Media menyebut dirinya sebagai female ayatollah. Meski sebenarnya tidak ada gelar itu di depan namanya. Gelar yang biasanya disanding para pria. Gelar tertinggi yang diberikan kepada ulama Syiah. Āyatullāh berarti “bukti dari Allah”. Wanita ini membuktikan dirinya bisa menjadi seorang mujtahid. Konon, satu-satunya mujtahid perempuan di Iran saat ini. Namanya adalah Zohreh Sefati.
Zohreh lahir tahun 1953 di kota Abadan. Letaknya di barat daya Iran, berbatasan dengan Irak. Latar belakang keluarganya memang agamis. Ibunya penghafal Alquran dan mengajari Zohreh kitab suci sejak umur lima tahun. Tak heran, bagi Zohreh peran ibu sangat penting dalam perkembangan anak. Bahkan, irama musik pertama yang dikenal seorang anak adalah detak jantung ibu. Karenanya, kebergantungan anak kepada ibunya merupakan naluriah.
Setelah lahir ke dunia, ketergantungan emosi anak kepada ibu lebih besar. Bagi Zohreh, memisahkan anak dari ibu bertolak belakang dengan fitrah. Kalau ibu pergi beberapa hari saja, anak akan gelisah. Karena tak ada yang bisa menggantikan ibu. Para ibu hendaknya memaksimalkan kebersamaan dengan anak ketika di rumah. Karena kebutuhan anak bukan hanya lahiriah, tapi juga emosi.
Setelah selesai dengan pendidikan dasar keagamaan di Abadan, Zohreh memperdalam ilmu fikih tingkat tinggi. Tahun 1970, dia berangkat ke Qom. Kota yang dikenal sebagai pusat pendidikan dan keilmuan Syiah. Di sana, Zohreh belajar dari ulama besar seperti Ayatullah Motahhari, Ayatullah Beheshti, Ayatullah Ali Meshkini, dan Ayatullah Mohammad Hassan Ahmadi Faqih. Nama yang terakhir disebut kemudian menjadi suaminya.
Wanita dengan capaian derajat ijtihad dapat lebih melayani masyarakat dengan menjelaskan hukum Islam dan syariah.
Zohreh Sefati

Masa belajarnya di Qom bersamaan dengan periode jelang revolusi Iran. Banyak ulama dan santri menentang Syah Pahlevi. Kaisar terakhir Persia itu sudah terkenal zalim. Zohreh, suami, dan anaknya sempat ditangkap rezim dengan jeratan pasal subversi. Saudaranya, bahkan tewas di tangan rezim. Alhasil, perjuangan yang dipimpin Imam Khomeini berhasil. Pahlevi tumbang dan bersama keluarganya kabur meninggalkan Iran.
Di Qom, Zohreh mendirikan hauzah ilmiah khusus perempuan. Hauzah itu semacam pesantren, lembaga pendidikan penghasil ulama. Dia mengajar ilmu fikih dan usul tingkat tinggi yang lazim dikenal dengan baḥṡul khārij. Kematangan ijtihad Zohreh Sefati dalam menyimpulkan hukum Islam secara langsung dari Alquran dan hadis diakui banyak ulama rujukan, seperti Ayatullah Safi Golpaygani dan Ayatullah Fazel Lankarani. Karya ilmiah dari berbagai disiplin ilmu agama sudah dituliskan. Termasuk jawaban atas permasalahan kekinian.
Banyak yang mengeluhkan kalau derajat ijtihad perempuan tidak ada gunanya. Ulama perempuan dianggap tidak bisa dianggap sebagai marjak taklid, ulama rujukan. Bagi Zohreh Sefati, tanggung jawab fakih atau ahli hukum bukan soal menjadi marjak taklid. Fakih perempuan bisa melayani masyarakat, membantu umat menafsirkan prinsip Islam. “Sejumlah ulama Islam yang masyhur tidak pernah melarang fakih perempuan tumbuh menjadi marjak taklid,” kata Zohreh Sefati.
Dalam aspek sosial dan politik, Zohreh aktif sebagai anggota Dewan Sosial Budaya dan wakil Dewan Tertinggi Reformasi Budaya. Kehidupan, pencapaian, dan perjuangan Zohreh Sefati menginspirasi banyak ulama Syiah. Zohreh menunjukkan bahwa “bukti dari Allah” tidak hanya dari pria, tapi juga wanita.
Referensi:
[1] “Zohreh Sefati; Mujtahid Perempuan Iran”. IRIB Indonesia.
[2] “Zohreh Sefati: Niyazmand Madreseh Takhasosi Banuvan…” Shafaqna.
[3] “Mojtahedeh Zohreh Sefati dar Guftagu ba ISNA…”. Iranian Students’ News Agency.