Sebuah lukisan besar menarik perhatian; menggambarkan Nabi Muhammad ﷺ, putrinya, Fātimah, dan suaminya, Khalifah ‘Alī. Bagi banyak kaum muslim, lukisan ini bisa jadi bentuk penistaan. Tapi Haji Edmond Brahimaj tidak menganggap soal larangan menggambar dalam Islam. Pemimpin spiritual Bektashi itu, yang disapa dengan Baba Mondi, duduk di bawah lukisan itu dan berkata, “Mereka orang tua saya; bukankah normal untuk menggantung foto keluarga Anda sendiri?”
Toleransi adalah salah satu prinsip penting bagi muslim Bektashi. Wanita Bektashi, misalnya, tidak mengenakan jilbab; pria dan wanita berdoa bersama di sebuah rumah ibadah bernama tekke.
Pada hari raya ziarah, ribuan orang dari penjuru negeri mengunjungi Gunung Tomorr di selatan Albania. Suasananya seperti campuran pesta adat dan festival terbuka. Toko dan kios berlomba menjual dagangan: satu meja menjual suvenir—misal bergambar Imam Husain—dan pedagang lain menjual rakı, minuman khas Balkan dengan kandungan alkohol.
Alkohol sebenarnya dilarang di antara muslim Bektashi. Di ruang aula Baba Mondi di Tirana, dua botol hip flask milik mantan darwis dipajang dalam sebuah kotak kaca. Beberapa darwis dimakamkan di Gunung Tomorr. Ziarah ini nampak lebih didasarkan pada tradisi, dibandingkan alasan religius.

“Allah atau Yesus, sama”
Festim Shametaj, seorang pengikut Bektashi, mengenakan kalung salib emas. Hadiah itu dari iparnya yang beragama Kristen. “Allah atau Yesus, sama,” katanya. Minoritas Bektashi heterodoks, mirip dengan Alevi di Turki, cocok dengan kondisi Albania: mereka hidup berdampingan secara damai dengan mayoritas sunnī, Katolik, dan Kristen Ortodoks.
Acara festival gabungan atau pernikahan campuran lazim dilakukan. Di Albania, orang terbiasa mendeskripsikan diri sebagai setengah-muslim, setengah-kristiani. Pada tahun 2014, Paus Fransiskus mengatakan, toleransi beragama di negara Balkan adalah contoh bagi dunia. Albania memiliki masyarakat yang menggambarkan agama sebagai hal privat di kehidupan sehari-hari. Menurut jajak pendapat Gallup, semakin sekular sebuah negara maka semakin toleran.
Pragmatisme agama sudah terlihat sejak abad pertengahan ketika Albania diperebutkan Barat dan Timur. Jika Barat menang, tuan tanah feodal menganut agama Katolik; jika Kekaisaran Bizantium menang, mereka mendukung Gereja Ortodoks. Pada abad ke-16, sebagian besar penduduk di bawah Kesultanan ‘Utsmāniyah (Ottoman) memeluk Islam, baik karena keimanan, di bawah tekanan, atau pengaruh ekonomi.
Tarekat Bektashi memainkan perang penting dalam proses islamisasi. Mereka adalah pembimbing spiritual Yanisari, pasukan elit ‘Utsmāniyah. Berapa jumlah muslim Bektashi kini memang diperdebatkan. Baba Mondi mengklaim separuh penduduk Albania. Namun menurut sensus terakhir, jumlahnya hanya 60.000. Konon, seperlima responden enggan mengungkapkan identitas agama mereka.
Nasib di bawah komunisme
Pada tahun 1967, Enver Hoxha mendeklarasikan Albania sebagai “negara ateis” pertama di dunia. Dia menangkap dan mengeksekusi para penganut agama. Gereja, masjid, dan tekke Bektashi diambil alih atau dihancurkan. Semangat anti-agama Hoxha begitu besar hingga Stalin menyuruhnya untuk tidak menyakiti perasaan keagamaan warga.
Setelah rezim Hoxha runtuh pada tahun 1990, muslim yang tersisa mencoba menghidupkan kembali komunitas mereka. Negara Arab Teluk dengan cepat membawa uang mereka ke Albania, membangun 200-300 masjid tidak resmi beserta imam yang menyebarkan ideologi mereka.
Pengaruh islamisme sempat dipandang remeh. Sehingga banyak yang terkejut ketika lebih dari 140 orang Albania pergi berperang demi ISIS di Irak atau Suriah. “Kami melakukan kesalahan,” kata Ylli Gurra, mufti kota Tirana. Komunitas agama yang mapan telah gagal mengawasi masjid tidak resmi. Dalam beberapa tahun terakhir, dengan bantuan negara, mereka mendampatkan kembali kendali atas sejumlah masjid. Masjid telah didaftarkan atau ditutup, dan para imam resmi direkrut.
“Kami telah mengambil pelajarannya,” kata Gurra, “Kami harus terus bekerja untuk menegakkan toleransi beragama, yang tidak hadir begitu saja.” Untuk mewujudkan hal itu, Ylli Gurra mengandalkan dukungan dari Baba Mondi dan muslim Bektashi.
Referensi:
Wenger, Karin A.; Breu, Philipp (25 Februari 2022). “Albania’s Bektashi Muslims”. Qantara.de.