Reza Mesghali pun kabur meninggalkan penjara dengan pakaian seorang mullah. Tetapi, baju ulama yang dipakai Reza Marmoulak seolah menjadi “penjara” baru baginya.
Warga sebuah desa dekat perbatasan—tempat Reza Mesghali mencari pembuat paspor palsu untuk kabur—menjadikan Reza sebagai ulama baru di masjid desa tersebut. Warga sangat menghormatinya karena sejak lama masjid tersebut tidak memiliki seorang ulama. Usaha Reza untuk mencari paspornya di malam hari dengan pakaian biasa disalahpahami oleh warga sebagai kunjungan ke rumah orang-orang miskin untuk memberi sedekah. Warga desa semakin kagum. Orang-orang yang telah meninggalkan agama semakin sering datang ke masjid untuk mendengarkan ceramah Reza Marmoulak, yang kebanyakan diambil dari pertemuannya dengan Mullah Reza di rumah sakit.
Di antara adegan menarik adalah ketika Reza Mesghali menganalogikan jalan menuju Tuhan dengan cara seseorang memasuki sebuah rumah. “Jika tidak mempunyai kunci, pilihan lain adalah kunci utama. Jika tidak punya kunci utama, Anda bisa menggunakan kawat, obeng, atau memanjat tembok dan menggunakan tali.” Orang yang hadir di masjid mengira bahwa contoh yang dijelaskan Reza tersebut merupakan sebuah perumpamaan, bukan berdasarkan pengalamannya sebagai seorang pencuri.
Di desa tempat Reza Mesghali terjebak dengan pakaiannya, juga terdapat peran-peran yang menjadi bagian dari kritik sutradara terhadap realitas masyarakat Iran, di mana para pemuda merasa ditekan namun juga ingin melepaskan diri dari batasan-batasan yang mengekang mereka.[4] Misalkan terdapat dua orang bersaudara yang memiliki watak saling bertolak belakang; pertama adalah pemuda yang sedang jatuh cinta namun ditekan oleh aturan ketat ayahnya untuk menghapal Alquran, dan yang kedua adalah pemuda dogmatis, kaku, dan sangat bergantung pada pertanyaan-pertanyaan agama.
Di beberapa adegan film ini, juga ditampilkan seorang anak kecil yang selalu muncul dan memperhatikan Reza Mesghali ketika dia hendak berbuat jahat. Anak kecil ini seolah menjadi perwujudan hati kecil Reza Mesghali yang perlahan-lahan membuat perubahan moral dalam dirinya—satu-satunya sisi film yang mungkin membuat senang para ulama yang melarang film ini. Lalu kenapa, film yang menurut saya tetap menampilkan nilai positif mendapat pelarangan?
Ketua Dewan Garda, Ayatullah Jannati, mengatakan, “Meskipun saya belum pernah menyaksikan film Marmoulak, tapi berdasarkan penjelasan yang diberikan kepada saya, (film tersebut) memiliki nilai pelajaran yang buruk dan harus dicegah peredarannya. Di film tersebut seorang agamawan digambarkan sebagai sesuatu yang lucu. Entah dengan niat buruk atau tidak, tapi mengapa film yang memiliki dampak buruk bagi masyarakat disebarluaskan? Seharusnya ada seorang ahli dan atau ulama Islam yang menyaksikan film tersebut untuk kemudian memberikan pandangan, lalu baru diberikan izin peredaran.” Memang awalnya film ini mendapat izin penayangan dari Kementerian Bimbingan Islami dan disiarkan kepada publik secara terbatas di Tehran, Shiraz, dan Kerman. Tapi kemudian di Mashhad, Pengadilan Propinsi Khurasan mengeluarkan larangan.[5]
Ayatullah Sobhani, salah seorang guru besar di hauzah, mengatakan bahwa film Marmoulak telah memberikan pengaruh yang merugikan. “Film tersebut memberi pengaruh buruk khususnya bagi para pemuda. Penulis film memang orang yang agamis tapi bukan ahli Islam. Dia memahami seninya tapi tidak mengetahui dampak buruk bagi Islam dari penggunaan pakaian keulamaan dalam film tersebut. Judul film tersebut juga bermasalah karena memiliki makna berbeda. Penggunaan pakaian ulama bisa saja memiliki pesan yang baik, tapi tidak semua masyarakat menaruh perhatian terhadap pesan baik; justru kebanyakan mereka menaruh perhatian terhadap pesan buruknya.”[6]
Hujjatul Islam wal Muslimin Mahdi Doneshmand menyampaikan kritik yang lebih pedas. Dalam 130 Masalah Film Marmoulak, ia mengatakan,[7] “Film Marmoulak telah melakukan kejahatan dan pengkhianatan melalui penggunaan pakaian ulama. Di Isfahan, saya melihat empat orang tak berpendidikan berkata mârmulak (cicak) kepada orang yang paling alim di kota tersebut. Jika film ini membuat perbaikan dan menjadikan masyarakat mengenal ulama, maka itu baik. Tapi film ini justru mengajarkan penghinaan. Menarik perhatian pemuda tidak selalu dengan cara lelucon yang keterlaluan. Mimbar bukanlah tempat menyampaikan lelucon. Selama satu jam di Isfahan, saya berdiskusi dengan Kamal Tabrizi, sang sutradara. Dia menerima banyak perkataan saya, banyak yang juga yang ditolaknya. Terakhir dia berkata kepada saya, ‘Anda datang ke saya untuk belajar menjadi sutradara, saya juga datang kepada Anda untuk belajar berceramah’.”
