Telaga itu luas, sebentang Ailah di Syam hingga Sana’a di Yaman. Di tepi telaga itu berdiri seorang lelaki. Rambutnya hitam, disisir sepapak daun telinga. Dia menoleh dengan segenap tubuhnya, menghadap hadirin dengan sepenuh dirinya. Dia memanggil-manggil. Seruannya merindu dan merdu. “Marhabban ayyuhal insân! Silakan mendekat, silakan minum!”
Senyumnya lebar, hingga otot di ujung matanya berkerut dan gigi putihnya tampak. Dari sela gigi itu terpancar cahaya. Mata hitamnya yang bercelak dan berbulu lentik mengerjap bahagia tiap kali menyambut pria dan wanita yang bersinar bekas-bekas wudunya. Tapi di antara alisnya yang tebal dan nyaris bertaut itu, ada rona merah dan urat yang membiru tiap kali melihat beberapa manusia dihalau dari telaganya. Dia akan diam sejenak. Wibawa dan akhlaknya terasa semerbak. Lalu dia bicara penuh cinta, dengan mata berkaca-kaca. “Ya Rabi,” serunya sendu, “Mereka bagian dariku! Mereka umatku!”
Ada suara menjawab, “Engkau tak tahu apa yang mereka lakukan sepeninggalmu!” Lelaki itu Muhammad. Namanya terpuji di langit dan bumi.

Kita terentak membaca prolog Salim A. Fillah pada lembar-lembar awal Dalam Dekapan Ukhuwah. Di dunia mengaku rindu untuk ditegukkan air oleh tangan suci Muhammad saw. tapi di akhirat dihalau dari telaga. Bukankah itu wajar karena kita hidup ribuan tahun setelahnya; jauh dari bimbingan langsung kekasih Allah? Bukankah telah ada umat yang disebut generasi terbaik karena mereka hidup pada masa Rasulullah, kemudian yang hidup setelah mereka, lalu orang-orang yang setelah mereka. Bagaimana pula dengan kondisi mereka di telaga sana?
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ لَيُرْفَعَنَّ إِلَيَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لِأُنَاوِلَهُمْ اخْتُلِجُوا دُونِي فَأَقُولُ أَيْ رَبِّ أَصْحَابِي يَقُولُ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
Lelaki bernama Muhammad itu telah tiba lebih dulu di al-haudh, berdiri tegap di sisi telaga bersiap menjamu para tamu. Tak lama berselang, beberapa orang yang wajahnya dikenali menghadap sang pemilik telaga. Bersiap memberi minum pada mereka, para tamu tersebut justru terhalau dari sang pemilik telaga. Penuh keheranan, beliau berseru, “Oh Rabi, ashhâbî, mereka sahabat-sahabatku.” Terdengar suara yang juga menjawab, “Engkau tidak tahu apa yang mereka perbuat sepeninggalmu.”
Salah seorang generasi terbaik yang hidup pada zaman Muhammad saw. pernah bertanya kepada lelaki agung pemilik telaga tersebut, “Wahai Rasulullah, adakah orang yang lebih baik dari kami? Kami memeluk Islam dan berjihad bersama engkau.” Tersenyum, beliau memberi jawaban, “Ya ada, yaitu kaum yang akan datang setelah kalian, beriman kepadaku padahal mereka tidak melihatku.”
Imam Bukhari berkata tentang kitab yang memuat riwayat hadis berbahasa Arab di atas, “Tidak ada satupun hadis yang aku takhrij dalam kitab ini melainkan yang sahih dan hadis sahih yang aku tinggalkan (tidak aku masukkan ke dalam kitab ini) masih lebih banyak lagi.”
Itu saja.
Selamat datang dalam dekapan Sahih Bukhari. Aku mencintai kalian karena Allah.
kampret… syiah…
yang diambil sebagian & dibuang sebagian… (hadist penguat syiah..)
bukan mempercayai seluruh isi kitab bukhari.. dibilang percaya tapi cuma 1 hadist aja , aneh.
Hadis penguat Syiah? Masa memperkuat Syiah pakai kitab ahlusunah? Apa dalil untuk mempercayai seluruh isi kitab Imam Bukhari? Aneh 🤔