Obaid Zia adalah suni. Keluarganya juga suni. Mereka semua mencintai Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali. Mereka mengimaninya sebagai khulafaur rasyidin. Mereka percaya Aisyah sebagai teladan bagi istri nabi saw. Itulah keyakinan mereka; dan mereka bukanlah pengikut Syiah. Sebagai muslim, mereka mencintai nabi saw. dan mencintai orang-orang yang dicintai oleh nabi saw.

Di antara keluarga nabi, ada dua nama yang selalu hidup di antara miliaran pencintanya. Putra Fatimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad saw. sekaligus suami dari Ali bin Abi Thalib: Hasan dan Husain. Tapi mengapa dua nama itu hanya membawa kesan kekanak-kanakan? Lalu mengapa tidak banyak remaja diajari tentang mereka? Generasi muda hanya tahu kalau nabi mencintai dan menciumi mereka. Itu saja dan sebagai pengikut ahlusunah, mereka merasa lupa bahwa Hasan dan Husain adalah teladan hingga hari akhir masa.

Obaid merasa tidak pernah diajari bahwa Hasan dan Husain tumbuh dewasa sebagai Imam Hasan dan Imam Husain. Dia juga tidak pernah diberi tahu bahwa Imam Hasan menjadi “sayid agung” yang melalui tangannya “Allah membawa kedamaian di antara dua kelompok”[1].

Obaid tidak pernah diceritakan soal pembunuhan cucu Nabi Muhammad saw. di tangan pengikutnya. Obaid tidak pernah diberi tahu tentang pengkhianatan putra Bani Umayyah. Obaid dan remaja suni lain tidak pernah diberi tahu tentang peringatan Muawiyah kepada anaknya untuk tidak “menjumpai Allah dengan darah (Imam Husain)”.

Namun Obaid bisa merasakan dari para orang tua kalau bulan Muharam itu suci, tapi tak tahu alasannya. Mereka berdebat tentang larangan menikah di bulan Muharam. Orang-orang tua bersitegang soal kebolehan melamar sebelum atau setelah 10 Muharam. “Kenapa semua itu penting?” Obaid bertanya. “Kami bukanlah Syiah.” Sedikit orang tua yang mau bercerita dan mungkin karena kisah yang pedih untuk diungkapkan.

Obaid menyampaikan semua ini karena sebagai suni sangat mengherankan jika hadis dan ungkapan ahlulbait terpendam. Mengapa para orang tua dan guru-guru merasa puas membiarkan generasi muda tumbuh tanpa mengetahui bahwa Islam hampir saja musnah 60 tahun setelah kemunculannya. Obaid dan generasi muda lainnya merasa bingung karena tidak mengetahui sedikitpun tentang Karbala.

Dia mempelajari buku-buku tentang ahlulbait dan ahlusunah. Ada kesamaan mengenai penyesalan dan rasa malu tentang peristiwa Karbala. Obaid yakin umat Islam bisa bersatu bukan karena cinta akan tauhid atau cinta kepada nabi. Kita semua bersatu karena cinta pada ahlulbait. Di bulan Muharam, kita berbagi kesedihan yang mendalam atas peristiwa di Karbala.

Obaid bersedih dan mengenang Imam Husain di bulan Muharam dengan caranya sendiri. Bagaimana mungkin dia bisa mengabaikan pengorbanan keluarga nabi? Merasakan penderitaan Imam Husain yang menyaksikan pembantaian, pembunuhan sadis di hadapan matanya sendiri. Mengetahui bahwa setelah kepala Imam Husain dipenggal, “hidung dan mulutnya dipermainkan dengan tongkat oleh Ubaidullah bin Ziyad”[2]. Bagaimana mungkin mengenang penderitaannya adalah sebuah dosa?

Obaid, seorang pengikut ahlusunah, turut bersedih di bulan Muharam. Bersedih bukanlah milik pengikut Syiah. Imam Husain berjuang agar kita semua bisa menjadi seorang muslim. Karena Karbala bukanlah perjuangan bagi pengikut Syiah, tetapi untuk semua umat Islam. Bahkan pengorbanan yang dilakukan untuk kemanusiaan.[3] 😢

Referensi:

[1] ^ Shahih Jami’ At-Tirmidzi, Kitab 49, Hadis 4.142.

[2] ^ Shahih Al-Bukhari, Hadis 3.748.

[3] ^ Zia, Obaid (21 Oktober 2015). “A Sunni’s Muharram Lamentation.” The Muslim Vibe.

Satu respons untuk “Ratapan Duka Pengikut Ahlusunah di Bulan Muharam

  1. Kasihan dia, masakan tidak diberitahu sewaktu kecil dan pada pengajian sirah Nabi Muhammad Alaihisalatu wassalam ? Kami Sunni di bawah payung asya’irah , Syafi’i al Ghazaliyah diajarkan bahawa kecintaan pada Sayyiduna Hassan dan Hussein adalah Pemimpin Pemuda di Syurga. Diceritakan bukan hanya itu perkara yang berlaku di bulan Muharram, malah banyak lagi sirah nabi2 yang terdahulu yg diverikan ujian, keselamatan pada Bulan Muharram. Tidak hanya dengan cerita sedih Sayyidina Hussein, malah banyak lagi cerita2 sejarah para anbiya pada bulan Muharram yang harus kita ambil iktibar.

Komentar Anda?

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.