Dia adalah salah seorang pendiri negara Pakistan terkemuka. Dia adalah konseptor Resolusi Pakistan yang diperjuangkan oleh rakyatnya. Dia adalah menteri luar negeri pertama Pakistan. Dia adalah wakil Pakistan paling fasih di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dia adalah satu-satunya orang Pakistan yang menjabat sebagai Presiden Majelis Umum PBB. Dia juga seorang hakim di Mahkamah Internasional, Den Haag. Apakah dia Muhammad Iqbal? Bukan. Dia adalah Muhammad Zafarullah Khan.
Selama bekerja sebagai diplomat internasional, Zafarullah Khan telah melakukan pembelaan yang tak kenal lelah bagi kemerdekaan negara-negara Arab. Tak hanya itu, dia juga memperjuangkan resolusi masalah Kashmir dan Palestina. Raja Yordania, Hussein bin Talal, bahkan sampai mengundang Khan ke istananya pada 1953 dan memberinya penghormatan tertinggi kerajaan karena perjuangan heroik dan keberaniannya dalam masalah Palestina. Ketika Khan meninggal dunia, raja menyampaikan penghargaan pribadi melalui ucapannya:
Dialah pahlawan dalam isu dunia Arab. Upaya terus-menerusnya akan tetap dikenang di antara negara-negara muslim, non-blok atau Mahkamah Internasional dan menjadi contoh keberhasilan orang besar yang berdedikasi bagi agama dan peradaban. (The Review of Religions, September/Oktober 1986, hal. 6)
Atas sikap tegasnya terhadap masalah Palestina, Menteri Luar Negeri Irak masa itu, Muhammad Fadhel al-Jamali, mengatakan:
Tidaklah mungkin bagi orang Arab manapun, sekalipun ia mampu dan berkompeten, untuk mengabdi dalam masalah Palestina sebagaimana yang dilakukan pribadi besar dan terhormat ini. Kita berharap seluruh masyarakat Arab dan pengikut Islam tidak pernah melupakan pejuang muslim besar ini. Selain Palestina, pengabdian beliau bagi kemerdekaan Libia juga patut dikagumi. Di Perserikatan Bangsa-Bangsa, perjuangannya untuk hak-hak masyarakat Arab membentuk dasar persahabatan yang kuat dan abadi di antara kami. (Al-Sabah, 10 Oktober 1985)
Banyak pemimpin negara lain juga menyatakan hal senada dan memujinya sebagai pahlawan dunia Arab dan hak asasi manusia pada umumnya. Surat Raja Faisal al Saud juga layak dibaca terkait hal ini.
Selain itu, Zafarullah Khan juga seorang penulis produktif mengenai Islam dan hak asasi manusia.
Lalu sekarang, pikirkan sejenak. Adakah seseorang yang mendekati pencapaian Khan demi kemajuan Pakistan dan kebangkitan Islam secara umum? Dia jarang disebut dalam buku-buku Pakistan dan bahkan sayangnya tidak diakui sebagai bapak pendiri. Kita semua tahu alasannya—dia seorang pengikut Ahmadiyah.
Sekarang, pikirkan hal berikut ini:
Bagaimana kalau seandainya Zafarullah Khan meninggalkan Ahmadiyah seperti yang dilakukan Muhammad Iqbal? Tentu, pada hari ini dia akan menjadi bintang bagi kelompok sayap-kanan Pakistan. Lembaran buku-buku pelajaran di Pakistan akan menuliskan karya-karyanya. Pujian tiada akhir akan mengalir bagi dirinya. Setiap kali kondisi dunia Islam dibicarakan, dia akan menjadi ikon pembawa bendera kebenaran dan kebebasan. Para mullah akan tergila-gila dalam kecintaan padanya. Dia akan dijadikan penyelamat umat. Seluruh rakyat Pakistan—tua maupun muda—akan mengenang setiap karyanya.
Bagi yang belum tahu, Muhammad Iqbal bergabung dengan komunitas Ahmadiyah di tangan pendirinya, Mirza Ghulam Ahmad, pada 1897.[1] Iqbal pernah mengatakan,
Jika ingin melihat Islam hidup di zaman ini, lihatlah Qadian.
