Teknologi mengubah semua sendi kehidupan manusia. Mulai dari cara kita berkomunikasi, mengonsumsi, bertransportasi, bertransaksi keuangan, hingga mendidik anak. Tapi ibarat pisau bermata dua, teknologi bisa berdampak positif maupun negatif. Agar anak-anak tidak disalahkan akibat dampak negatif teknologi, orang tua harus lebih dulu berperan sebagai filter. Filter untuk menyaring dan memilah apa saja yang tepat untuk anak sesuai dengan usianya.

Memahami usia anak yang sedang tumbuh dan berkembang akan membuat orang tua menjadi lebih mudah dalam memilih metode pendidikan yang tepat. Tahapan tumbuh kembang anak itu dapat dibagi menjadi tiga status: tujuh tahun pertama, anak adalah raja; tujuh tahun kedua menjadi pembantu yang harus taat dalam menjalankan perintah; sedangkan tujuh tahun ketiga, menjadi wazir (menteri) yang bertanggung jawab terhadap tugas-tugasnya.[1]

Anak sebagai raja artinya adalah membiarkan mereka bermain dan mengeksplorasi sekitarnya. Ibarat raja, orang tua melayani kebutuhan—bukan sekadar keinginan—dan menghormatinya. Teknologi yang kerap direpresentasikan oleh gadget ‘gawai’ jelas bukan kebutuhan bagi anak usia kurang dari tujuh tahun. Tapi karena dia raja, tidak boleh bagi orang tua untuk membentak, apalagi memukul untuk melarang anak memegang gawai.

Apabila sudah dilayani, anak akan memasuki fase kedua yang sangat penting karena akan mengalami penurunan status 180 derajat menjadi pembantu. Layaknya pembantu, seorang anak di usia tujuh tahun kedua harus mendapatkan dua hak mendasar: bimbingan dan pendidikan.[2]

Embed from Getty Images

Keluarga adalah Sekolah Pertama

Bimbingan dari orang tua kepada anak maksudnya ialah pembentukan kepribadian dan menumbuhkan karakter. Penjelasan dari orang tua mengenai mudarat dan manfaat teknologi pada anak usia jelang remaja ini diharapkan dapat mudah diterima karena anak sudah kadung percaya pada orang tua. Kepercayaan tersebut muncul karena sikap orang tua menjadikan anak sebagai raja.

Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan dari orang tua bukan dalam bentuk pelajaran seperti di sekolah. Tapi bagaimana orang tua menanamkan pengetahuan dan menciptakan kondisi yang mendukung pendidikan selanjutnya di sekolah. Segala sesuatu yang dilabeli smart seperti smartphone, smart TV, bahkan smart home sudah selayaknya dapat menjadi fasilitas untuk mendukung kebutuhan belajar anak.

Orang tua perlu untuk menjelaskan sejumlah mudarat teknologi kepada anak-anak, misalkan hilangnya waktu karena kecanduan gim. Oleh karena itu orang tua perlu memberikan “aturan bermain” yang jelas bagi anak kapan dia diperbolehkan untuk meminjam gawai orang tua untuk bermain. Misalkan, anak hanya diperbolehkan untuk meminjam gawai jika sudah menyelesaikan tugasnya dan hanya beberapa menit saat akhir pekan.

Pembatasan akses terhadap gawai bagi anak usia dini penting agar tidak menghambat pertumbuhan otak dan pertumbuhan fisik anak akibat tidak banyak beraktivitas. Untuk anak usia sekolah dasar, meminjam memang merupakan kata yang lebih tepat bagi hubungan anak dengan gawai—milik orang tuanya. Orang tua jadi lebih mudah untuk mengontrol apa saja yang dilihat oleh anaknya. Terdapat beberapa aplikasi yang bisa digunakan untuk membatasi akses informasi yang dibuka oleh anak-anak. Komitmen bersama antara orang tua dan anak untuk menaati aturan meminjam dapat menjadi salah satu cara untuk menumbuhkan karakter disiplin pada anak.

Sementara manfaat teknologi bisa kita bagikan kepada anak untuk mendapatkan beberapa informasi yang memang diperlukan anak. Misalkan, orang tua bisa mengajak anak untuk menyaksikan video atau film animasi yang mendukung pendidikan di sekolah melalui komputer atau televisi pintar. Setelah itu, orang tua bisa meminta anak untuk menceritakan kembali apa yang dilihatnya. Hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan anak dalam mengungkapkan bahasa secara verbal.[3]

Setelah mulai memasuki usia praremaja, anak-anak akan lebih mudah untuk menilai mudarat dan manfaat teknologi apabila orang tua telah membangunkan fondasi mengenai nilai-nilai akhlak dan agama. Pemanfaatan teknologi secara proporsional di rumah diharapkan dapat memotivasi semangat belajar anak di rumahnya yang kedua: sekolah.

