Cerita ini terjadi beberapa abad yang lalu. Bermula dari pertemuan seorang ulama muslim dengan seorang kafir, yang kemudian berlanjut dengan dialog yang perlu kita renungkan. Sebagaimana yang kita ketahui, dalam sejarah Islam terdapat beberapa aliran sejak zaman dahulu hingga sekarang. Salah satu dari perbedaan itu adalah bagaimana cara seorang muslim sejati menilai suatu “kebaikan” dan “keburukan”.Ā Perbedaan itu sebenarnya menyangkut masalah fundamental keislaman. Kubu Imam Ali bin Abi Thalib dan Khawarij merupakan sumber utama perbedaan itu. Dari kedua kubu itulah kemudian menyusup masuk ke dalam golongan-golongan lain, yang walaupun tidak memakai nama golongan keduanya: pengikut ahlulbait dan Khawarij.
Tag: akal
Beberapa hari terakhir, saya sempat terlibat “perang dingin” mengenai keunggulan antara akal dan hati. Saya sempat menulis update status: “Menurut Alquran akal adalah hujah dan menurut akal Alquran adalah hujah”. Perang semakin memuncak ketika saya menulis tentang keyakinan saya bahwa agama ini menjunjung tinggi akal. Tentu bukan sembarang akal, tapi akal yang sudah menjalani alur pikir yang benar.
Di sisi lain, pihak kontra meyakini bahwa hati adalah penentu benar atau salah. Sebenarnya saya juga meyakini hati adalah penentu kebenaran, apalagi jika dikaitkan dengan tema sufistik. Tapi ketidaksetujuan muncul ketika hati (yang memiliki tujuh lapisan ini) disamakan dengan perasaan (emosi). Ini sebabnya, saya kutip potongan artikel berikut yang saya tulis tahun 2006:

Artikel ini merupakan artikel lama yang saya tulis tahun 2008 dan saya reposting dengan tambahan “keluhan” karena dikukuhkannya Indonesia sebagai negara perokok terbesar di ASEAN dan kasus hilangnya ayat tembakau. Sebelumnya saya minta maaf kepada siapa saja yang merasa tersinggung dengan tulisan ini (seharusnya memang tidak ada), karena tulisan ini hanyalah pendapat pribadi.
Lanjutkan membaca “Siapa yang Harus Dibenci: Rokok atau Perokok?”