Iqbal menganggap pendiri Ahmadiyah sebagai teolog paling produktif di dunia muslim.[2] Setelah kematian Mirza Ghulam Ahmad, Iqbal keluar dari Ahmadiyah. Tidak jelas kapan, tapi Iqbal tetap melakukan kontak dengan pemimpin Ahmadiyah setidaknya sampai tahun 1931, ketika dia mengusung khalifah Ahmadiyah sebagai orang yang mampu memimpin Komite Kashmir yang baru saja didirikan. Orang tua dan kakaknya disebut-sebut tetap menjadi pengikut Ahmadiyah.[3]
Kembali pada pertanyaan di awal: bagaimana kalau seandainya Allamah Iqbal tetap bersama dengan pengikut Ahmadiyah?
Hari ini, pasti dia tidak akan dikenal.
Iqbal akan diserang dan dihina oleh para mullah dan sayap kanan Pakistan. Alih-alih burung elang, simbol (dalam puisinya) mungkin adalah ular—agen kekuatan imperialis Barat yang siap menggigit dan menyakit umat muslim. Banyak bukti—seperti puisinya yang menghormati pemerintah Inggris dan sang ratu—yang bisa ditemukan, diubah, kemudian diedarkan ke mana-mana.
Sedangkan buku-buku hanya menceritakan perannya dalam Pergerakan Rakyat Pakistan dalam satu kalimat. Tapi buku-buku yang berisikan kutukan pada diri dan karyanya akan mudah ditemukan di pasar. Dia akan menjadi tokoh dan simbol bagi “agen Inggris yang menghancurkan umat”.
Inilah tragedi kita.
Kita suka membaca sejarah, tapi menggunakan kaca mata prasangka agama dan ketidakjujuran intelektual. Kita tidak menghargai orang atas jasa dan pengorbanan yang telah dilakukan, sebagaimana kita memandang keyakinan mereka sebagai momok bagi diri kita.
Hal ini hanyalah satu contoh dari sekian banyak bias agama yang telah mempengaruhi sejarah yang disebarkan sekolah-sekolah dan media Pakistan. Kita masih melakukan kejahatan pada diri kita sendiri dengan mendistorsi sejarah. Padahal kebenaran bagaikan matahari: tidak tertutupi untuk waktu yang lama dan bahkan cahayanya lebih benderang di era koneksi dan informasi saat ini. Generasi mendatang akan dipaksa untuk menerima kejujuran intelektual dan akan menghormati Muhammad Zafarullah Khan sebagai pahlawan sejati. Mewujudkan bintang bersinar bukan dengan cara menghormati bintang, tapi menghormati diri sendiri.
Jadi, bagaimana seandainya Allamah Iqbal tetap bersama pengikut Ahmadiyah dan Zafarullah Khan tidak? Maka jawabnya, Zafarullah Khan akan menjadi Iqbal kita hari ini dan Iqbal akan menjadi Zafarullah Khan.
Referensi:
[1] ^ Pernyataan Sekretaris Jenderal Anjuman Himayat-i Islam, Lahore, Maulvi Ghulam Muhiy-ud-Din Qasoori sebagaimana dimuat dalam Daily Nawa-i Waqt, Lahore, edisi 15 November 1953. Lihat Allam Iqbal Facts about Ahmadiyya. YouTube.
[2] ^ Indian Antiquary, Vol. 29, September 1900, hal. 239.
[3] ^ Ebrahim, Zahir (11 Desember 2013). “Sir Allama Iqbal an Ahmadi?” Scoop Independent News.
Sumber: Chaudhry, Kashif (13 November 2015). “What if Allama Iqbal had remained an Ahmadi?” The Express Tribune News Network. Diakses pada 16 November 2015.
Catatan: Artikel di atas mendapat banyak kecaman dari masyarakat Pakistan, terutama pecinta Allamah Iqbal, karena ditulis oleh seorang pengikut Ahmadiyah yang dianggap menyebarkan kebencian dan tidak menyertakan sumber yang dapat dipercaya. Bahkan sebagaimana yang dikatakan penulis, Zafarullah dianggap sebagai agen Inggris. Oleh karena itu judul tulisan telah disesuaikan sehingga dapat mengakomodir fakta sejarah bahwa Iqbal sempat dekat bersama dengan pengikut Ahmadiyah. Tulisan juga telah dilengkapi dengan beberapa catatan kaki. Meski demikian, pesan tersirat yang ingin disampaikan oleh artikel di atas adalah bagaimana kita sering kali menggunakan penilaian bias terhadap orang atau kelompok lain menurut persepsi yang kita bangun sendiri, betapapun orang atau kelompok tersebut telah melakukan hal besar yang positif.
La nabiya ba’d Muhammad ibn ‘Abdullah sholallahu ‘alayhi wa alihi wa sallam!