Pernah dipaksa pengendara lain melanggar lalu lintas? Seperti diklakson dari belakang untuk menerobos lampu merah karena kondisi jalan yang sepi? Atau, dipaksa memotong jalur orang lain oleh penumpang satu kendaraan? Saat ini, lingkungan membentuk manusia untuk ringan dalam melanggar aturan. Bahkan pelanggaran terhadap aturan juga didorong oleh orang terdekat. Pengabaian terhadap aturan lalu lintas ini biasanya dilakukan secara sadar, bahkan sering kali diketahui secara jelas konsekuensinya. Hal itulah yang menjadi bukti kualitas akhlak kita: manusia. 

Aturan-aturan tersebut, baik yang berkaitan dengan lalu lintas maupun agama, dirancang agar manusia dapat mencapai tujuan dengan selamat. Sebagai contoh, ketika membeli sebuah produk, produsen barang yang tentu lebih memahami bagaimana cara menggunakan produk yang baik, akan melengkapi produknya dengan sebuah buku panduan ‘manual book’. Tujuannya agar konsumen dapat memanfaatkan produk dengan baik sehingga hasil dan daya tahan yang diharapkan dari barang dapat optimal. Begitu juga, segala peraturan termasuk simbol-simbolnya merupakan panduan bagi pengguna jalan di dunia untuk dapat mencapai tujuan akhir dengan selamat.

Bekal akal pikiran dan pengetahuan sebenarnya memainkan peran penting dalam mendorong manusia untuk mematuhi hukum. Misalnya, ketika polisi menutup rute jalan tertentu, pasti akan menjengkelkan bagi banyak pengendara. Namun apabila para pengendara mengetahui alasan penutupan tersebut, tentu mereka tidak akan ragu untuk mematuhinya. Tapi apabila para pengendara tidak diberi tahu atau tidak ada keinginan untuk tahu sehingga mengira polisi tersebut telah memberlakukan aturan yang sewenang-wenang, maka para pengendara akan menolak untuk mematuhi aturan tersebut.[1]

Begitu pula peraturan yang mengharuskan pengendara untuk melewati jalur kiri jalan. Dalam kondisi seperti ini, seluruh pengemudi kendaraan tentu akan saling memperhatikan satu sama lain. Ketika mereka menyaksikan seorang pengendara melakukan pelanggaran, seperti berjalan di jalur kanan jalan, semua orang akan membunyikan klakson untuk memberikan peringatan. Di sinilah peran penting dalam menjalankan amar makruf nahi mungkar untuk mempersempit ruang gerak orang-orang yang berniat melakukan pelanggaran.

Selain akal, Tuhan juga menanugerahi manusia dengan anggota tubuh memiliki fungsi dasarnya masing-masing. Tak sesempurna ciptaan Tuhan, para insinyur di perusahaan otomotif juga telah menghabiskan waktunya untuk memberikan kualitas fitur kendaraan yang terbaik sesuai dengan fungsinya. Tapi manusia sering kali tidak menggunakan fitur organ tersebut sesuai dengan kodratnya. Ketika mata digunakan untuk memandang yang tidak semestinya; lampu dim juga digunakan untuk mengganggu pandangan pengendara lain. Ketika mulut digunakan untuk membicarakan hal tidak penting; klakson diteriakkan pada saat yang tidak tepat.

Saking sempurnanya fungsi-fungsi organ yang telah diberikan sering kali membuat manusia tak menyadarinya. Operasi plastik yang tidak semestinya dan berbiaya mahal rela dilakukan. Sebagaimana modifikasi kendaraan tidak penting yang kemudian menyalahi fungsi aslinya bahkan berakibat mengganggu. Seperti yang dilakukan orang-orang jahil dengan mengganti lampu utamanya dengan warna putih terang, lampu belakang diubah menjadi merah berkedip ketika mengerem, atau dipasangnya knalpot bersuara bising. Begitu sempurnanya organ tadi, manusia tidak menyadari kegunaannya. Mengapa pengendara begitu malas untuk memberikan hujah kepada manusia lain dalam bentuk lampu sein jika ingin berpindah jalur?

Pemilik kendaraan yang mengganti lampu utamanya dengan warna putih terang menyilaukan mata hanya ingin melihat apa yang dia lihat. Mereka tidak peduli dengan penglihatan pengendara lain yang terganggu. Itulah refleksi egoisme pemiliknya. Egoisme sudah menjadi wabah yang menjangkiti pengendara, mulai dari pemilik kendaraan paling murah hingga yang paling mahal. Siapa yang senang menyalip kendaraan orang lain dengan alasan terburu- buru tapi melampiaskan amukan lewat klakson ketika disalip pengendara lain? Atau, mengapa mengambil hak-hak orang lain, seperti hak pejalan kaki, dengan cara memarkirkan kendaraan bahkan berkendara di atas trotoar?

Segala aturan yang bertujuan baik memanglah tidak cukup. Para penasihat dan penjaga tetap dibutuhkan untuk mengawal aturan. Tetapi, ada kalanya mereka yang semestinya menjadi teladan juga dikalahkan oleh hawa nafsu. Para penjaga aturan agama menjajakan ilmunya, tak ubahnya para (oknum) polisi lalu lintas yang menjual kekuasaannya untuk mengabaikan pelanggaran.

Seorang ahli tafsir dan fakih, Naser Makarem Shirazi, mengatakan bahwa menaati peraturan lalu lintas adalah sebuah kewajiban.[2] Kematian satu nyawapun merupakan hal yang menyakitkan bagi Islam. Segala upaya untuk mencegah agar tak seorang pun meninggal lantaran kecelakaan lalu lintas harus dilakukan. Caranya adalah dimulai dengan memperbaiki etika islami. Islam tidak pernah mengizinkan seseorang melakukan apa saja dengan harta yang dimiliki. Manusia hanya berhak melakukan apa saja dengan hartanya selama tidak membahayakan orang lain. Sehingga, mengendarai mobil sendiri dalam kondisi mengantuk atau menyalip dengan melanggar peraturan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan haram.

Abdollah Javadi-Amoli, seorang filosof kontemporer, juga mengatakan bahwa ketika seorang pengendara memutuskan untuk melanggar peraturan seperti berkendara melebihi kecepatan yang diizinkan, sebenarnya yang berada di belakang kemudi bukanlah dirinya, tetapi syahwat, emosi, dan ego.[3] Pengendalian hawa nafsu merupakan aspek terpenting dalam berkendara karena musuh terbesar pengendara adalah dirinya sendiri. Hawa nafsu dapat dikendalikan dengan penggunaan akal.

Oleh karena itu, mengucapkan bismillah ketika akan berkendara atau meletakkan ayat suci di kendaraan tidaklah ada artinya jika tetap melanggar peraturan. Orang yang melakukan perbuatan haram bisa jadi memang tidak mengucapkan bismillah. Tapi seseorang yang memulai sebuah pekerjaan dengan asma Allah, haruslah menjaga nilai ketuhanan itu hingga akhir pekerjaannya.

Referensi:

[1] ^ Mohsen Qaraati. Lessons from Quran. Al-Islam.org.

[2] ^ “Ayatullah Makarem: Undang-Undang Lalu Lintas Wajib Ditaati”. Kantor Berita Shabestan. 1 April 2014.

[3] ^ “Toshiye Yek Marja-e Taqlid be Ranandegan”. Mehr News. 19 Maret 2015.

Komentar Anda?

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.