Saat awal koronavirus merebak, dunia jelas tidak siap. Karena panik, kasus positif yang diikuti kematian meningkat cepat. Iran termasuk di antara negara yang pada awalnya berspekulasi. Fasilitas kesehatan di sana sempat kewalahan menghadapi pasien yang terus berdatangan. Pada pertengahan tahun 2020, seorang ulama mengunggah video di kanalnya. Dia melontarkan otokritik yang dimaksudkan untuk membangkitkan diskusi.

“Apa pendapat dan solusi para dai tentang Covid-19? Mana pengaruh doa, tawasul, atau keyakinan pada mahdiisme? Apa kelebihan mazhab ahlubait di hadapan koronavirus yang tidak dimiliki agama dan mazhab lain? Apa keistimewaan yang dimiliki penganut mazhab ahlulbait namun tidak dimiliki Tiongkok atau Korea Selatan? Kedua negara itu mampu menuntaskan masalah korona lebih baik dari kita. Lalu apa kelebihan Islam dan mazhab ahlulbait dalam menyelesaikan masalah ini?”

Pertanyaan itu bikin masyarakat geger dan muncul pro-kontra. Cendekiawan hingga otoritas pendidikan dan keagamaan turut bereaksi. Salah satunya adalah Mohammad Mohamadrezai, seorang profesor Filsafat Agama Universitas Tehran dan peneliti hauzah ilmiah.

Menurut Mohamadrezai, pertanyaan seperti itu hanya milik penganut pragmatisme. Sebuah aliran yang dibangun filosof Amerika Serikat seperti Charles Sanders Peirce, William James, dan John Dewey. Menurut aliran filsafat ini, kriteria kebenaran, pemikiran, dan ideologi itu didasarkan pada kegunaan, manfaat, dan hasil. Bukan soal kesesuaiannya pada realitas yang objektif. Jadi, kebenaran atas segala sesuatu dibuktikan dengan hasil akhirnya.

Filsafat pragmatisme hanya melihat agama sebagai alat. Kalau agama bisa menemukan vaksin berarti agama itu benar. Kalau tidak bisa, lalu digunakan alat lain seperti Buddhisme, taoisme, atau komunisme. Begitu juga, kalau ilmu alam dan sains mampu menemukan vaksin korona, apakah kita katakan era agama samawi sudah berakhir?

Pandangan seperti itu adalah pemikiran Auguste Comte, pendiri aliran positivisme. Menurutnya, pemikiran manusia kini berada di era sains. Era ketuhanan dan filsafat sudah berlalu. Anggapan bahwa agama dan urusan ketuhanan berlawanan dengan sebab alami dan bukti empiris bertentangan dengan keyakinan pada lā ḥaula wa lā quwwata illa billāh. Sebab faktor atau penyebab ketuhanan itu bersama dengan penyebab materi dan alam (sunatullah).

Embed from Getty Images

Agama hadir bukan untuk menggantikan penelitian ilmiah, kesehatan, dan medis. Doa dan tawasul punya tempat dan fungsinya sendiri dalam penelitian ilmiah. Tidak ada ulama rujukan (marāji’ taqlīd) yang hanya merekomendasikan doa dan tawasul, tapi abai terhadap aktivitas ilmiah.

Keistimewaan Islam mazhab ahlulbait adalah Al-Qur’an dan keluarga nabi saw. Al-Qur’an merupakan mukjizat dan argumentasinya tidak ada yang bisa mengalahkan hingga saat ini. Menurut Al-Qur’an, perkataan dan perbuatan nabi serta para imam memiliki hujah. Jadi jika ditanya, keistimewaan mazhab Syiah adalah Al-Qur’an dan petunjuk abadi ahlulbait yang sesuai dengan fitrah dan rasionalitas manusia.

Keutamaan dan misi utama agama Islam bukan untuk menyingkap hukum alam. Sasaran agama itu, menurut Ustaz Motahhari, menjadikan manusia terangkat dan transenden, bukan rendahan (suflā). Agama menganjurkan manusia untuk merenungi hubungan antara unsur penciptaan dunia dengan seluruh alam semesta ini, agar dapat memahami Tuhan.

Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana diciptakan? Kepada langit bagaimana ia ditinggikan? Kepada gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Kepada bumi bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan, sesungguhnya kamu hanya pemberi peringatan

Al-Ghāsyiyyah: 17-21

Jadi, tujuan utama agama itu: menyempurnakan moral, mendengungkan nilai alam, menyerukan monoteisme, membebaskan manusia dari belenggu, menegakkan keadilan di masyarakat, mengenalkan orang dengan ajaran ilahiah, mengembangkan dan menyucikan masyarakat, dan menjalankan kehidupan seorang muwahid. Agama tidak bertujuan untuk menemukan sebuah vaksin virus. Andai Islam menemukan vaksin korona, apakah kemudian masalah spiritual, moral, dan keyakinan manusia telah terpecahkan? Lalu misi agama telah selesai?

Tugas utama agama bukan menyingkap hukum fisika, kimia, atau kesehatan. Tuhan telah menganugerahkan manusia kekuatan intelektual dan tugas itu harus dicari di bidang lain. Tuhan memerintahkan manusia untuk merenungkan dunia serta penciptaannya. Karena di balik dunia material ini beserta dengan hukum alamnya, ada tangan Tuhan yang Mahakuasa.

Referensi:

(22 Mehrdad 1399). “Hadafe Asliye Deen be Kamal Resandan Fazael Akhlaghi…”. Mehr News Agency.

Komentar Anda?

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.