Dunia Islam di Mata Fotografer Amerika

Seorang fotografer perjalanan Amerika, Derek Brown, baru saja menyelesaikan sebuah proyek berjudul “Perjalanan di Dunia Islam”, yang ia mulai 14 bulan lalu. Derek, yang membidik sekitar 40.000 foto di 30 negara berpopulasi Muslim terbesar di dunia dalam proyeknya, menyebut perjalanannya sebagai “sebuah pengalaman luar bisa yang akan saya kenang hingga akhir hayat”.

Derek yang asli New York memulai perjalanan pada April 2008 silam di India. Ia bepergian dari satu negara ke negara lain seperti Suriah, Iran, Pakistan, Indonesia, Mesir, Bosnia Herzegovina, Senegal, Palestina, Kazakhstan, Mali, Turki, Spanyol, Maroko, Mauritania, dan Bangladesh.

Lanjutkan membaca “Dunia Islam di Mata Fotografer Amerika”

Taat Beragama, Taat Bernegara

Alhamdulillah, perjuangan untuk mengerjakan tugas yang sangat menyita waktu tidur telah selesai. Ujian akhir pun telah terlewati, meski masih ada rintangan lain di depan: Kuliah Kerja Nyata! Tapi sebelum pergi meninggalkan blog lebih lama lagi, saya masih ingin bercerita tentang sebagian “agamawan” yang tidak “negarawan” (apa maksud?!)

Waktu lagi sabar-sabarnya nunggu lampu merah di daerah Kalibata, tiba-tiba segerombolan pengendara motor—dengan baju koko dan sarung—menerobos lampu dan walhasil melanggar aturan lalu lintas. Terlebih, mereka tidak menggunakan helm untuk menjaga keselamatan; tapi memilih menggunakan peci putih.

Lanjutkan membaca “Taat Beragama, Taat Bernegara”

Namîmah

Alkisah, seseorang membeli budak. Penjual berkata bahwa budak itu bagus dalam segala hal, kecuali satu: ia suka melakukan namîmah. “Tak apa,” kata pembeli. Setelah beberapa hari tinggal di rumah, budak itu berkata kepada istri tuannya, “Suamimu itu sudah tidak mencintaimu lagi. Ia bermaksud mengambil the other woman. Supaya ia mencintaimu lagi, ambillah beberapa helai rambutnya dengan pisau cukur, ketika ia tidur.” Kepada suaminya, budak itu berkata, “Istrimu sudah punya the other man. Ia bermaksud membunuhmu. Jika ingin membuktikan omonganku ini, pura-puralah tidur.” Maka, malam itu, sang suami pura-pura tidur. Ia melihat istrinya datang dengan pisau cukur. Ia yakin istrinya mau membunuhnya, maka ia segera bangun dan membunuh istrinya lebih dahulu. Keluarga istrinya tentu saja marah. Terjadilah peperangan antara keluarga kedua belah pihak.

Dengan cerita itu, Al-Ghazali mengakhiri bab tentang namîmah dalam Ihyâ ‘Ulûm Ad-Dîn. Suatu akhlak tercela, namîmah, cukup untuk mendatangkan bencana, walaupun seseorang mempunyai kelebihan dalam akhlak yang lain. Inilah nila setitik yang merusak susu sebelanga. Nabi SAW bersabda, “Orang yang paling dibenci Tuhan ialah orang yang berjalan ke sana kemari menyebarkan namîmah, yang memecah di antara orang-orang yang bersaudara (saling mencintai), yang mencari-cari kesalahan dari orang yang tak bersalah.” (Ath-Thabrani, Ahmad). Ia juga bersabda, “Tak akan pernah masuk surga pelaku namîmah.”

Lanjutkan membaca “Namîmah”