Fakta menyedihkan dari masalah kemandulan (infertilitas): wanita yang sering disalahkan. Padahal, mayoritas isu kesuburan terjadi karena pasangan laki-laki. Fenomena ini hampir terjadi di seluruh belahan dunia. Tapi dalam budaya Timur Tengah, tempat di mana kejantanan dipandang sebagai komponen penting maskulinitas, masalah itu menjadi lebih berat.
Memang, di negara manapun kemandulan bisa menghancurkan pernikahan. Tapi yang membuat masalah itu semakin berat, adopsi anak masih dipandang negatif di Timur Tengah. Akhirnya, pasangan yang menanggung beban karena isu kemandulan, punya motivasi kuat untuk mencoba teknologi reproduksi yang bisa meningkatkan peluang memiliki anak.
Tapi penggunaan bantuan reproduksi jadi rumit karena agama bisa melarangnya. Ketika masalah itu muncul, sesuatu yang tidak terpikirkan terjadi: pengikut suni dan Syiah bersama-sama membuat bayi.
Mayoritas muslim Timur Tengah adalah suni. Ketika berhubungan dengan fertilitas, mazhab ahlusunah—yang dominan ada di Mesir, Turki, atau Suriah—punya aturan yang relatif ketat. Penganut ahlusunah yang ingin meningkatkan peluang mereka dalam pembuahan melalui inseminasi buatan atau in-vitro fertilisation (IVF) hanya diizinkan menggunakan gamet (sel telur dan spema) mereka sendiri. Tentu, mereka harus menikah dulu sebelum memanfaatkan teknik tersebut.
Jadi, kalau wanita suni memiliki suami dengan kualitas atau jumlah sperma yang kurang baik, ia kurang beruntung karena tidak diperkenankan untuk menggunakan donor sperma. Tapi bagi penganut Syiah, aturannya berbeda. Ketika teknologi reproduksi berkembangan sepanjang tahun 1990-an, beberapa ahli hukum (fakih) Syiah menafsirkan Alquran untuk mendukung diizinkannya penggunaan gamet orang lain.
Praktisi medis mengandalkan keputusan ahli hukum tersebut dan mendirikan klinik yang membolehkan pengunjung menggunakan sel telur dan sperma orang lain. Tapi klinik seperti itu di Timur Tengah hanya ada di negara dengan mayoritas penduduk Syiah, seperti Iran dan Lebanon. Artinya, pasangan suni harus mengunjungi negara tersebut untuk mendapatkan bantuan reproduksi.
Bayangkan berapa lama waktu yang dihabiskan, biaya yang dikeluarkan, dan betapa stresnya harus mengunjungi negara orang (serta melawan aturan agama sendiri) untuk mendapatkan treatment medis. Tapi di sisi lain, menjadi orang tua sangatlah diidamkan.
Di Timur Tengah, pasangan suni yang mandul biasanya menghadapi empat pilihan sulit jika mereka mengabaikan penggunaan sel telur dan sperma orang lain: mereka tetap bisa bertahan tapi tidak punya anak; merawat anak yatim; melakukan poligami dengan harapan meningkatkan alat reproduksi; atau mereka bercerai dan berusaha mendapatkan anak dengan pasangan yang baru.
Semua pilihan itu punya stigmanya masing-masing. Tapi buat mereka yang ingin mengesampingkan sedikit aturan agama—dan tentunya punya uang banyak—menggunakan sperma dan sel telur orang yang berbeda mazhab bisa jadi pilihan. Malahan, pilihan terakhir ini lebih bisa diterima di masyarakat karena tidak perlu melibatkan urusan seksual dengan pasangan baru, adopsi, atau bercerai.
Meski demikian, pasangan suni yang mampu untuk mendapatkan treatment di wilayah Syiah, harus menghadapi kenyataan bahwa teknologi reproduksi ini tidak menjamin. Sekalipun perkembangan sains reproduksi sangat luar biasa, tingkat kegagalan percobaan IVF di pusat medis Barat saja masih mencapai 80%. Angka tersebut sama seperti rata-rata wanita berusia 20-an yang berusaha hamil tanpa bantuan teknologi reproduksi.
Para wanita yang melewati aturan untuk mendapatkan bantuan reproduksi harus menghadapi konflik antara agama, sains, politik, dan harapan masyarakat. Tapi pada saat yang sama, mereka juga menunjukkan betapa keragaman budaya bisa sangat bermanfaat ketika harus menghadapi masalah.
Ketika pasangan suami-istri pergi menuju Lebanon untuk mendapatkan sperma orang lain, “Kami melakukannya dengan sangat rahasia… Kami mengatakan ke orang-orang kalau operasi ini menggunakan sel telur dan sperma kami, agar mereka percaya kalau ini memang anak kami.”
Selengkapnya:
Benes, Ross (17 April 2017). “The Surprising Way Infertility Brings Some Sunnis & Shiites Together”. Refinery 29 Inc.