Pernah dengar kompleks pemakaman terbesar di dunia? Namanya Wadi-us-Salam di kota Najaf, Irak. Ribuan kilometer ke arah timur, ada miniaturnya. Namanya Wadi-a-Hussain. Lokasinya tak jauh dari hiruk pikuk kota metropolis terbesar di Pakistan: Karachi. Di sana, dibaringkan jenazah muslim Syiah Pakistan. Sebagian yang dimakamkan, dipasangkan bendera merah. Sebagai penanda kehidupan mereka berhenti tiba-tiba karena serangan bersenjata atau bom.
Dalam bahasa Urdu, pāk berarti bersih, suci, murni. Sedangkan istān berarti tanah atau negeri. Pakistan adalah rumah bagi 220 juta orang. Hampir semuanya muslim. Ia juga negara dengan populasi muslim Syiah terbesar, sekitar dua puluh persen. Negeri yang seharusnya bersih itu selalu ternodai darah muslim Syiah yang dibunuh karena kebencian. Sejak 2001, South Asia Terrorism Portal mencatat lebih dari 2.600 muslim Syiah Pakistan dibunuh dalam aksi mematikan.
Peziarah di Wadi-a-Hussain tak henti bergantian, terutama hari Kamis. Di balik tembok dan gerbangnya yang tinggi, aroma mawar dan dupa tercium. Kisah kekerasan yang dialami korban tercatat pada nisan.
Adik saya tidak pernah pulang 😭
Tanggal 3 Maret 2013 pagi, Kashif Abbas Abidi berjanji menemui kakaknya malam hari. Ledakan dekat masjid kawasan Abbas Town membatalkannya. Sebuah bom mobil menewaskan 48 orang termasuk Kashif. Tehseen Abidi yang sedang bekerja tidak pernah bertemu adiknya lagi. “Dia tewas saat ledakan pertama. Adik saya tidak pernah pulang,” katanya. Santunan dari pemerintah, seperti tak ada artinya.
Sekalipun sisa hidup saya digunakan untuk menangis, itu tidak akan cukup. Mungkin jika saya mati dalam kesedihan, barulah sepadan.
Tehseen Abidi
Sesuatu di dalam jiwa saya telah mati 😢
Peristiwa tak kalah mengerikan terjadi beberapa hari sebelum Asyura tahun 1963. Ishtiaq Hussain dan temannya sedang mempersiapkan majelis Muharam di kota Khairpur ketika mendengar berita penyerangan di kota Therhi. “Kami berjumlah sekitar 200 orang menuju Therhi,” kata Ishtiaq mengenang. Tidak ada yang tahu bahwa berita itu adalah jebakan. Di Therhi, ribuan orang sudah menunggu dengan kapak dan pedang di tangan mereka. “Mereka bersiap untuk mencincang kami.”
Pembantaian Therhi menjadi salah satu pembunuhan sektarian penting sejak Pakistan merdeka tahun 1947. Lebih dari 118 orang dibunuh hari itu. Mereka adalah gelombang awal dari ribuan orang yang dibunuh hanya karena menjadi Syiah. “Saya sedikit di antara yang selamat, tapi saya tidak ingat bagaimana bisa selamat. Sekitar sepuluh orang menyerang dengan kapak; leher dan bahu saya berdarah,” kenang pahit Ishtiaq.
Membungkam aksi protes 🤬
Revolusi Islam tahun 1979 di negara tetangga, Iran, meningkatkan kekhawatiran Saudi dan Amerika Serikat. Didukung Saudi, kelompok ahlusunah garis keras bernama Sipah-e-Sahaba Pakistan yang kini bernama Ahle Sunnat Wal Jamaat (ASWJ) dibentuk tahun 1985. Didirikan oleh Haq Nawaz Jhangvi, kelompok tersebut hadir untuk terus memberi tekanan kepada muslim Syiah. Mereka menyerukan muslim Syiah dinyatakan sebagai non-muslim di bawah hukum Pakistan.
Bulan Agustus 2020, ribuan orang dengan bendera ASWJ berdemonstrasi dengan meneriakkan Syiah sebagai kafir. Masyarakat Pakistan mengecam; menganggap pemerintah mendiamkan aksi kebencian. Bilal Farooqi, seorang jurnalis suni, menyuarakan kritik kepada ASWJ dan pemerintah. Dua bulan kemudian, Farooqi ditangkap dengan tuduhan menyebar “kebencian” dan “anti-pemerintah”. Farooqi meminta aktivis muslim suni untuk angkat suara menentang lambatnya polisi terhadap kelompok yang menyerang Syiah.
Referensi:
Batool, Syeda Sana (6 Januari 2021). “Wadi-e-Hussain: A graveyard for Pakistan’s Shia victims.” Al Jazeera Media Network. Diakses pada 7 Januari 2021.