Kisah Jubah Pemimpin Hizbullah

Semasa perang Hizbullah melawan Israel tahun 2006, seorang wanita memakai kaos kerah V, kacamata hitam, dan bandana merah sedang bejalan menuju sebuah kafe di kota Beirut. Seketika dia diwawancara oleh televisi Al-Manar. “Ketika seluruh kekacauan ini berakhir, saya ingin jubah Sayid Hassan yang berkeringat kala dia membela saya, anak-anak saya, saudara-saudara saya, dan negeri saya. Saya menginginkannya agar dapat mengusapkan sedikit keringatnya pada diri saya dan anak-anak saya. Mungkin potongannya dapat dibagikan kepada masyarakat sehingga mereka bisa mendapatkan sedikit kebaikannya, kehormatannya, dan kemuliaan.”[1]

Sama seperti rakyatnya lainnya, Reem Haidar yakin bahwa kemenangan akan diraih. Tapi yang lebih mengejutkannya adalah Hassan Nasrallah mendengar dan mengingat keinginannya tersebut. Setelah perang berakhir, Reem Haidar mendapat kabar bahwa jubah sudah disimpan dan akan dikirim. “Saya mendapat ribuan telepon dari dalam dan luar Lebanon, meminta untuk diberikan potongan jubah sebagaimana yang saya katakan.” Tapi nyatanya, sangat berat baginya untuk memotong-motong jubah tersebut. “Pintu rumah saya selalu terbuka bagi yang ingin melihatnya.[2] Orang-orang dapat mengunjungi dan mengambil berkah darinya.”
Lanjutkan membaca “Kisah Jubah Pemimpin Hizbullah”

Jilbabku dan Aku

Ini adalah fotoku yang diambil hari ini. Sebagaimana yang bisa Anda lihat, aku memakai hijab atau jilbab sebagaimana yang lebih dikenal. Alasan mengapa aku memakai jilbab sederhana—temanku meminta aku melakukannya. Bukan karena dia ingin aku terlihat bodoh, tapi karena Hari Hijab Sedunia pada tanggal 1 Februari 2013 dan dia meminta semua teman non-muslimnya untuk bergabung bersamanya memakai jilbab.

Aku akan memakai jilbab untuk beberapa waktu mulai sekarang, meski selalu menghindarinya karena aku tidak yakin bahwa aku bisa karena aku bukan muslim. Namun temanku meyakinkan bahwa jilbab lebih banyak berbicara tentang kesopanan, meskipun jelas ia juga berkaitan dengan Islam. Jadi hari ini aku berpikir “Mengapa tidak?” dan melakukan yang terbaik untuk membuat jilbab dengan syalku. Aku telah memesan dua jilbab dan beberapa pin,  jadi sebelum semuanya tiba aku akan memakai sebuah syal yang dililit di kepalaku.
Lanjutkan membaca “Jilbabku dan Aku”

Hanya Karena Jilbab, Aku Disebut Teroris

Ketika pergi ke sebuah mal, seorang gadis kecil memanggil Ela dengan sebutan teroris. Ela barulah berusia tujuh belas tahun dan bukan seorang muslim. Tapi ketika temannya bercerita tentang perlakuan diskriminasi wanita yang memakai jilbab, dia memutuskan untuk merasakan langsung diskriminasi tersebut untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang apa yang wanita muslim alami sebenarnya. Lanjutkan membaca “Hanya Karena Jilbab, Aku Disebut Teroris”