Kelompok pembohong; gemar berzina; penyebar kemusyrikan; dan Khomeini adalah orang kafir. Itulah frasa yang kerap diungkapkan Abu Ammaar Yasir Qadhi ketika berbicara mengenai Syiah. Namun kini, dai yang pernah memperoleh pendidikan di Arab Saudi telah menyesalinya. Mengaku lebih pragmatis, Yasir Qadhi yakin bahwa hasutan untuk membenci Syiah tidak akan ada gunanya. Semua itu hanya akan memperburuk kondisi umat Islam hingga dapat menimbulkan pertumpahan darah.

“Saya menyesali perkataan dan bahasa yang pernah saya gunakan,” kata pria kelahiran 1975 ini pada stasiun televisi Press TV. Baginya, seseorang akan melewati beberapa tahap dalam kehidupan. Ada dua alasan utama yang menyebabkan dirinya mengalami perubahan. Pertama dan utama adalah usia serta pengalaman berinteraksi dengan banyak kalangan. Kedua, kesadaran bahwa apa yang diajarkan dan disebarkan selama ini hanyalah copy and paste.

Ketika ada sebuah buku atau tulisan yang mengatakan bahwa Syiah begini dan begitu, maka langsung disebarkan begitu saja tanpa meneliti lebih lanjut. “Ketika ada orang mengutip ayat Quran ‘bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka’ (2: 191), umat Islam akan tersinggung. Padahal, ada konteks dan cara untuk memahami ayat tersebut. Kita tidak bisa mengambil tiga potong kalimat lalu memberi label kepada semua pengikutnya,” jelas Yasir Qadhi. Baginya, jika ayat Quran saja bisa disalahtafsirkan, apalagi buku yang ditulis oleh para ulama.

yasir-qadhi

Menurutnya, apabila ulama suni dan Syiah hanya menggunakan retorika kekerasan selama bertahun-tahun dan secara sistematis membangun stigma terhadap kelompok lain, maka para pengikut hanya akan dipenuhi oleh kebencian terhadap orang lain. Sehingga jika ada para pengikut mazhab yang terpancing, maka tanggung jawab juga berada di pundak para ulama.

Perbedaan yang ada di antara ahlusunah dan Syiah harus diterima apa adanya. Dari sisi sejarah, Syiah Imamiah dan mayoritas ahlusunah memang sudah terpisah; baik dari masjid, lembaga pendidikan, maupun kitab-kitabnya. Keduanya saling menerima perbedaan tersebut. Karenanya, bagi Yasir Qadhi, keduanya harus melanjutkan tradisi dan apa yang biasanya kedua mazhab lakukan.

Meski demikian, memang ada isu-isu teologi dari kedua mazhab yang sulit untuk diterima satu sama lain. Misalnya kedudukan sahabat dan ummulmukminin yang begitu sensitif. Ketika suni mendengar bahasa yang menghasut terhadap pribadi-pribadi yang mereka cintai setelah nabi, tentu sulit bagi pengikut ahlusunah untuk sepenuhnya berdamai dengan mereka yang misalnya menghina ibu kandung sendiri.

Kedua mazhab, baik suni maupun Syiah, harus menurunkan tensi dan penggunaan bahasa kasar. Masalahnya, menurut Yasir Qadhi, kebanyakan pengikut ahlusunah tidak membedakan antara ulama Syiah yang ekstrimis dan moderat. “Itu masalah yang perlu saya edukasikan,” katanya.

Lalu, apakah Yasir Qadhi menganggap Syiah sebagai muslim? “Siapapun yang menyatakan tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka dia saya anggap sebagai muslim, kecuali muncul dari orang tersebut sesuatu yang secara jelas membatalkan keislamannya.”

Komentar Anda?

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.