Embed from Getty Images

Sekolah adalah Rumah Kedua

Ibarat miniatur sebuah negara, orang tua sebagai kepala negara akan sangat terbantu dengan adanya wazir atau menteri. Di usia 15 hingga 21 tahun, anak akan menjadi tempat bagi orang tua untuk berdiskusi dan bekerja sama dalam menjalankan beberapa tugas keseharian.

Tak hanya di rumah, kerja sama antara orang tua dengan anak juga harus terjalin di sekolah. Orang tua sebisa mungkin hadir dan aktif dalam pertemuan antara orang tua dan guru. Hal tersebut akan sangat membantu bagi orang tua dan guru untuk memahami perkembangan pendidikan anak dan menemukan solusi bagi permasalahan yang dihadapi anak. Selain fisik, pertemuan juga dapat dilakukan dengan membentuk grup WhatsApp.

Grup WhatsApp bisa sangat bermanfaat bagi orang tua untuk mendapatkan informasi mengenai aktivitas dan kegiatan anak di sekolah. Guru juga dapat memanfaatkannya untuk menanyakan kepada orang tua mengenai perilaku dan kebiasaan anak di rumah. Hal tersebut dapat membantu guru dalam memahami karakter anak didiknya. Selain itu, para orang tua juga bisa memanfaatkannya untuk bertukar informasi mengenai peran mereka dalam membantu pendidikan anak di rumah.

Bagi sekolah dan guru yang sudah tech-savvy atau melek teknologi, pemanfaatan Google Classroom dalam penyelenggaraan pendidikan juga akan sangat mempermudah kegiatan belajar mengajar. Selain hemat kertas, guru dan murid bisa saling berinteraksi baik dalam memberikan tugas dan menanyakan mengenai kesulitan pelajaran melalui aplikasi. Orang tua juga dapat aktif terlibat untuk mengetahui perkembangan dan memantau jadwal akademik anak.

Orang tua yang aktif dengan pendidikan anaknya di sekolah diharapkan dapat meningkatkan partisipasi anak untuk aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Selain pengetahuan mengenai pelajaran, pengembangan karakter, kepribadian, dan kepemimpinan anak di sekolah melalui kegiatan tambahan dapat melatih kemampuan anak untuk bersosialisasi dan berinteraksi di masyarakat.

Masyarakat adalah Sekolah Kedua

Kalau pendidikan anak di keluarga dan sekolah berjalan dengan baik, mereka akan lebih siap untuk terjun ke masyarakat. Hal-hal negatif di masyarakat seperti penyalahgunaan narkotika, pornografi, anarkisme, hingga radikalisme dapat mereka filter dengan sendirinya. Tak hanya itu, justru merekalah yang bahkan dapat memberikan pengaruh yang positif kepada lingkungan sekitarnya.

Anak-anak akan berusaha untuk tidak mencederai pendidikan yang telah diterima dari orang tua dan guru mereka. Oleh karena itu, orang tua harus memberikan kepercayaan kepada anak-anak mereka yang sudah memasuki usia remaja dan menjelang dewasa. Kepercayaan tersebut diwujudkan dengan menghormati sikap dan keputusan mereka serta tidak menaruh kecurigaan.[4]

Teknologi yang sudah begitu akrab pada anak usia remaja tidak tepat lagi digunakan sebagai alat untuk memata-matai. Anak-anak usia remaja hanya perlu untuk menerima masukan dan arahan dalam menentukan keinginan mereka. Orang tua sudah harus mulai berinteraksi dengan anak-anak mereka yang remaja layaknya sahabat; tempat untuk berbagai cerita dan pendengar atas permasalahan yang dihadapi oleh anak remaja. Agar komunikasi dapat berjalan baik, orang tua juga tidak boleh ketinggalan dan harus terus mengikuti perkembangan ‘kids zaman now’. #sahabatkeluarga

Referensi:

[1] ^ Farhadian, Reza (2005). Menjadi Orang Tua Pendidik. Al Huda. hal.6. ISBN 979-3502-33-9

[2] ^ Chatib, Munif (2012). Orang Tuanya Manusia: Melejitkan Potensi dan Kecerdasan dengan Menghargai Fitrah Setiap Anak. Kaifa. hal.45. ISBN 978-602-8994-85-9

[3] ^ Nuraini, Dyah (3 Mei 2018). “Mengoptimalkan Perkembangan Anak Melalui Bermain Komputer.” Sahabat Keluarga. Diakses dari https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/view&id=4754

[4] ^ Mulkin, Mauliah (9 November 2016). “Agar Orang Tua Mampu Menjadi Sahabat Anak.” Sahabat Keluarga. Diakses dari https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/view&id=4754

Komentar Anda?

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.