Makna oposisi ‘Alawī dan non-‘Alawī sering kali bercampur satu sama lain. Padahal keduanya harus dibedakan. Satu bisa bermakna perbedaan pandangan sejarah dan fikih antara Syiah dan sunnī. Perbedaan yang sebenarnya bersifat ilmiah dan tidak berdivisi. Masalah lainnya bermakna perbedaan pandangan tentang penerapan agama dan keadilan di masyarakat. Inilah yang memunculkan konfrontasi antara ‘Alawī dan Umawī (Umayyah).

Dalam barisan ini, ada para ulama besar sunnī: Imam Abu Hanīfah, Imam Mālik, Imam Syāfi’ī, dan Imam Ahmad bin Hanbal. Mereka semua berada dalam barisan ahlulbait; berhadapan dengan Bani Umayyah dan Bani ‘Abbāsiyah. Dari sudut pandang ini, mereka adalah ‘Alawī, bukan Umawī maupun ‘Abbāsī.

Para pencari keadilan

Imam Abu Hanīfah mengeluarkan fatwa melawan Bani Umayyah dan mendukung gerakan Zaid bin ‘Alī. Dia mengatakan, siapa saja yang terbunuh bersama Zaid, putra Imam Sajjād, akan memperoleh pahala syuhada Badar dan Uhud. Karena alasan inilah, Abu Hanīfah kemudian dipenjara oleh Bani Umayyah. Begitu juga di masa Bani ‘Abbāsiyah, Abu Hanīfah mendukung Muhammad An-Nafs Az-Zakiah yang merupakan seorang ‘Alawī. Baik di era kekuasaan Umawī maupun ‘Abbāsī, Abu Hanīfah mengerti betul hak ahlulbait a.s.

Imam Syāfi’ī bahkan menjadi bagian mujahidin Zaidī ‘Alawī di Yaman. Karena alasan itulah, beliau ditangkap pada masa Hārūn dan dibawa ke Baghdad. Dari sudut pandang sejarah, Imam Syāfi’ī dan Abu Hanīfah secara politik adalah seorang ‘Alawī dan Syiah. Imam Ahmad bin Hanbal juga dengan tegas mengatakan, “Kekhalifahan Islam tidak lebih dari lima khalifah. Khalifah Islam terakhir adalah Hasan bin ‘Alī. Setelahnya adalah monarki dan tirani, bukan kekhalifahan islami.”

Embed from Getty Images

Demarkasi yang tegas

Sejumlah batasan harus ditekankan. Salah satunya demarkasi Syiah dengan ekstremis Syiah dan demarkasi sunnī dengan Wahabi. Tentu bukan berarti semua Wahabi, karena banyak Wahabi awam yang tidak memiliki cukup pengetahuan. Harus dibatasi pada konspirasi Wahabi yang didirikan oleh Inggris di jazirah Arab, bersamaan dengan gerakan Bahá’i di tengah komunitas Syiah.

Orang pertama yang mengafirkan (takfīr) para ekstremis Syiah adalah ahlulbait itu sendiri. Satu-satunya hukuman mati yang dikeluarkan Imam ‘Alī untuk orang murtad adalah para pengikut ‘Ali-Illahī. Pengafiran kepada ekstremis Syiah juga dilakukan beberapa imam ahlulbait. Karena itu, muslim Syiah ahlulbait harus membuat demarkasi melawan Syiah ekstremis.

Ahlusunah dan Wahabi

Ulama ahlusunah juga mengafirkan Wahabi. Sejumlah ulama mazhab Syāfi’ī, Hanbalī, dan Mālikī mengafirkan Ibnu Taimiyah. Karena alasan ini, Ibnu Taimiyah dipenjara. Muhammad bin ‘Abdul-Wahhāb juga dikafirkan oleh ulama Hambali di jazirah Arab.

Kesultanan Utsmani Hanafi ditikam oleh Wahabi. Bersekongkol dengan Inggris, ulama Wahabi mengeluarkan fatwa jika Turki sunnī adalah kafir, tanpa menganggap orang Barat kafir! Karena pada saat yang sama, Inggris bekerja sama dengan Wahabi di jazirah Arab. Wahabisme menghancurkan Kesultanan Utsmani yang sunnī dan menyerahkan Palestina ke Inggris dan Zionis Israel.

Syiah dan sunnī sejati?

Perbedaan ilmiah antara Syiah dan sunnī seharusnya tidak mengarah pada perpecahan. Perbedaan mencolok antara Islam dan kafir, atau Islam Muhammadī dan Islam Amerika seharusnya lebih dikedepankan. Hari ini, Syiah yang sebenarnya adalah Hizbullah dan sunnī yang sebenarnya adalah Hamas.

Embed from Getty Images

Persatuan sunnī dan Syiah terus menerus dicegah selama ratusan tahun. Ketika Navvab Safavi pergi ke Mesir, Hassan Al-Banna mengatakan kepadanya jika sejumlah pemuda Syiah Mesir telah direkrut oleh kelompok sekular. Navvab lalu mengatakan jika semua muslim Syiah punya kewajiban agama untuk bergabung dengan Ikhwanul Muslimun yang sunnī.

Islam mendekati era kebangkitannya. Namun musuh berencana agar hal tersebut tidak terjadi. Kita punya tanggung jawab yang sama tentang itu. Persatuan Islam dalam melawan kekufuran harus terus diperkuat. Jangan kita membiarkan musuh Islam memanfaatkan dominasinya terhadap kaum muslimin untuk mengalahkan kita.

Artikel ini merupakan cuplikan pembicaraan Prof. Hassan Rahimpour Azghadi yang disusun oleh majalah elektronik Okhowah.

Komentar Anda?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.