Korona bukan sekedar virus dan masalah medis sederhana. Penyakit ini telah berpengaruh ke segala aspek kehidupan. Penyakit ini juga telah membuka tabir soal eksistensi lahir dan batin manusia yang selama ini terlupakan. Di tengah hiruk pikuk mencari solusi demi mencegah dan mengobati penyakit, manusia bergerak mencari tempat baru. Merangkak naik ke level yang lebih tinggi. Tempat dengan kekuatan yang melebihi dirinya.

Berdoa dan memohon kepada tuhan atau dewa sudah dilakukan sejak dahulu. Kelompok masyarakat atau penganut agama melakukannya untuk berbagai kepentingan. Termasuk perkara penyakit dan penderitaan. Tapi setelah Revolusi Industri dan masuknya teknologi dalam kehidupan, pengaruh doa menjadi kurang terasa. Bahkan pengaruhnya bagi kesehatan dan masalah fisik mulai diingkari.

Beberapa tahun belakangan, para ilmuwan menegaskan kembali. Mereka yakin pengaruh doa bagi kesehatan dan penyakit sangat besar. Untuk membuktikan klaim ini, lembaga dan pusat penelitian khusus didirikan. Setiap hari ilmuwan mengafirmasi soal anjuran Islam untuk berdoa serta pengaruhnya.

Banyak hadis menyebutkan jika setiap penyakit ada obatnya. Tapi ada satu riwayat khusus yang menjelaskan makna hadis itu. Imam Alī Al-Riḍā a.s. berkata, “Bagi setiap penyakit ada obatnya.” Sahabat bertanya, “Apa itu?” Imam menjawab, “Likulli dā’in du‘ā. Bagi setiap penyakit ada doanya.” Imam Riḍā a.s. juga pernah berkata, “Penyakit tidak akan pergi kecuali dengan doa dan sedekah…”

Berdoalah karena ia menyembuhkan dari segala penyakit.

Imam Ja‘far Al-Ṣādiq

Banyak riwayat soal kesehatan tubuh dan penyembuhan penyakit. Dari semua itu, bisa dipahami jika terapi pengobatan dan mengikuti petunjuk medis merupakan terapi doa atau berdoa itu sendiri. Di sisi lain, ada juga riwayat yang mengatakan jika suatu penyakit tidak ada obatnya maka berdoa adalah obatnya. Islam yang meyakini jika doa memiliki pengaruh bagi kesehatan dan kesembuhan harus menawarkan doanya bagi setiap penyakit. Para imam ahlulbait juga menekankan perlunya berdoa dan berpaling kepada Allah Swt.

Embed from Getty Images

Suatu ketika, Abū Hāsyim Ja‘fari pernah mengunjungi Imam Hādī a.s. saat beliau sedang demam dan sakit. Imam berkata, “Hai Abū Hāsyim, kirimkan salah seorang sahabat ke Ḥā’ir untuk mendoakanku.” Ḥā’ir itu sebuah tempat khusus di sekitar makam Imam Ḥusain.

Abū Hāsyim lalu pergi dan bertemu dengan Alī bin Bilāl. Abū Hāsyim menceritakan kejadiannya kepada Alī. Alī berkata, “Sami‘nā wa aṭa‘nā. Tapi… imam sendiri adalah seseorang yang berada di Ḥā’ir (Imam Ḥusain). Doa beliau afdal dan lebih baik daripada doaku di Ḥā’ir untuknya.”

Abū Hāsyim kembali ke rumah Imam dan menyampaikan perkataan Alī. Imam Hādī a.s. berkata, “Katakan kepadanya, Rasulullah lebih mulia daripada Ka’bah dan hajar aswad, tapi pada saat yang sama beliau mengelilingi Ka’bah dan menyentuh hajar aswad. Allah yang Mahatinggi memiliki tempat tertentu yang Dia ingin doa dipanjatkan di tempat itu. Ḥā’ir adalah salah satu tempat itu.”

Sebenarnya, sudah kehendak Tuhan kalau manusia itu mencari pertolongan dan cara agar sampai pada tujuan. Imam Ja‘far berkata, “Segala sesuatu memiliki sebab dan terjadi menurut kehendak Tuhan. Seseorang yang mengabaikan alam sebab musabab bukan saja tidak tawakal, tetapi juga mengingkari sunatullah dan tidak sejalan dengan makna tawakal.”

Tawakal kepada Tuhan berarti meyakini-Nya. Mempercayakan pekerjaan dan tunduk kepada-Nya. Memfokuskan perhatian kepada Sebab Segala Sebab (musabbibul asbāb), yaitu Tuhan yang Mahakuasa. Artinya, saat kita memanfaatkan salah satu sebab (pengobatan), harus disadari bahwa sebab itu tidak berdiri sendiri dan independen dalam memberikan pengaruh, tapi juga bergantung pada bantuan Tuhan yang Mahakuasa.

Umat manusia sudah menderita akibat virus ini. Kita dari latar belakang agama dan mazhab manapun harus berbalik kepada Tuhan Sang Pencipta. Dialah yang telah menganugerahkan nikmat tak terhingga. Nikmat berkah yang selalu menyelimuti kita, bahkan tanpa kita sadari sehingga kita mungkin lupa membuka mulut untuk bersyukur kepada-Nya.

Referensi:

Ansari, Hadi (28 Esfand 1398). “Chegooneh ba Dua va Estighase…”. Bashgah Khabarnegaran Javan.

Dr. Hadi Ansari adalah anggota Akademi Ilmu Kedokteran Republik Islam Iran.

Komentar Anda?

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.