Ketika seorang ahlusunah menghadapi ancaman hukuman mati di negara Iran, sebagian media islami akan mengabarkan bahwa pemerintah Syiah membunuh minoritas suni. Dengan memanfaatkan foto-foto keliru, media tersebut tidak memberitakan bahwa sebenarnya pemerintah Iran tidak pilih mazhab ketika akan menghukum mati orang-orang yang berbuat teror, baik itu pembunuhan, bom bunuh diri, ataupun penyelundupan narkotika. Hanya ketika kebetulan orang yang dihukum mati bermazhab suni, media langsung memberitakan sentimen mazhab.
Medio Oktober 2014 ini diberitakan[1] bahwa pengadilan Arab Saudi telah menjatuhi hukuman mati bagi “seorang ulama Syiah yang vokal memperjuangkan hak-hak minoritas”. Akan sama bodohnya dengan media islami yang sebelumnya disebutkan, jika ada yang mengatakan bahwa pemerintah suni membunuh minoritas Syiah. Meski alasan yang sama bisa saja digunakan, tapi banyak dari kita yang tidak sepakat jika pemerintahan Arab Saudi disebut mewakili pemerintahan suni atau salafi. Safar Al-Hawali dan Salman Al-Ouda adalah contoh ulama salafi yang juga pernah merasakan penjara karena aktivitas anti-pemerintahan Arab Saudi.
Ayatullah Nimr al-Nimr yang menghadapi tuntutan hukuman mati tersebut merupakan ulama Syiah dari wilayah al-Awamiyah, Provinsi Timur Arab Saudi. Pada bulan Juli 2012 dia ditahan setelah mendukung protes massa pro-demokrasi di wilayah Qatif. Polisi menangkapnya setelah melepaskan tembakan ke arah kaki. Tahun 2013, jaksa menuntutnya dengan dakwaan “membantu teroris” dan “melancarkan perang terhadap Allah” sehingga terancam hukuman mati meskipun belum ada bukti jika Ayatullah Nimr menyerukan kekerasan melawan pemerintah Arab Saudi.
Dalam surat pembelaannya terungkap bahwa Ayatullah Nimr telah dipenjara sebanyak lima kali selama periode 2003 hingga 2008. Dia menuliskan, “Aku meminta kaum muda untuk tidak terseret pada perlawanan pedang terhadap pemerintahan yang memancing massa untuk melakukan kekerasan sehingga mereka dibenarkan untuk menindas demonstran. Kita lebih kuat dengan kata-kata. Gerakan kita bukanlah damai dalam arti menyerah. Kesyahidan adalah senjata terampuh yang dapat mengalahkan rezim terkuat.”
Human Rights Watch dalam laporannya, Stories of Rights Activists in Saudi Arabia[2], menyebutkan bahwa aktivis sayap kanan Arab Saudi—tidak hanya warga Syiah—yang memperjuangkan partisipasi politik rakyat, reformasi peradilan, dan penghentian diskriminasi terhadap wanita dan warga minoritas menghadapi tekanan dan perilaku tidak toleran dari pemerintah. Dalam khotbahnya, al-Nimr pernah mengingatkan agar kelompok-kelompok yang mengalami tekanan tersebut harus bersatu melawan penindasan.
“Kezaliman dibenci oleh Allah. Pengikut Syiah janganlah menzalimi suni. Jika kalian (pengikut Syiah) menzalimi suni padahal kalian sendiri dizalimi, Allah akan murka pada kalian. Begitu pula, jika seorang suni yang dizalimi berlaku zalim pada pengikut Syiah, Allah juga akan murka padanya. Janganlah kalian berubah dari orang yang dizalimi menjadi orang yang zalim. Orang-orang yang terzalimi harus bersatu menghadapi orang-orang yang zalim.”
Pemerintah Arab Saudi selalu menuduh bahwa perjuangan Ayatullah Nimr dan pendukungnya dikarenakan pengaruh “negara asing”. Dalam khotbahnya pada tahun 2011[3], Ayatullah Nimr dengan tegas menantang pemerintah Arab Saudi untuk menyebut “negara asing” tersebut dengan nama Iran. Ayatullah Nimr menjelaskan bahwa kebangkitan warga al-Awamiyah sudah terjadi sejak 10 Desember 1978—sebelum berdirinya Republik Islam Iran—ketika ratusan warga ditahan hanya karena memperingati wafatnya Imam Husain a.s. “Kami tidak punya hubungan dengan Iran atau negara manapun. Kami tidak tunduk pada negara atau kekuasaan lain begitu pula pada negeri ini. Kami hanya tunduk berwilayah pada Allah.”
Di dalam penjara, Kepala Layanan Keamanan Negara pernah mengatakan kepada Ayatullah Nimr bahwa seluruh pengikut Syiah harus dibunuh. “Inilah logika yang mereka gunakan. Hal yang kalian bisa lakukan hanyalah membunuh kami dan demi Allah kami akan menyambut kesyahidan. Kehidupan tidak akan berakhir jika seseorang wafat di jalan Allah. Kehidupan sesungguhnya baru dimulai ketika seseorang wafat. I am the next martyr.”
Catatan:
Rancangan tulisan ini sebelumnya telah dipersiapkan pada 18 Agustus 2012 dan diselesaikan menyusul berita terbaru. Pada 2 Januari 2016, Arab Saudi mengeksekusi mati Ayatullah Nimr Al-Nimr dan diprediksi akan meningkatkan tensi kekacauan Timur Tengah yang berujung pada keruntuhan kerajaan Arab Saudi.
Referensi:
[1] ^ “Saudi Arabia sentences Sheikh Nimr to death”. Al-Akhbar English. Diakses 15 Oktober 2014.
[2] ^ “Saudi Arabia: Activists Challenging Status Quo”. Human Rights Watch. Diakses 15 Oktober 2014.
[3] ^ “Saudi Ayatollah Nimr Al-Nimr Dares Saudi Regime to Attack Iran”. YouTube.
website syiah nih
Zionis akan menghancurkan negara manupun yg tidak memiliki Bank Sentral…Lebanon, Afganistan, Irak, Libya semua diperangi… Dan Iran salah satu negara yg tidak memliki Bank Sentral…