Lantunan surah Yasin terdengar ramai dari rumah Wati, salah seorang warga sunnī di Bangsri, Jepara. Usai membaca tahlil, Wati dan ibu-ibu yang hadir ke rumahnya lanjut membahas kegiatan rutin rukun tetangga (RT). Salah satu yang hadir di rumah Wati adalah Anis Nurul, salah satu warga muslim Syiah di Desa Banjaran. Meski suami Anis sunnī, namun dirinya merasa Kampung Bangsri adalah rumah yang menampung ragam mazhab Islam.
Bagaimana tidak, tahlilan dan ceramah di rumah Wati dipimpin oleh Khodijah, seorang muslimat Syiah. Dalam ceramahnya, Khodijah menceritakan bagaimana Nabi Muhammad ﷺ menghargai perbedaan dan keragaman. Bahkan, Rasulullah ﷺ tetap berbuat baik kepada warga non-muslim di Madinah. Kebersamaan warga Desa Banjaran tersebut, bagi Khodijah, merupakan wujud implementasi ajaran Islam.
Keluarga beda mazhab tak hanya dialami Anis Nurul. Abdul Basid, misalnya, tak keberatan memiliki menantu bermazhab ahlusunah. Baginya, hal itu pilihan setiap orang. “Saya biasa saja, menantu juga biasa saja. Ada pengajian ya ikut pengajian,” katanya kepada media 5News. “Kita ambil positifnya, ambil persamaannya,” kata Abdul Basid yang juga memiliki mertua bermazhab sunnī.
RT Syiah, RW sunnī
Ma’ruf, Ketua RT setempat, mengatakan jika mazhab di warganya sangat beragam. Meski begitu, hubungan mereka terjalin harmonis. “Saya Syiah, Ketua RW sunnī, Pak Lurah juga sunnī,” katanya. Ma’ruf menyebut jika ada sebuah perkumpulan yang bertujuan untuk menjaga kerukunan antar warga. Namanya Majelis Muawanah. “Baik Muhammadiyah, NU, atau Syiah, semua diurusi Jami’ah Muawanah saat ada kematian,” kata Ma’ruf.
Anggota Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser) di Bangsri, Saifur Rohim, juga memberikan testimoni. Menurutnya, interaksi sunnī-Syiah di sana berjalan baik. Selain tidak ada gesekan, Saifur juga menyebut warga Syiah di Bangsri memiliki jiwa sosial yang tinggi.
Asal mula harmoni
Islam Syiah di Bangsri dikembangkan oleh K.H. Abdul Qadir Bafaqih, pemilik pesantren sunnī bernama Al-Khairat. Santri yang belajar di sana datang dari berbagai daerah. Sebelum tahun 1983, beliau sering mendapat kiriman buku dari Pesantren Dār At-Tauhīd di Timur Tengah di antaranya buku mengenai Syiah. Setelah itu, kabar mengenai Syiah menghebohkan masyarakat Jepara hingga tingkat nasional.
Sekitar tahun 1985, berita semakin heboh karena diliput Harian Bernas, Tempo, dan Kompas. Syiah Bangsri menjadi sorotan publik. Isu miring mengenai Syiah membuat pejabat Kementerian Agama datang ke daerah itu. Ternyata, kehebohan berita tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Semua tenang dan damai.
Setelah meninggalnya K.H. Abdul Qadir Bafaqih, tak ada lagi yang mengelola pesantren. Lalu para sesepuh tokoh Syiah mendirikan Pesantren Darut Taqrib pada tahun 1999. Pesantren ini dipimpin oleh Ustaz Miqdad Turkan, salah seorang murid K.H. Abdul Qadir Bafaqih.
Lalu apa yang menjadi kunci terciptanya kerukunan sunnī dan Syiah di daerah Bangsri? Menurut Ust. Miqdad, kuncinya adalah menyadari dan memahami perbedaan masing-masing kelompok, terutama dalam masalah ibadah. “Masyarakat sadar untuk saling memahami perbedaan. Hal ini keniscayaan, sebab saling memahami itu menimbulkan perasaan saling menghormati…” kata Ust. Miqdad.
Referensi:
[1] Husain, Umar (30 Desember 2021). “Harmoni Syiah dan Suni di Jepara”. 5News.co.id.
[2] Sulaiman (Januari-Juni 2017). “Refleksi Kerukunan Umat Beragama di Bangsri Kabupaten Jepara”. Panangkaran: Jurnal Penelitian Agama dan Masyarakat. 1 (1): 19-36.