“Apakah Anda ingin agar saya menyamakan ‘Ā’isyah r.a. dengan kedudukan Fatimah? Kalau saya lakukan itu, saya kembali ke masa jahiliah!” Kalimat tegas itu dilontarkan Dr. Adnan Ibrahim—cendikawan sunnī asal Palestina—kepada Syekh ‘Utsmān Al-Khamīs (Othman Alkamees)—ulama salafī asal Kuwait. Reaksi itu dilakukan lantaran ‘Utsmān Al-Khamīs menuding Adnan Ibrahim sebagai penganut Syiah karena ceramahnya mengenai Fātimah putri Rasulullah ﷺ.
Sebelumnya, dalam acara televisi, ‘Utsmān Al-Khamīs mengkritik Adnan Ibrahim, “Ketika berbicara tentang Fātimah r.a., dia (Adnan) menyebutnya sebagai ‘pemimpin wanita semesta alam’ dan sebagainya… saya tidak menyangkalnya dan kecintaan pada Fātimah mendekatkan diri kepada Allah. Tapi lihatlah bagaimana cara dia berbicara tentang ‘Ā’isyah r.a. yang menunjukkan kecenderungannya pada paham rāfidhah.”
‘Utsmān Al-Khamīs sedang menyebarkan stereotip: orang yang mengagungkan Fātimah dan kritis terhadap ‘Ā’isyah dianggap sebagai ciri penganut Syiah. Cara ini sebenarnya berbahaya. Masyarakat awam menjadi takut untuk berbicara atau sekadar mencari tahu tentang putri Rasulullah ﷺ. Akibatnya, orang semakin dijauhkan dari mengenal figur keluarga nabi (ahlulbait) serta ilmu pengetahuannya.
Dr. Adnan Ibrahim tegas mengakui sebagai pecinta Rasulullah ﷺ dan keluarga Rasulullah. Baginya, pendapat dalam ceramahnya tersebut merupakan karunia Allah Swt. Hasil dari belajar selama puluhan tahun. Dia bahkan sampai mengingatkan ‘Utsmān Al-Khamīs, “Ini nasihat dari hamba yang lemah, Adnan Ibrahim, kepada saudaranya, ‘Utsmān Al-Khamīs: periksa kembali diri Anda ketika akan berkomentar tentang ahlulbait.”
Berbicara mengenai ahlulbait dan menyamakan kedudukan mereka dengan manusia lain, bagi Adnan Ibrahim, merupakan contoh perilaku manusia jahil. Misalnya, sebagian orang mengira dan mengatakan jika kedudukan ummul-mu’minīn ‘Ā’isyah mungkin lebih mulia daripada Fātimah. Menurut Adnan Ibrahim, hal itu tidak mungkin. “‘Ā’isyah itu putri Abu Bakar, sedangkan Fātimah putri (Nabi) Muhammad ﷺ! Saya tidak akan berbicara tentang ‘Ā’isyah sebagaimana saya berbicara tentang Fātimah untuk membuat Anda senang…”
Adnan heran, mengapa ada orang—bahkan ulama—yang merasa terusik ketika Fātimah dipuji. Padahal, banyak riwayat sahih yang menyebutkan berbagai keutamaan Fātimah. Dalam Shahīh Bukhārī, misalnya, Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
فَاطِمَةُ بَضْعَةٌ مِنِّي فَمَنْ أَغْضَبَهَا أَغْضَبَنِي
Fātimah adalah bagian dari diriku maka barangsiapa yang membuatnya marah berarti telah membangkitkan kemarahanku.
Fātimah menjadi bagian dari Rasulullah ﷺ bukan sekadar bermakna darah-daging. Perintah untuk mencintainya bukan sekadar karena dia anak dari Nabi Muhammad ﷺ. Dugaan seperti itu justru akan merendahkan Rasulullah ﷺ karena menganggap beliau mengutamakan nasab. Fātimah bukan sekadar insan biasa karena keimanan dan akhlaknya. Dalam Sunan At-Tirmidzī, Rasulullah ﷺ mengabarkan jika Fātimah merupakan salah satu dari empat wanita terbaik alam semesta:
حَسْبُكَ مِنْ نِسَاءِ الْعَالَمِينَ مَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ وَخَدِيجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ وَفَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ وَآسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ
Cukuplah bagimu dari wanita (penghulu) alam semesta: Mariam putri ‘Imrān, Khadījah binti Khuwailid, Fātimah binti Muhammad, serta Asiah istri Firaun.
Adnan Ibrahim menganggap dirinya hanyalah seorang pelayan agar kita semua bisa mengenal Fātimah a.s. Karena itu, dia meminta agar Utsmān Al-Khamīs memohon petunjuk kepada Allah. Dunia ini hanyalah khayalan semata dan seluruh ucapan kita akan dimintakan pertanggungjawaban. Seraya mendoakan Syekh Utsmān Al-Khamīs memperoleh petunjuk Allah, Dr. Adnan Ibrahim juga berkata, “Saya katakan kepada seluruh syekh: berbicaralah seolah Anda sedang berada di ranjang kematian.”
ISLAM di atas mazhab 