Mimbar dan Senjata

Pertama kali melihat Ayatullah Dastghaib di televisi beberapa bulan yang lalu, beliau berceramah sambil memegang senjata layaknya pengganti tongkat. Saya langsung tertarik dan ingin mencari tahu lebih tentangnya, dan hari ini bertepatan dengan hari syahidnya beliau. Syahid mihrab ini dilahirkan dengan nama Sayid Abdul Husain bin Muhammad Taqi Dastghaib pada tahun 1332 H di kota Syiraz. Sejak remaja, beliau sudah menjadi imam salat di Masjid Baqir Khan Syiraz. Pada usia 21 tahun, beliau berangkat ke Najaf. Setelah kembali ke Syiraz, beliau membuka kembali Masjid Atiq untuk mengajar teologi, fikih, dan tafsir.

Ketika Syah berencana mendirikan negara sekuler, para ulama Qom meresponnya. Di Syiraz, Sayid Dastghaib berbicara secara terbuka dan mendukung Imam Khomeini bersama ide revolusinya. Karena itulah, beliau beberapa kali ditahan dan menjadi tahanan rumah. Tapi semua itu justru semakin memperkuat perjuangan dalam melatih mental dan spiritual masyarakat dalam mempersiapkan revolusi Islam.

Setelah revolusi, beliau terpilih sebagai anggota parlemen bagi rakyat Syiraz sekaligus wakil Imam Khomeini di kota tersebut. Beliau juga menjadi imam salat di Masjid Jami Syiraz. Namun para teroris tetap bekerja untuk melemahkan pemerintahan Islam di Iran. Pada saat Syahid Dastghaib memimpin salat Jumat yang dipenuhi oleh ulama dan murid-muridnya, sebuah ledakkan besar mengguncang masjid tersebut. Selama berhari-hari, isak tangis dan jeritan orang-orang bergema di kota Syiraz, kala mengingat potongan tubuh imam salat mereka bertebaran di jalan dan dinding gang Syiraz.[1]


Pada pagi hari di masa-masa Arbain, Sayid Muhammad Hasyim Dastghaib seperti biasa pergi ke rumah ayahnya. Tak lama, sekretaris kantor datang dan  berbicara tentang mimpi seorang syarifah terhormat yang sudah dikenalnya. Dalam mimpinya, Syahid Dastghaib berkata kepada syarifah tersebut, “Beberapa bagian tubuh saya terjebak di antara batu bata dinding jalan ini (tempat di mana ayatullah terkena bom). Kumpulkan bagian tubuhku dan gabungkan dengan tubuh saya.”

Saat awal, Sayid Muhammad Hasyim tidak menaruh perhatian pada kisah ini. Setelah mendengar pembicaraan orang-orang di kantor, Sayid Muhammad keluar bersama beberapa orang di antara mereka untuk ikut serta acara fatihakhâni (pembacaan ayat Quran sebagai hadiah untuk yang meninggal). Kebetulan mereka melewati jalan di mana Syahid Dastghaib menjadi martir dan Sayid Muhammad teringat mimpi syarifah tersebut. Sayid Muhammad memohon izin untuk berkeliling sesaat. Sampai akhirnya mata mereka tertuju pada sebuah dinding dan mereka semua melihat potongan tubuh yang terjebak di antara celah batu bata. Dua dari teman saya mendekat dan mengumpulkan bagian tubuh Ayatullah Dastghaib dan menaruhnya ke dalam kantong plastik.

Pemakaman Kedua

Pada saat malam Jumat di Masjid Jami Syiraz, Doa Kumail berjemaah diadakan dan para tamu yang datang mendengar kabar tersebut. Kemudian diumumkan bahwa malam tersebut pada pukul sepuluh, sisa bagian tubuh syahid ayatullah akan dimakamkan. Kejadian ini tentu mengejutkan sekaligus aneh. Sebenarnya, di hari ketika bagian tubuh tersebut ditemukan, seorang pria saleh dari kalangan ulama dan terpercaya, mengatakan bahwa malam sebelumnya dua orang termasuk dari keluarga syahid juga mengalami mimpi yang sama.

