Puasa atau Tidak Saat Melakukan Perjalanan?

Dalam sebuah diskusi (kurang ilmiah) di masjid sebelum memasuki bulan Ramadhan, seorang teman mengatakan bahwa ketika melakukan perjalanan atau safar seperti pada zaman sekarang ini, maka seseorang tetap harus berpuasa. Alasan yang dikemukakan adalah pada zaman sekarang ini, sebuah perjalanan—dengan pesawat terbang, misalnya—dapat ditempuh dalam waktu singkat dan relati “nyaman”. Maka hukum membatalkan puasa saat perjalanan sudah tidak relevan.

Selain alasan-alasan tersebut, teman juga berdalil dengan ayat Alquran. Lebih tepatnya, berdalil dengan terjemahan ayat Alquran Departemen Agama RI. Ayat yang dimaksud adalah: Maka barang siapa di antara kalian sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) di hari yang lain… dan puasa kalian lebih baik bagi jika kalian mengetahui. (QS. Al-Baqarah [2]: 184). Kalimat terakhir dari ayat tersebut menjadi dalil baginya bahwa jika kita tetap berpuasa saat melakukan perjalanan maka itu lebih baik. Apakah demikian?

Lanjutkan membaca “Puasa atau Tidak Saat Melakukan Perjalanan?”

Adab dan Etika Bepergian (Safar)

Setelah artikel ini muncul di blog, saya sudah tidak ada di Jakarta untuk selanjutnya berada di luar kota selama sebulan lebih. Ini adalah beberapa tips, adab, atau etika bepergian (safar) yang semoga bermanfaat untuk teman-teman semua yang mau bepergian (menjadi musafir), khususnya saya.

Memilih Teman Seperjalanan

Disarankan orang yang mau pergi (jauh) untuk tidak melakukan perjalanan sendirian. Bukan cuma sekedar mempererat persahabatan atau menjadi teman ngobrol, tapi juga menjadi penolong kalau terjadi sesuatu. Rasulullah saw. bersabda, “Maukah kalian aku beritahu manusia yang paling buruk?” Orang-orang bertanya, “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Orang yang bepergian sendirian dan orang yang tidak mau menolong temannya serta orang yang memukul hamba sahayanya.”
Lanjutkan membaca “Adab dan Etika Bepergian (Safar)”

Memaknai Arbain

Angka-angka tidak hanya berlaku dalam kehidupan materi semata, bahkan dalam kehidupan spiritual sekalipun, angka memiliki peranan yang sangat penting. Jumlah rakaat dalam salat, jumlah tasbih arbaah, jumlah tasbih Sayidatina Fatima Az-Zahra dan hal-hal serupa yang menunjukkan bahwa kehidupan maknawiah tidaklah lepas dari nilai angka-angka.

Nilai angka-angka itu dimulai dari angka lima, tujuh, dua belas, empat belas dan empat puluh di mana untuk setiap angka memiliki arti tersendiri sebagaimana yang akan kami jelaskan nantinya. Nilai angka lima diartikan bahwa ada lima nabi ulul azmi (lima nabi pembawa kitab suci), dan lima anggota keluarga Nabi Muhammad saw.

Nilai angka tujuh diartikan dengan tujuh langit dan tujuh kota cinta, tujuh tahapan perjalanan ruhani dalam irfan, dan tujuh kali tawaf di Baitul Haram Kakbah.

Lanjutkan membaca “Memaknai Arbain”