Setiap memasuki bulan Muharam, suara lantunan pembaca eulogi semakin rutin terdengar. Pujian, penghormatan, serta sanjungan kepada ahlulbait dan pecintanya dilantangkan. Rangkaian syair dan iramanya menyentuh kalbu sekaligus membangkitkan girah. Salah satu dari sekian pembaca pujian atau maddahi itu adalah Bassim Ismail Muhammad-Ali Al-Karbalaei.
Lanjutkan membaca “Lantunan Bassim Al-Karbalaei bagi Pecinta Ahlulbait”Tag: syair
هَذا المِثَالُ لِصُورَتي خَلَّفتُةُ
Inilah contoh fotoku yang kutinggalkan
عِندَ الأحِبَّةِ كَى يَرَوني دَائِماً
Bagi para pecintaku agar senantiasa dapat memandangku
هَذا إذَا عَزَّ اللِقَاءُ لِفُرقَةٍ
Inilah ketika Mahakuasa menakdirkan perpisahan
مَن لم يجِد مَاءِ بِالتُّرَاب تَيَمُّمَا
Siapa yang tidak mendapat air, dengan tanah ia bertayamum
Lanjutkan membaca “Syair Habib Idrus bin Salim Al-Djufrie”Pertama kali mendengar nama al-Farazdaq ketika teman saya memberikan video Mulla Bassem Karbalai yang sedang membaca syair keutamaan Imam Ali Zainal Abidin. Sejak itu saya mencoba cari informasi tentang al-Farazdaq. Ternyata saya menemukan syair al-Farazdaq di lembaran nasab dan di buku KH. Abdullah bin Nuh yang memang sudah lama ada di rumah. Kekaguman terhadap syairnya membuat saya (sempat) menggunakan nick al-farazdaq di forum chat mobile mig33 😀
Siapakah al-Farazdaq?
Nama asli al-Farazdaq adalah Abu Firas Hammam bin Ghalib bin Sha’sha’ah at-Tamimi ad-Darimi. Ia lahir di Kadhima (sekarang Kuwait) pada tahun 641 namun tinggal di Basrah. Pada usia 15 tahun, Farazdaq dikenal sebagai penyair. Suatu ketika Ghalib datang kepada Imam Ali bersama putranya. Imam bertanya, “Bagaimana tentang jumlah untamu yang banyak?” Ia menjawab, “Mereka telah tersapu habis (dalam melaksanakan kewajiban), wahai Amirul Mukminin.” Imam menjawab, “Itu cara paling terpuji.”
Lanjutkan membaca “Jika Tidak Ada Farazdaq, Sepertiga Bahasa Arab Hilang”