Ketika berusia 19 tahun, Kamal Tabrizi selalu hadir dalam demonstrasi menentang Syah. “Saya berasal dari keluarga agamis tradisional. Tapi hal-hal seperti keimanan, salat, puasa, dan semacamnya, tidak secara khusus menarik kita anak-anak muda. Tapi ketika saya ada di universitas, saya menemukan Islam yang peduli dengan kondisi kehidupan masyarakat. Ini menarik perhatian saya. Agama harus meningkatkan kehidupan umat manusia; dan saya masih percaya sampai hari ini.”
Memandang revolusi Islam sebagai anti terhadap film dan seni adalah hal yang keliru, katanya.[8] “Kita, anak-anak muda, menolak film pada masa rezim Syah, karena sebagian besar hanya berisikan cerita murah tanpa ada pretensi intelektual. Kita ingin mengembangkan gaya yang benar-benar berbeda. Kita ingin membuat film yang benar-benar mewakili Iran. Film haruslah mengedukasi dan melibatkan penonton. Kamera harus dilihat sebagai alat untuk menunjukkan bagaimana revolusi sebenarnya.”
“Religiusitas saya tidak berkurang dibandingkan masa revolusi. Ulamalah yang telah berubah, bukan saya.” Dia juga mengatakan bahwa ulama harus memahami bahwa untuk dapat bertahan, mereka harus siap menerima kritikan.[9] Dalam surat terbuka yang ditulis kepada Ayatullah Jannati, Kamal Tabrizi menyatakan dan merasa bahwa dalam filmnya reputasi para agamawan tidak dihilangkan, kehormatan revolusi tidak dirusak, peran imam tidak dipermainkan, dan kehormatan muslim—yang lebih penting dari semua itu—tidak dilecehkan. Dia juga mengatakan bahwa dirinya bersedih.”[10]
Hujjatul Islam Mohsen Qaraati, yang kitab-kitab tafsirnya selalu dipenuhi dengan analogi-analogi menarik, juga memberikan pandangan terkait film Marmoulak,[11] “Sekali waktu, saya pernah mengatakan bahwa film Marmoulak tidak memiliki masalah. Ketika berada di (provinsi) Semnan, seorang ulama datang ke saya dan bertanya mengapa saya berkata seperti itu?” Qaraati menjelaskan, “Begini, mârmulak (cicak) hanyalah seekor hewan kecil yang tidak ada urusannya dengan kita (para ulama). Paus saja yang sebesar itu pernah memakan Nabi Yunus, tapi kemudian dikeluarkan!”
Lihat The Lizard di IMDb.com.
Referensi: (klik untuk detail)
[1] ^ Curiel, Jonathan (6 Agustus 2004). “Marmoulak”.
[2] ^ “Marmoulak”. Wikipedia.
[3] ^ Cross, Cameron (5 Desember 2006). “Marmulak” (PDF). The University of Chicago.
[4] ^ Yone, A.A (21 Juli 2009). “‘The Lizard’: Iran in the cinema’s gaze”. openDemocracy.
[5] ^ “Jannati Khâstâr Towqif Film-e Mârmulak Shud.” BBC Persian. 5 Mei 2004.
[6] ^ “Film-e Mârmulak asarât…” Gooya News. 24 Ordibehest 1383.
[7] ^ “130 Eshkâl-e Film-e Mârmulak”. Tebyan. 14 Bahman 1389.
[8] ^ Wiedemann, Charlotte (12 Oktober 2009). “Should One Be Allowed to Laugh at Mullahs?”. Qantara.de.
[9] ^ “Cleric Flick Captivates Iran.” BBC. 26 April 2004.
[10] ^ “Nâmeh Talkh Tahiye Konande Film-e Mârmulak be Jannati”. Tabnak. 18 Khordad 1388.
[11] ^ “Nazar-e Qarâati Darbare-ye Film-e Mârmulak.” Fardanews. 12 Aban 1391.
Warning: Spoiler.
Saya suka film ini pake banget 🙂 Sayang juga ya kalau film ini harus dibredel di Iran, padahal banyak quotes yang bagus 🙂 Btw, itu endingnya yang ngasih ceramah tetap dia kan?
Bredel membredel kan formalitas, tapi di dunia sekarang bisa saja didapatkan. Nonton di mana, Mbak?
Iya tetap Reza Mesghali, tapi akhirnya… begitulah 😀
di youtube… 😀
Reblogged this on Homemade and commented:
Salah satu film Iran favorit, Marmoulak (The Lizard) 🙂
harus donlot atau gimana ini filmnya ya? pengen nonton tapi koq gak mau susah sih * dijitak*
Udah nonton neh film, bagus bgt.. Byk nasehat2 dari reza yg mengandung hikmah, syg jg kalo dilarang. Plg suka bagian ceramah-ceramah terakhir baik di depan para tahanan atau di depan penduduk desa.
Bisa di download disini : http://imdbdown.com/the-lizard/
Cm sayang text terjemahanya agak kurang jelas jadi susah dibaca 🙂
Dlm adegan aslinya, Mullah Reza ke kamar mandi bukan utk mandi.. ternyata utk sholat ala Sunni.. ternyata dia taqiyyah juga hehe… ini mungkin yg bikin film Marmoulak dilarang