Ahlusunah yang Berjuang Bersama Syiah

Usman adalah seorang muslim ahlusunah. Tapi dia juga berjuang bersama kelompok militan Syiah: Hizbullah. Bagi Usman, semua itu bukanlah masalah. “Lebanon adalah negara saya. Saya membela tanah air. Saya ingin bergabung dengan kelompok perjuangan dan Hizbullah datang memberikan ideologi perlawanan (muqawamah),” kata Usman. Seluruh keluarganya adalah suni, tetapi mereka juga mendukung Hizbullah. “Kami tidak membicarakan isu sektarian.” Lanjutkan membaca “Ahlusunah yang Berjuang Bersama Syiah”

Wanita Kristiani di Balik Barisan Hizbullah

Pidato pemimpin Hizbullah, Sayid Hassan Nasrallah, berakhir. Orang-orang mulai mengemas barang-barang dan membawa anak-anak mereka meninggalkan lapangan. Hanya Randa Gholam yang tetap bertahan. Dia dengan antusias mengibarkan gambar Hassan Nasrallah ke layar, media yang digunakan Hizbullah untuk menyampaikan pidato pemimpinnya karena alasan keamanan. “Saya melambai untuk mengatakan padanya saya di sini, seperti biasa saya datang untuk mendukungnya. Tentu saja dia tahu banyak orang yang mendukungnya, tapi saya merasa dia harus melihat saya di sini,” kata Gholam.[1] Lanjutkan membaca “Wanita Kristiani di Balik Barisan Hizbullah”

Kisah Jubah Pemimpin Hizbullah

Semasa perang Hizbullah melawan Israel tahun 2006, seorang wanita memakai kaos kerah V, kacamata hitam, dan bandana merah sedang bejalan menuju sebuah kafe di kota Beirut. Seketika dia diwawancara oleh televisi Al-Manar. “Ketika seluruh kekacauan ini berakhir, saya ingin jubah Sayid Hassan yang berkeringat kala dia membela saya, anak-anak saya, saudara-saudara saya, dan negeri saya. Saya menginginkannya agar dapat mengusapkan sedikit keringatnya pada diri saya dan anak-anak saya. Mungkin potongannya dapat dibagikan kepada masyarakat sehingga mereka bisa mendapatkan sedikit kebaikannya, kehormatannya, dan kemuliaan.”[1]

Sama seperti rakyatnya lainnya, Reem Haidar yakin bahwa kemenangan akan diraih. Tapi yang lebih mengejutkannya adalah Hassan Nasrallah mendengar dan mengingat keinginannya tersebut. Setelah perang berakhir, Reem Haidar mendapat kabar bahwa jubah sudah disimpan dan akan dikirim. “Saya mendapat ribuan telepon dari dalam dan luar Lebanon, meminta untuk diberikan potongan jubah sebagaimana yang saya katakan.” Tapi nyatanya, sangat berat baginya untuk memotong-motong jubah tersebut. “Pintu rumah saya selalu terbuka bagi yang ingin melihatnya.[2] Orang-orang dapat mengunjungi dan mengambil berkah darinya.”
Lanjutkan membaca “Kisah Jubah Pemimpin Hizbullah”