Mendengar kabar ini, Sayid Muhammad Hasyim mengirim utusan kepada syarifah tersebut dan meminta dia untuk menuliskan kisah mimpinya dan menyebutkan nama lengkapnya bersama dengan nama suami dan keluarganya. Setelah mendapatkan persetujuan untuk mengutip bagian dari kisah tersebut berharap menjadi bagian dari sejarah dan renungan serta bimbingan bagi generasi mendatang.

Mimpi tersebut menceritakan, “Aku berada di sebuah taman besar. Tiba-tiba aku melihat Ayatullah Dastghaib berjalan di depanku. Di tengah taman dan ayatullah mengenakan jubah berwarna gelap. Beliau meminta saya, ‘Tolong pergi dan katakan kepada orang-orang bahwa bagian dari tubuhku masih berada di dinding itu.’ Beliau mengulang perkataannya beberapa kali, sehingga saya terkejut dan kemudian tersadar.”

Kita sendiri yang menentukan apa yang sebenarnya mimpi ini hendak kabarkan. Mimpi ini sebenarnya “kesaksian” atas kebenaran tentang kehidupan setelah kematian, yang lebih meyakinkan dari pada seluruh buku peringatan. Syahid Mihrab Ayatullah Dastghaib sering mengatakan, “Kematian bukanlah kehancuran; tetapi gerbang untuk mencapai rahmat Ilahi.” Para syahid di jalan Tuhan sungguh hidup dan mereka mendapatkan rezeki dari Tuhan.[2] Di antara karya Syahid Dastghaib adalah گناهان کبیره (sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Dosa-Dosa Besar), قلب سلیم,معارفی از قرآن dan استعاذه. Imam Khomeini dalam syairnya menuliskan:

Masjid, mihrab, dan mimbar Syiraz
Tidak akan melupakan
Lantunan malakuti syahid di jalan Islam

Featured Image: contrastpg.blogfa.com

Last modified: December 11, 2012

Penghapusan Keutamaan Ahlulbait dalam Tafsir Alquran

Abdullah Yusuf Ali dikenal sebagai seorang penerjemah dan juru ulas Quran ahlusunah. Terjemahan dan ulasannya sangat terkenal di dunia Islam dan Barat serta di manapun bahasa Inggris dibaca dan dipahami. Sebuah perbandingan dari catatan penjelasan antara versi lama dan versi baru yang “direvisi” menunjukkan berbagai perbedaan. Edisi “revisi” tersebut telah menghapus penghormatan terhadap Imam Hasan dan Husain as., yang merupakan cucu Nabi Muhammad saw. dan anggota ahlulbait. Selain itu, beberapa perubahan menarik juga telah terjadi! (Teks berwarna merah berasal dari pemilik blog, Ali Reza)

Lanjutkan membaca “Penghapusan Keutamaan Ahlulbait dalam Tafsir Alquran”

Sekilas Tragedi Muharam

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki” (QS. Ali Imran: 169)

Peristiwa Karbala merefleksikan benturan antara kebaikan melawan kejahatan, kesalehan melawan keburukan, dan antara Imam Husain (pemimpin kebaikan) melawan Yazid (pemimpin kejahatan). Imam Husain as. adalah pribadi yang revolusioner, pribadi yang saleh, pemimpin agama, imam bagi umat (negara) Islam. Sebagai representatif kakeknya, Nabi Muhammad, perhatian utama Imam Husain adalah untuk menjaga dan melindungi Islam dan memberi petunjuk kepada umat muslim. Di sisi lain, kekuatan pemerintah yang ada (Muawiyah dan Yazid) berdiri tegak karena kekuatan pedang. Mereka menggunakan kekuatan fisik untuk memerintah kerajaan muslimin meskipun dengan segala cara yang haram.

Lanjutkan membaca “Sekilas Tragedi Muharam”