Setiap memasuki bulan Muharam, suara lantunan pembaca eulogi semakin rutin terdengar. Pujian, penghormatan, serta sanjungan kepada ahlulbait dan pecintanya dilantangkan. Rangkaian syair dan iramanya menyentuh kalbu sekaligus membangkitkan girah. Salah satu dari sekian pembaca pujian atau maddahi itu adalah Bassim Ismail Muhammad-Ali Al-Karbalaei.
Mulla Bassim, begitu dia biasa disapa, lahir pada tahun 1966 di kota Karbala, Irak. Selama tumbuh di kota tersebut, Bassim remaja mengagumi pembaca eulogi senior seperti Hamza Al-Zighayir. Pada tahun 1980, persekusi yang dilakukan rezim Baath memaksa Bassim sekeluarga bermigrasi ke kampung halaman ibunya di Isfahan, Iran. Di sana, Bassim belajar menghafal dan membaca Al-Qur’an dengan baik. Hal itu membantunya untuk meningkatkan kualitas vokal.
Rasool Tukmachi, paman Bassim, sangat terkesima dengan bakat yang dimiliki Bassim. Rasool kemudian mengajaknya ke sebuah majelis husainiah yang didirikan oleh migran Karbala di Isfahan. Suara dan terutama penampilan Bassim yang dianggap berbeda, membuat namanya cepat menyebar ke seantero Iran. Akhirnya, Bassim memulai majelis Muharam pertamanya di kota Qom pada tahun 1980.
Pada tahun 1994, Bassim diundang untuk mengisi acara bulan Muharam di Kuwait. Majelis merekam pembacaan Bassim dan menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia. Dunia internasional mengakuinya dan berbagai negara mulai mengundang Bassim untuk mengisi peringatan suka maupun duka ahlulbait. Selain berkolaborasi dengan penyair terkenal Irak, Jaber Al-Kadhimi, Bassim juga bekerja sama dengan berbagai penyair untuk menghasilkan eulogi dalam bahasa Persia, Urdu, dan Inggris. Pemilihan syair, melodi, dan gaya panggungnya mampu menarik jutaan pendengar.
Tak disangka, invasi ke negara Irak pada tahun 2003 punya dampak menaikkan pamor musik dan lantunan berbau agama. Dulu, rezim Saddam Hussein melarang lagu religi. Masyarakat seperti dipaksa untuk mendengar lagu-lagu pop. Sejumlah warga Irak percaya mendengarkan lagu pop haram; sedangkan mendengarkan lagu mengenang Imam Husain berpahala karena selain memberikan ketenangan, juga dapat mendekatkan diri pada Allah.
Pada tahun invasi itu pula, Bassim kembali ke tanah airnya setelah meninggalkan Irak selama 33 tahun. Majelis keagamaan yang semakin bebas diadakan, mengundang Bassim dan menarik ribuan penggemarnya. Penjualan album religi Bassim meningkat pesat terutama di bulan Muharam.
Berikut ini cuplikan salah satu syair karya Jaber Al-Kadhimi yang pernah dilantunkan oleh Bassim. Bercerita tentang janji ‘Abbās bin ‘Alī kepada ayahnya untuk membela saudaranya di Karbala:
Oh Abu Sibṭain (‘Alī) … kudatang tanpa mata … Ya Haidar | يـا بـو الـسبطين .. جيت بلا عين .. يا حيدر |
Lenganku terputus … tidak kutinggalkan Husain … Ya Haidar | الـقـطع الجفين .. ما عفت احسين .. يا حيدر |
Engkau berwasiat … dan aku penuhi … Ya Haidar | إنـت الـوصـيت .. و آنه الوفيت .. يا حيدر |
Sebelum takdir memisahkan, Ya Haidar, antaramu denganku | قـبـل مـا يـفصل المقدور يحيدر بينك و بيني |
Engkau duduk dengan kepala terluka berwasiat padaku | اقـعـدت بـالـطبره تتسند يبويه اتريد توصيني |
Engkau berkata, “Oh ‘Abbās, penuhilah janjimu padaku” | قـلـت هـذا انـت يا عباس أريدك يبني توفيني |
Kupenuhi, Ya ‘Alī, dengan darah dan kedua tanganku | وفـيـتك يا علي ابدمي نطيت ايساري و ايميني |