Baik suni maupun Syiah saling menyimpan kesalahpahaman tentang satu sama lain yang dapat diselesaikan melalui pembicaraan. Tentu akan terdapat banyak perbedaan pendapat dalam keyakinan, riwayat sejarah masing-masing kubu, dasar-dasar keimanan, yang tetap perlu diingat.
Meskipun pada umumnya suni dan Syiah tidak saling bersepakat dalam hal-hal akidah dan ibadah namun tetap perlu dilakukan dialog intra-agama. Tentu akan ada hal-hal yang tidak akan disepakati, tapi ada banyak cara bagaimana kedua mazhab tersebut dapat mengambil manfaat untuk masing-masing. Ketika ada ruang untuk kerja sama demi situasi yang lebih baik bagi semua orang, harus ada upaya bersama untuk bergerak maju—khususnya pada saat sekarang ini ketika islamphobia dan sejenisnya menyerang siapapun yang mengaitkan dirinya dengan nama Islam.
Di Barat, kedua mazhab ini menghadapi tantangan yang hampir sama layaknya cermin, baik itu masalah sosial, integrasi masjid, stigma budaya, atau integrasi kepemudaan. Sebagian besar masalah yang sangat mempengaruhi kami justru masalah kemanusiaan, bukan masalah keagamaan. Agama memang mengarahkan pada solusi, tapi pecandu kokain tidak menjadi lebih baik atau lebih buruk hanya karena dia seorang suni atau Syiah. Dia tetap membutuhkan bantuan sebagaimana orang lain membutuhkan.
Sebagaimana tidak kebanyakan suni menganggap Kerajaan Arab Saudi sebagai representasi utama dari Islam suni, begitu pula tidak seluruh pengikut Syiah menjadikan ayatullah, Syiah Dua Belas Imam, atau Iran sebagai representasi atas keyakinan mereka. Hal ini berarti bahwa sistem keyakinan, teologi, dan ideologi suni dan Syiah masing-masing tidaklah monolitik sebagaimana yang digambarkan oleh banyak media dan kelompok. Di sana terdapat wilayah abu-abu, samar-samar.
Politik telah memotivasi kebencian, baik dari sisi suni maupun Syiah. Kebanyakan kebencian yang kita rasakan berasal dari ideologi politik yang membajak kedua kubu. Banyak dari kebencian kita berasal dari kekejaman yang kita alami yang berasal dari minoritas ekstrim dan ideologi menyimpang mereka. Bom bunuh diri, pasukan berani mati, dan orang yang membunuh demi “kehormatan” tidak ada hubungannya dengan menjadi seorang suni atau Syiah, tapi berasal dari iklim politik, ekonomi, dan sosial yang tidak stabil di mana peristiwa itu terjadi.
Dengan berbagai kekejaman yang kita lihat di seluruh dunia di antara umat muslim, kita perlu mempertimbangkan cara untuk dapat menjaga dan menghargai nyawa manusia. Untuk membangun komunikasi, kedua kubu perlu membedakan antara tradisi keagamaan dan politik, menekan emosi, dan mendengar pendapat yang lain. Ada banyak hal yang dapat dipelajari dan dicapai hanya dengan mendengarkan satu sama lain.
Catatan:
Syiah Bhora merupakan sebuah kelompok di dalam mazhab Syiah Ismailiah. Anda dapat melihat foto dua sahabat beda mazhab tersebut di sini atau mengikuti akun Twitter penulis di atas: Follow @nihal201
Sumber:
Khan, Nihal (27 Oktober 2014). “A Sunni, A Shia, and A Pizza”. MuslimMatters.