Bersamanya, saya masuk ke sebuah kafe di daerah Kota Tua untuk pertama kalinya. Kami duduk dan siap memesan makanan dalam daftar menu. Sampai akhirnya dia melihat deretan botol bir, wiski, dan sejenisnya dipajang di bagian bar. “Sebenarnya, boleh nggak sih kita makan di sini?” Setelah menjawab tidak boleh, kami memutuskan untuk ke luar setelah hanya memesan es krim.
Di republik alkohol—selain warteg dan sego kucing—mungkin sulit rasanya mencari tempat makan yang benar-benar tidak menyediakan bir atau minuman beralkohol lainnya. Seolah-olah, kita dipaksa diberi pilihan untuk mengikuti cara mereka hidup. Mungkin saja surah Albaqarah ayat 120 yang fenomenal itu tidak sedang berbicara mengenai agama, tetapi gaya hidup. Kita bisa saja tetap Islam secara formal, tapi gaya hidup kita adalah gaya hidup mereka. Kalau benar, tidak mengejutkan bila kita melihat wanita berjilbab sambil merokok dan minum bir.
Dulu, nabi pernah mengatakan bahwa Islam dan pengikutnya menjadi asing pada masa akhir masa. Mungkin pengalaman di atas menjadi contoh kecil bagaimana global society membuat kita menjadi asing. Asing karena kondisi yang menekan ini akan membuat orang beranggapan bahwa kitalah yang mempersulit diri dan tidak mengikuti zaman.
Syekh Imran Hosein pernah bekerja sebagai Foreign Service Officer (FSO) di Kementerian Luar Negeri Trinidad and Tobago. Dalam sebuah interviu, dia pernah ditanya, “Mr. Hosein, kami tahu Anda seorang muslim tidak minum fire water. Tapi ketika Anda ditunjuk sebagai FSO dan ditempatkan di luar negeri untuk misi diplomatik, pemerintah akan menyediakan rumah untuk tinggal. Anda diminta untuk menyimpan alkohol di rumah dan menyajikannya untuk para tamu. Kami tidak meminta Anda untuk meminumnya. Kami hanya meminta Anda untuk menyimpan dan menyajikannya.”
Syekh Imran mengusirnya. Apa yang terjadi kemudian ialah beliau tetap mendapat pekerjaannya tapi tidak pernah dikirim ke luar negeri karena tidak pernah mendapat paspor diplomatik.
Siapapun tidak diperbolehkan menghadiri pertemuan yang diisi dengan minuman keras. Biarkan mereka tahu bahwa sebagai seorang muslim, kalian tidak meminum khamar dan tidak boleh menghadiri pertemuan yang diisi dengan minum khamar! ~ Sayid Ali Khamenei
Saya bukan ingin membahas dan mendebatkan tentang apakah alkohol haram atau tidak; apakah ia bagian dari khamar atau bukan; apakah kalau tidak memabukkan berarti halal. Bukan itu. Tetapi karena hukum yang ditetapkan; meski kita tidak meminumnya; meski kita hanya duduk bersama dengan orang yang meminum khamar adalah haram. Menarik memang, bahwa Quran tidak menafikan bahwa khamar memiliki manfaat bagi manusia tapi tetap menyatakan bahwa ada mudarat yang lebih besar (QS. 2:219).
Kalau sekedar duduk bersama peminum alkohol dilarang, maka saya semakin yakin bahwa agama ini tidak sekedar memikirkan kepuasan nafsu perut melalui makan dan minum. Jika agama tidak mengatur etika dan adab dalam makan dan minum maka tidak ada bedanya antara manusia dengan binatang. Menunjukkan identitas melalui penolakan duduk bersama menjadi sarana untuk mencegah hal-hal mungkar yang dapat terjadi akibat efek yang ditimbulkan.
Baca Juga:
subhanalloh, semoga kita dapat istiqomah mengamalkan ilmu ya habib.